Laman ini akan saya perbarui secara berkelanjutan, akan tetapi telah menampak bahwa kalangan komunitas psikologi internasional sudah familiar (akrab) dengan istilah Psikolog Akademik (Academic Psychologist) sejak lama.

Laman ini diadakan karena post Instagram (IG) ini. Konteksnya, sebagai berikut:

Seseorang (yang belum saya kenal) berkomentar “R.I.P. Biological Science” atas pernyataan publik Ibu #SittiHikmawatty bahwa “Perempuan Bisa Hamil Saat Berada di Kolam Renang”.

Lebih-lebih, Bu Hikma mengaku mendapat “jurnal seorang ilmuan dari luar negeri” untuk menyokong pernyataannya.

Saya menyampaikan kepada seseorang itu bahwa hal ini bisa terjadi pada ilmu apapun. Tidak terkecuali Psikologi (Psychological Science). Saya ingatkan dalam sebuah tulisan atas kasus #dedysusanto – http://bit.ly/kasusds – bahwa menjadi Ilmuwan tidak semudah itu.

Saya khawatir, apabila kata “Ilmuwan” mudah “dimuati”/”ditunggangi”, yg terjadi seperti kasus pernyataan Bu Hikma ini.

Mohon kita tidak mudah menyebut seseorang sebagai “Ilmuwan Psikologi” hanya berdasarkan gelar akademiknya, seperti yang saya temukan dalam sebuah Poster #HimpsiWilayah.

#Himpsi #HimpsiPusat perlu secara serius mengevaluasi Kode Etiknya (serta naskah RUU Profesi Psikologi) atas sebutan “Ilmuwan Psikologi”. Kita tidak tepat jika menjadikan istilah “Ilmuwan Psikologi” semata-mata sebagai sebuah istilah akomodatif untuk yang “Non-Psikolog”, seperti yang terjadi selama berpuluh tahun ini.

Lebih lanjut, saya menjelaskan usulan bahwa ada tiga jenis psikolog, yakni Psikolog Akademik, Psikolog Profesional, dan Psikolog Terapan. Mereka yang selama ini disebut Ilmuwan Psikologi, beberapa dapat disebut Psikolog Akademik dan Psikolog Terapan. Beberapa lainnya disebut Analis #Psikologi.

Sekali lagi, sebutan Ilmuwan Psikologi adalah sebuah sebutan yang memiliki marwah tersendiri.

….

#RUUPsikologi hanya dapat mengatur Profesi Psikolog, bukan profesi lain seperti Ilmuwan/Peneliti (yang diurus Kemenristek/BRIN, seperti profesi dosen – termasuk Dosen Psikologi – yang diurus Kemendikbud). Hal ini saya tuliskan sejak tahun 2018 di sini:

Psikolog Akademik, Psikolog Terapan, Psikolog Profesional: Apakah Ada Bedanya?

Karena itu, kita Tidak Mungkin mendukung “Ilmuwan Psikologi” masuk dalam RUU Profesi Psikologi.
Yang dapat kita dukung adalah : Psikolog Akademik.

Bagaimanakah sebutan Psikolog Akademik secara stabil digunakan dalam dunia psikologi global? Sejumlah contoh yang tandas dapat teman-teman temukan dalam tulisan saya pada laman ini.

Atau: masuk melalui “pintu depan” ? https://psychology.binus.ac.id guna menemukan artikel ini.

Masyarakat wajib dilindungi, bukan hanya dari malpraktik profesi Psikolog Profesional, akan tetapi juga dari malpraktik profesi #PsikologAkademik dan #PsikologTerapan.

Sejumlah penggunaan sebutan profesi Psikolog Akademik

 

1. Buku Psikologi Kepribadian (Calvin S. Hall & Gardner Lindzey)

2. Buku Mazhab Ketiga: Psikologi Humanistik Abraham Maslow (Frank G. Goble)

3. Buku 20th Century Western Personal Encyclopedia

4. Berita BBC

 

5. Buku Psikologi (Wade & Tavris)

 

 

6. Artikel dalam jurnal terbitan American Psychological Association mengenai lisensi Psikolog Akademik: The Path to Licensure for Academic Psychologists: How Tough Is the Road?

 

7. Artikel dalam jurnal Australian Psychologist

 

8. Buku Study Skills for Psychology

9. Contoh dari profesi Psikolog Akademik adalah profesi Psikolog Sosial.

Berikut ini adalah kualifikasi Psikolog Sosial (social psychologist) menurut American Psychological Association (APA):

Draf RUU Psikologi yang kita miliki saat ini berbeda semangatnya dari sejumlah literasi internasional di atas, karena dari awal (sejak Pasal 1) sudah membatasi bahwa “Profesi Psikologi …. dilakukan oleh psikolog [dan] Psikolog adalah …. yang mempunyai gelar profesi …., dan Surat Ijin Praktek.”

 

 

Simak juga: Komentar Penutup mengenai RUU (Profesi) Psikologi

Sebuah alternatif kualifikasi psikolog akademik. Dapat disesuaikan untuk konteks Indonesia.
Sumber gambar: https://images.slideplayer.com/42/11339305/slides/slide_26.jpg

 

Penulis: Dr. Juneman Abraham