Pendidikan merupakan sebuah hal yang penting bagi sebuah negara, bahkan kemajuan sebuah negara dilihat melalui kualitas pendidikan negara tersebut (Kurniawati, 2022). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2016), pendidikan merupakan sebuah proses mengubah sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Sama halnya di Indonesia, para pejuang kemerdekaan Indonesia juga menginginkan pemerintah Indonesia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, seperti yang tertuang pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4. Dijelaskan juga pada UUD 1945 Pasal 31 ayat (3) dan (4), bahwa pemerintah berkewajiban dalam mengusahakan penyelenggaraan pengajaran nasional dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dalam Undang-Undang dengan memprioritaskan anggaran untuk pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Namun, dalam penerapannya terdapat beberapa masalah yang menyebabkan kualitas pendidikan di Indonesia rendah dan salah satu penyebabnya adalah pembelajaran yang monoton (Kurniawati, 2022).

Mendengarkan guru menjelaskan materi, sementara siswa harus menyimak dengan baik, membaca buku yang tebal, mendapatkan tugas— itulah kegiatan monoton yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar (Nadika, 2018). Kegiatan belajar mengajar yang monoton dapat membuat siswa merasa bosan dan malas (Sari, 2021). Kebosanan tersebut mengganggu kegiatan belajar itu sendiri, misalnya siswa justru mengobrol dengan teman sebangku dan membicarakan hal menarik bagi dirinya, sehingga tidak tertarik pada pelajaran yang dijelaskan oleh guru. Dampak lain yang mungkin terjadi adalah ketika guru memberikan tugas, siswa tidak akan memahami cara mengerjakannya (Nadika, 2018). Hal ini dapat memicu kekerasan pada siswa — guru menjadi kesal karena siswa tidak mengerjakan tugasnya sehingga guru memberikan hukuman fisik. Menurut Kartiani (dalam Kurniawati, 2022), metode pembelajaran yang digunakan oleh guru sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa, karena dalam proses pembelajaran tersebut terjadi interaksi antara siswa dan guru guna mencapai tujuan pembelajaran yang sudah disusun sebelumnya dan diharapkan para siswa dapat memahami materi yang disampaikan oleh guru. Oleh karena itu, salah satu tugas seorang guru adalah membuat strategi pembelajaran yang interaktif dan tidak membosankan bagi para siswanya, serta melakukan evaluasi terhadap pembelajaran yang dilakukan (Sari, 2021).

Pada 2019, Indonesia termasuk ke dalam sebuah survei mengenai sistem pendidikan menengah di dunia pada tahun 2018 yang dikeluarkan oleh Programme for International Student Assessment (PISA) (Kurniawati, 2022). Dari hasil survei tersebut Indonesia menempati posisi ke-74 dari 79 negara, yang berarti Indonesia memiliki sistem pendidikan menengah yang rendah dibandingkan negara-negara lainnya yang berpartisipasi dalam survei tersebut. Selain itu, pada data hasil survei Global Education Monitoring (GEM) dari UNESCO tahun 2016, Indonesia berada di urutan ke-10 dari 14 negara berkembang dan urutan ke-14 dari 14 negara berkembang dalam kategori kualitas guru (Utami dalam Riowati & Yoenanto, 2022). Maka, dapat kita ketahui bahwa pendidikan di Indonesia memerlukan perhatian yang lebih baik lagi baik dari pemerintah, maupun tenaga pengajar itu sendiri.

Salah satu strategi metode pembelajaran yang dapat diterapkan oleh guru adalah Differentiated Instruction (DI). Tomlinson (dalam Zelalem, Melesse, & Seifu, 2022) mendefinisikan DI sebagai sebuah filosofi pengajaran yang didasarkan pada premis, dimana siswa belajar secara maksimal ketika guru mengakomodasikan perbedaan dalam tingkat kesiapan, minat, dan profil belajar siswa. Metode DI digunakan untuk menciptakan sebuah kelas yang beragam dengan memberikan kesempatan dalam meraih konten, memproses suatu ide dan meningkatkan hasil setiap siswa, sehingga para siswa dapat belajar secara efektif (Andini, 2016). Penggunaan DI memperhatikan perbedaan antar siswa, menangani sekaligus menyesuaikan praktik mengajar guru terhadap siswa (Groot et al., n.d). Groot et al. (n.d) menambahkan, bahwa siswa belajar dengan cara yang berbeda, memiliki kecepatan belajar yang berbeda, hingga metode dan minat belajar yang berbeda pula. Maka, penggunaan DI ini dapat membantu siswa untuk belajar sesuai dengan kemampuan dan minatnya, sekaligus membuat pembelajaran terasa lebih menyenangkan dan menarik. Menurut Magableh dan Abdullah (dalam Grace, 2021) dengan menggunakan DI, potensi setiap siswa dapat dimaksimalkan karena tantangan yang diterima oleh siswa sesuai dengan kemampuan, minat, dan preferensi siswa.

Differentiated Instruction tidak hanya dapat digunakan pada tingkat pendidikan sekolah dasar dan sekolah menengah, melainkan juga pada pendidikan tinggi (Joseph et al., dalam Grace, 2021). Beberapa riset mengenai penerapan DI membuktikan bahwa implementasi DI dapat meningkatkan prestasi siswa. Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan oleh Magableh dan Abdullah (2020) mengenai peningkatan prestasi siswa dalam pelajaran bahasa Inggris. Dari penelitian tersebut, kelompok eksperimen yang diajarkan dengan metode DI mengalami peningkatkan yang signifikan dibanding kelompok terkontrol. Kemudian, salah satu studi kualitatif mengenai efektivitas membaca kritis intervensi instruksional berdasarkan teacher/student conferencing (TSC) dan Differentiated Instruction (DI) dalam improvisassi pemahaman partisipan dan evaluasi riset edukasi yang telah dipublikasi. Dari 11 mahasiswa pascasarjana mengikuti kursus selama 15 pekan, dimana para mahasiswa belajar untuk mengkritisi beberapa artikel jurnal yang telah diterbitkan dan merefleksikan pengalaman mereka, hasilnya adalah meningkatnya self-efficacy dan desain dari riset edukasi, kemudian partisipan juga merasakan benefit dari intervensi instruksional dimana mereka merasa lebih mahir dalam membaca dan lebih mengembangkan hubungan yang suportif (Ghaith & Awada, 2022).

Pembelajaran yang menerapkan DI dapat berhasil dengan menggunakan multiple approach dalam hal konten, proses, dan produk (Andini, 2016). Ketiga hal tersebut merupakan hal yang penting untuk guru; Konten merupakan sesuatu yang diinginkan oleh guru untuk dipelajari siswanya; sedangkan proses merupakan jalur yang diikuti siswa untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan; dan produk adalah prestasi belajar hasil belajar yang menunjukkan apakah siswa sudah mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan (Groot, et al., n.d). Beberapa peneliti yang berbeda, seperti Fullerton et al. (2011), Merawi (2020), Santangelo dan Tomlinson (2012), serta Tomlinson (2004) dalam (Zelalem, Zelalem, Melesse, & Seifu, 2022) mengatakan bahwa kesuksesan dalam implementasi dari pembelajaran yang dibedakan tidak akan mungkin terjadi tanpa adanya pemahaman dasar dan kemampuan diferensiasi. Selain itu, hasil dari beberapa penelitan membuktikan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara self-efficacy yang dimiliki oleh guru dan perilaku asli mereka dalam setting pembelajaran; seorang guru dengan level self-efficacy DI yang tinggi berasosiasi dengan implementasi DI pada level yang tinggi pula. Artinya, ketika seorang guru memiliki rasa efikasi yang lebih rendah, maka mereka enggan dan kurang percaya diri dalam mengimplementasikan DI (Zelalem, Melesse, & Seifu, 2022).

Adapun beberapa contoh strategi pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru agar pengajaran lebih efektif dalam penerapan DI, seperti drama, permainan, aktivitas seperti menyanyikan lagu, dan pengaturan tempat duduk (Aswad, dalam Garhani & Supriyono, 2021). Strategi lain yang juga dapat meningkatkan efektifas pembelajaran berupa, pemecahan masalah, simulasi, lecture, role play, kontak langsung dengan siswa, brainstorming, demonstrasi, permainan, diskusi grup, pengajaran one-to-one (private class) (Wehrli & Nyquist, dalam Lestari, 2016). Berbagai contoh strategi pembelajaran dalam penerapan DI diharapkan dapat menjadi referensi bagi para guru untuk membuat kelas lebih interaktif, siswa menjadi aktif dan termotivasi untuk belajar secara efektif. Dengan demikian, apabila para guru ingin berusaha dan menggunakan berbagai strategi yang dapat menarik perhatian siswa agar dapat mengikuti pelajaran secara aktif, maka tidak hanya mutu pendidikan Indonesia yang bertambah tinggi, namun juga kualitas guru dan kemamuan siswa juga akan meningkat.

Referensi:

Andini, D. W. (2016). Differentiated instruction: Solusi pembeljaaran dalam keberagaman siswa di kelas inklusif. Trihayu: Jurnal Pendidikan Ke-SD-an 2(3), 340-349. DOI: 10.30738/trihayu.v2i3.725

Garhani, B. C., & Supriyono, Y. (2021). EFL learners’ motivation in english camp setting: Self-determination theory perspective. TLEMC: Journal of Teaching & Learning English in Multicultural Contexts, 5(1), 45-60. https://jurnal.unsil.ac.id/index.php/tlemc/article/view/2983/1807

Ghaith, G. M., & Awada, G. M. (2022). Scaffolding understanding of scholarly educational research through teacher/student conferencing and differentiated instruction. Teaching & Learning Inquiry, 10, 1-18. DOI: https://doi.org/10.20343/teachlearninqu.10.8

Grace, H. (2021, September 21). Usaha peningkatan prestasi siswa melalui differentiated instruction. BINUS University Faculty of Humanities: Lab Psikologi. Diakses pada 23 Mei, 2022, melalui https://psychology.binus.ac.id/2021/09/21/usaha-peningkatan-prestasi-siswa-melalui-differentiated-instruction/

Groot, M. D., Rombot, O., Delanghe, J., & Suprayogi, M. N. (n.d). Pedoman untuk penerapan diferensiasi di kelas. BINUS University & Ghent university.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2016). Pendidikan. Dalam Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. Diakses pada 18 Mei, 2022, URL: https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/pendidikan

Kurniawati, F. N. A. (2022). Meninjau permasalahan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia dan solusi. AoEJ: Academy of Education Journal, 13(1), 1-13. DOI: https://doi.org/10.47200/aoej.v13i1.765

Lestari, I. W. (2016). What teaching strategies motivate learners to speak. Journal of Foreign Language, Teaching & Learning, 1(1), 73-81, melalui https://journal.umy.ac.id/index.php/FTL/article/view/2028/pdf_6

Magableh, I. S. I., & Abdullah, A. (2020). On the effectiveness of differentiated instruction in  the enhancement of jordanian students’ overall achievement. International Journal of Instruction. 13, 533-548. DOI: https://doi.org/10.29333/iji.2020.13237a

Nadika, R. P. (2018, Maret 12). Teori belajar yang monoton. Kompasiana. Diakses pada 18 Mei, 2022, melalui https://www.kompasiana.com/nadikaratna59/5aa56027dcad5b2611587a52/teori-belajar-yang-monoton

Riowati & Yoenanto, N. H. (2022). Peran guru penggerak pada merdeka belajar untuk memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia.  JOEAI (Journal of Education and Instruction), 5(1), 1-16. DOI: https://doi.org/10.31539/joeai.v5i1.3393

Sari, T. N. S. (2021, Desember 25). Pembelajaran yang monton, sebabkan siswa menjadi bosan dan malas. UPMK News. Diakses pada 18 Mei, 2022, melalui https://news.upmk.ac.id/home/post/pembelajaran.yang.monoton.sebabkan.siswa.menjadi.bosan.dan.malas.html

Undang Undang Dasar 1945. Pembukaan undang-undang dasar negara Republik Indonesia tahun 1945. Diakses pada 18 Mei, 2022, melalui https://www.dpr.go.id/jdih/uu1945

Undang Undang Dasar 1945. Pasal 31 ayat (3) dan (4). Diakses pada 18 Mei, 2022, melalui https://www.dpr.go.id/jdih/uu1945

Zelalem, A., Melesse, S., & Seifu, A. (2022). Teacher educators’ self-efficacy and perceived pratices of differentiateed instruction in Ethiopian primary teacher education programs: Teacher education colleges in amhara regional state in focus. Cogent, 9(1), 1-23. DOI: https://doi.org/10.1080/2331186X.2021.2018909

Penulis: Theresia

Di bawah supervisi Rani Agias Fitri