1. Galen’s Doctrine of The Four Temperaments : Fisikawan atau filsuf Yunani Kuno Claudius Galen (130-200 TM) merumuskan doktrin empat tempramen kepribadian yang berdasarkan pada doktrin sebelumnya tentang cairan tubuh (humor) seperti garis besar yang dikemukakan oleh Filsuf Yunani Empedochles (495-435 SM) dan Hippocrates, fisikawan Yunani (460-377 SM). Empedocles mengemukakan bahwa alam semesta dibuat dari empat elemen dasar yaitu, tanah, api, udara, dan air, dimana kombinasi dari keempat elemen ini dapat menjelaskan semua situasi substansi yang dikenal. Masing-masing elemen memiliki “kualitas” yang berhubungan: tanah—dingin/kering; api—panas/kering; udara—hangat/basah; air—dingin/basah. Ketika kualitas ini dibentuk untuk tubuh manusia, mereka membentuk 4 substansi atau yang disebut humor: darah, empedu kuning, empedu hitam, dan lendir. Hippocrates mengatakan bahwa ke 4 humor ini menjadi unsur dasar tubuh manusia. Kemudian, Galen membuat sistematis gagasan Empedocles dan Hippocrates tentang elemen/humor kedalam teori kepribadian umum tentang tempramen dimana kelebihan darah disebut orang sanguine (hangat dan penuh semangat); kelebihan empedu hitam disebut orang melancholic (sedih, takut); kelebihan empedu kuning disebut orang choleric (berapi-api, bereaksi tinggi); dan kelebihan lendir disebut orang phlegmatic (lamban). Teori mereka ini menginspirasi penelitian modern dalam mencari sumber variasi biokimia dalam kepribadian dan perilaku manusia.
  2. Galton’s Laws : Ilmuwan alam/psikolog Inggris Sir Francis Galton (1822-1911) disebut “bapak psikolog diferensial (cabang ilmu yang meneliti perbedaan dan varias dalam karakter fundamental terbentuk sebagai manifes dalam ras, kelompok sosial yang berbeda, atau dalam individu dalam kelompok yang sama)” dan satu dari pelopor psikometri (Galton, 1883). Ia menyatakan bahwa semua karakteristik manusia pada akhirnya dapat dideskripsikan dalam kuantitatif (Jensen, 1994a).
  3. Garcia Effect : Psikolog Amerika John Garcia (1917- ) melakukan penelitian perluasan dalam area pembelajaran, secara khusus pada pengkodisian klasik pembalik rasa atau taste aversion. Efek Garcia disebut bait-shyness, toxicosis, dan learned taste aversion (Reber, 1995) yang mengarahkan sindrom yang diperoleh ketika organisme belajar untuk menghindari makanan tertentu karena respons pembalikan yang dikondisikan untuk mencium atau merasakan makanan itu. Efek Garcia secara khusus merupakan fenomena yang menarik karena dibentuk melalui interval waktu yang panjang, sementara dalam semua bentuk pengkondisian interval optimal antarstimulus hanya sekitar setengahnya (Braverman & Bronstein, 1985; Reber, 1995).
  4. Gate-Control Theory : Psikolog Ronald Melzack dan biolog Patrick Wall (1965, 1982) merumuskan teori pengendalian gerbang sakit atau gate-control theory of pain, yang mengemukakan bahwa saraf tulang belakang atau spinal cord mengandung suatu tipe berbentuk gate atau pintu gerbang neurologis yang dapat menghalangi atau membolehkan sinyal sakit melewati dan menuju pusat yang lebih tinggi di otak. Faktor sosial dan perilaku kognitif dapat dengan kuat mempengaruhi sakit, meskipun rasa sakit merupakan pengalaman sensori dasar dan mekanisme khusus untuk sejumlah faktor yang masih diteliti (Weisenberg, 1984).
  5. Generalization, Principles of : Prinsip generalisasi respons menyatakan bahwa peningkatan atau penurunan dalam kekuatan suatu respons melalui prosedur penguatan/reinforcement atau pemusnahan/extinction diikuti oleh peningkatan/penurunan serupa tetapin lebih kecil dalam kekuatan respons lain yang mempunyai properti biasa dengan respons pertama (Keller & Schoenfeld, 1950). Sementara itu, prinsip generalisasi stimulus merupakan kecenderungan bagi stimuli yang mirip dengan stimulus awal dalam situasi belajar untuk menghasilkan respons awal yang diperlukan.
  6. General System Theory : Pakar biologi kelahiran Austria Ludwig von Bertalanffy (1901-1972) secara umum dianggap sebagai bapak teori sistem general, yang memandang secara komprehensif ilmu dari ilmu atau “a science of science” (Gregory, 1994; Royce, 1994). Tujuan teori ini adalah untuk menemukan model yang dapat diterapkan berbagai disiplin ilmu, seperti agrikultur, metalurgi, musik, bisnis, psikologi, sosiologi, dan lainnya. Teori ini cenderung merobohkan ajaran elementarisme dan reduksionisme, yang mengabaikan kepentingan “keseluruhan” atau “sistem”. Kesalahan dalam penerapan luas dan aplikasi teori ini dihubungkan kepada beberapa kelemahan teori: ini tidak mempunyai rumusan sistem yang dapat diterima mayoritas penelitian, teori ini belum mengungkapkan faktor pengorganisasian di mana transfer ke dalam sistem chaos dari sejumlah besar komponen ke dalam kumpulan besar terorganisasi terjadi, dan sistem tersebut digambarkan sebagai entitas homogen tanpa “arsitek operasional” yang memungkinkan evaluasi sistem (Wolman, 1973).
  7. Gestalt Theory / Laws : Gestalt = organisasi perseptual, hukum. Gestalt merupakan kata dalam bahasa Jerman yang diterjemahkan sebagai “bentuk” atau “konfigurasi”. Teori ini merupakan contoh dari “rasionalis” (misal, perkembangan dari gagasan abstrak untuk penafsiran dan demonstrasi fenomena dalam penelitian) teori dalam psikologi yang pada awalnya dikembangkan oleh beberapa tokoh. Gestalter menyatakan bahwa segala sesuatu yang dipelajari dalam konteks belajar/memori merupakan produk dari hukum organisasi perseptual yang menyatakan bahwa jejak kejadian perseptual disimpan dalam memori dan karena hukum ini menentukan struktur persepsi, ia juga menentukan struktur dari informasi apa yang diletakkan dalam memori.
  8. Goldstein’s Organismic Theory : Neuropsikiater Jerman-Amerika kurt Goldstein (1878-1965) menerangkan teori organismik, walaupun sudah ada pendukung sebelumnya terhadap pendekatan organismik yaitu memperlakukan organisme sebagai sesuatu yang utuh dan terorganisasi ketimbang “mengatomisasi” individu ke dalam partikel dasar perasaan, imej, dan sensasi. Psikolog organismik merupakan perpanjangan prinsip Gestalt terhadap organisme sebagai sebuah kesatuan (Hall & Lindzey, 1978). Fitur inti teori ini dalam kaitannya dengan kepribadian adalah sebagai berikut: penekanan pada unitas, konsistensi, koherensi, dan integrasi kepribadian—di mana organisasi normal dan disorganisasi adalah patologis; sebuah keyakinan bahwa sistem organisme terorganisasi tersebut bisa dianalisa dengan mendiferensiasikan kesatuan tersebut kedalam bagian anggota pembentuknya—di mana fungsi kesatuan organisme menurut hukum yang tidak dapat ditemukan dalam penelitian terhadap bagian secara terpisah; asumsi bahwa orang yang termotivasi oleh dorongan yang berkuasa (aktualisasi diri/realisasi) daripada pluralitas dorongan—di mana kesatuan tujuan memberikan arah bagi kehidupan manusia; kecenderungan pada kecenderungan inheren pada diri organisme untuk tumbuh—di mana pengaruh dari lingkungan eksternal pada perkembangan normal diminimalisasi; dan sebuah keyakinan pada keuntungan mempelajari seseorang secara komprehensif ketimbang mempelajari satu fungsi psikologikal terisolasi pada diri banyak orang.
  9. Granit Color Vision Theory : Pandangan yang sudah dicontohkan oleh riset Granit 91943, 1945a, 1955) terhadap pengelihatan berwarna telah ditandai sebagai teori netral dan tidak banyak teori dan pendekatan yang telah membentuk semacam kondisi pembatas bagi sebaran teori pengelihatan berwarna manapun (Graham, 1965). Sebagia aspek dari riset Granit mungkin bisa diterjemahkan dalam konteks teori thrichromatic, sementara aspek lain diambil dalam konteks teori opponent-colors.
  10. Grassmann’s Laws : Merupakan sekumpulan prinsip yang menekankan pada sistem visual normal yang disarikan oleh ilmuwan Jerman H. G. Grassmann (1853, 1854) dan yang diilustrasikan oleh Isaac Newton (1942-1727) dengan hukum campuran warna (laws of color mixture). Asumsi dasar hukum ini adalah jika cahaya dibentuk dari komponen tiga warna utama yang dikenal eukivalen dalam warna terhadap cahaya lain, ketiga warna digunakan sebagai spesifikasi warna untuk cahaya ini. Beberapa disebut nilai tristimulus dari warna. Hukum Grassman (Judd, 1951) mengemukakan bahwa (1) ketika cahaya ekuivalen ditambah kepada cahaya yang ekuivalen, maka jumlah juga ekuivalen; (2) ketika cahaya ekuivalen dikurangi dengan cahaya yang ekuivalen, perbedaannya juga ekuivalen; (3) cahaya ekuivalen dengan cahaya yang sama akan ekuivalen satu sama lain. Jadi, hukum ini menunjukkan hubungan antara 3 warna utama yang mengikuti peraturan seperti aljabar di bawah kondisi di mana seseorang mencocokkan warna dengan menyesuaikan jumlah tiap-tiap warna utama yang dibutuhkan agar cocok (“ekuivalen subjektif”) terhadap pengujian warna secara perseptual. Istilah persamaan warna atau color equation mendeskripsikan kondisi dan hasil tugas pencocokan warna.
  11. Greenspoon Effect : Psikolog Amerika Joel Greenspoon (1921- ) mengadakan penelitian yang menunjukkan bahwa kata awareness atau kesiagaan dari situasi pembelajaran atau respons baru tidak dibutuhkan untuk perilaku yang diubah. Efek ini diambil oleh beberapa, khususnya behaviorist, sebagai bukti bahwa bahasa dapat berada dibawah kontrol operan dan dengan perluasan, sebagai bukti bahwa tugas pembelajaran bahasa mengambil tempat melalui proses penguatan sosial (Reber, 1995).
  12. Gustation / Taste, Theories of : Dalam teori evolusi ketika kehidupan pindah dari laut ke daratan, sistem kimia rasa dan bau dibedakan dan mulai menjalankan fungsi sistem perasa untuk memeriksa makanan yang dapat dimakan, dan bau juga menjalankan fungsi penting yang berhubungan dengan makanan (Coren & Ward, 1989; Rozin, 1982). Kesepakatan pada dimensi dasar perasa masih kurang, tetapi ada kesepakatan umum sedikitnya pada empat kualitas rasa primer: manis, asin, asam, dan pahit (Bartoshuk, 1974, mengemukakan kualitas kelima yaitu air).
  13. Guthrie’s Theory of Behavior : Behaviorist/psikolog Amerika Edwin Ray Guthrie (1886-1959) merumuskan sistem psikologi stimulus-respons objektif (“pengkondisian kontiguitas/contiguous conditioning”). Satu prinsip primernya akan asosiasi atau pembelajaran disusun di seputar kontiguitas (dekat) dengan petunjuk dan respons; yaitu, “kombinasi dari stimuli yang disertai dengan gerakan akan cenderung diikuti oleh gerakan tersebut saat terjadi pengulangan” (Guthrie, 1935).