Topik seputar perilaku makan selalu menggugah minat saya. Walaupun banyak teman yang protes, wong saya sendiri doyan banget makan. Hehehe, justru itu, berhubung saya cinta makan, maka saya tertarik meneliti seputar perilaku makan manusia.
Oleh karena itu, penelitian yang saya lakukan juga berusaha untuk menguak kegelisahan saya sendiri yang selalu memiliki dua keinginan: turun berat badan dan MAKAN. Hahahahaha. Sebuah ironi. Harapan saya, dengan pengetahuan yang saya dapatkan dari penelitian yang saya lakukan, banyak yang akan menemukan perdamaian dengan makan dan makanan. Termasuk saya.
Oke kembali ke hasil penelitian , ya. Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif. Artinya, tidak memaparkan korelasi antar variable atau memprediksikan sesuatu, namun lebih ke menjelaskan temuan dengan data. Penelitian ini melibatkan 126 partisipan laki-laki dan perempuan, yang semuanya berstatus sebagai karyawan.
Hasilnya? Menarik! Yuk, disimak!
1. Apakah kita makan tanpa syarat ? (Atau dengan kata lain, makan apapun makanan yang memang diinginkan)
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masih lebih banyak partisipan yang membatasi dirinya dengan makanan dengan berbagai alasan, dibanding mereka yang membiarkan diri mereka untuk memakan sesuatu yang miming diinginkan. Misalnya saja dengan alasan karena mengikuti metode diet tertentu.
2. Apakah makan ketika lapar?
Lapar adalah tanda kita harus makan, karena makan adalah mekanisme dasar pertahanan diri yang merupakan anugrah terindah dari Tuhan supaya kita bertahan hidup. Bagaimana dengan partisipan dalam penelitian saya? Begini hasilnya:
Tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah partisipan yang makan ketika (karena memang lapar) jauh lebih sedikit dibandingkan mereka yang makan karena hal lain. Hal lain yang dimaksud bisa karena pengaruh hal yang sifatnya emosional (marah, kesal, sedih, bosan) atau karena hal-hal eksternal misalnya pengaruh tampilan makanan.
3. Bagaimana dengan lapar kenyang sebagai tanda saat makan-berhenti makan?
Alasan yang paling benar untuk makan sebenarnya adalah karena lapar, dan mengapa berhenti makan adalah karena sudah kenyang. Namun ternyata, hasil penelitian yang saya lakukan menunjukkan bahwa lapar-kenyang sebagai tanda makan-berhenti makan tidak terlalu diindahkan bagi partisipan. Masih lebih banyak yang makan bukan hanya karena lapar dan tidak berhenti walapun sudah kenyang.
4. Bagaimana dengan menyeimbangkan asupan?
Memang, menurut pendekatan intuitive eating, makan sebaiknya tidak memilih-milih karena semua jenis makanan sama baiknya sehingga sebaiknya makan apa saja yang diinginkan tubuh. Sayangnya ini sering disalah artikan dengan “boleh makan apa saja”. Memang boleh, karena tubuh kita cerdas. Ketika makanan itu memang baik untuk tubuh, tubuh juga akan bereaksi dengan baik, namun ketika tidak, maka akan menimbulkan masalah tertentu. Sayangnya kita sering abai dengan tubuh sendiri dan menutup mata hait serta telinga, sering tidak peka dan terlalu dihambakan oleh lidah. Akibatnya, banyak masalah muncul seolah-olah gara-gara makanan, padahal ini adalah masalah kebiasaan kita dalam menyeimbangkan asupan bagi tubuh.
Lalu bagaimana dengan partisipan dalam penelitian ini? Ini dia hasilnya:
Lagi-lagi data menunjukkan, bahwa kesadaran untuk memilih makanan bergizi adn bernutrisi masih lebih rendah dibandingkan yang belum sadar. Tongue rules!
Nah, bagaimana? Apa kesimpulan atau insight yang bisa didapat dari penelitian ini bagi anda?
/katagita
Comments :