ABC Theory : Teori ABC adalah teori dari Albert Ellis (1913- ), seorang psikolog Amerika. Ia mengembangkan terapi rasional-emotif (RET) yang berdasarkan pada teori ABC (Wood & Wood, 1993). RET bersifat direktif, konfrontasi. Hal ini didesain untuk menghadapi dan mengubah keyakinan irasional klien terhadap penyebab tekanan personal mereka (Ellis, 1961, 1977, 1987). Huruf “A” mengacu pada (activating) pengaktifan even, “B” (belief) keyakinan seseorang terhadap kejadian, dan “C” (emotional consequences) konsekuensi emosional yang mengikuti. Ellis mengklaim bahwa A tidak menyebabkan C, tetapi B menyebabkan C. RET dan teori ABC membantu seseorang untuk melihat secara rasional dan logis bahwa keyakinan dan pengharapan yang salah dan tidak realistis merupakan penyebab nyata masalah mereka.
Abney’s Law : Ahli kimia dan fisiolog Inggris William de Wiveleslie Abney (1844- 1920) mengembangkan prinsip yang menekankan pada penambahan dari kilauan heterokromatik (“kecerahan”) yang mengemukakan bahwa kemilau atau luminance dari campuran sinar warna yang berbeda setara dengan jumlah kemilau dari komponen. Fenomena persepsi dikenal dengan efek Abney mengacu pada kondisi visual yang meliputi iluminasi mendadak dari area permukaan yang luas. Hukum Abney tidak didukung sepenuhnya oleh para ahli, bahkan mendasari akar debat dalam colorimentry. Kekurangan dalam teori ini telah lama diketahui namun ditoleransi hingga sekarang. Meskipun demikian, Abney unggul karena berkontribusi dalam ilmu fotografi, termasuk fotografi bintang dan penemuannya pada bagaimana membuat plate fotografis yang sensitif untuk sinar merah dan infrared
Accomodation, Law/Principle of : Konsep akomodasi dalam psikologi secara umum mengacu pada gerakan atau penyesuaian (fisikal atau psikologis) yang dibuat untuk mempersiapkan organisme guna beberapa input stimulus. Dalam konteks psikologi sosial dan sosiologi, akomodasi mengacu pada proses penyesuaian sosial yang dirancang untuk membuat atau mempertahankan keharmonisan kelompok (Reber, 1995).
Achievement Motivation, Theory of : Henry A. Murray (1893-1988), psikolog Amerika, adalah orang pertama yang mendefinisikan kebutuhan individu untuk berprestasi (motivasi berprestasi atau nAch) sebagai suatu hasrat untuk mencapai prestasi yang signifikan, menguasai keahlian, mengatasi hambatan dalam mencapai kesuksesan atau untuk mencapai standar tinggi secara cepat (Murray, 1938). Salah satu pengembangan dalam mengukur konsep motivasi berprestasi yang menonjol adalah tes kepribadian “proyektif” (seperti Thematic Apperception Test atau TAT, yang menugaskan individu untuk menginventarisasikan isi gambar yang ambigu). Cara lainnya adalah dengan mengembangkan konsep nAch dari level analisis individu untuk seluruh masyarakat atau budaya. Disamping itu, ada berbagai kritik yang berkaitan tentang nAch ini, diantaranya membahas tentang reliabilitas dan validitas di beberapa komponen yang meragukan. Pandangan tentang nAch kemudian berkembang pada tahun 1970-an ketika psikologi kognitif muncul pertama kali dan menempatkan penekanan kognisi tentang sifat dan tujuan berprestasi dalam konteks kultural (Maehr & Nicholls, 1980). Pada 1980-an kembali muncul pertanyaan tentang nAch yaitu apakah harus dikaji sebagai trait kepribadian atau perilaku kognitif seperti yang disarankan oleh psikologi kognitif maupun kepribadian
Ach’s Laws/Principles/Theory : Narziss Ach (1871-1946), psikolog Jerman, meneliti tentang introspeksi eksperimen sistematis, kesiagaan dan kecenderungan yang menentukan. Hal ini merupakan awal berhentinya psikolog eksperimen dalam menggunakan introspeksi sebagai metode penelitian. Metode Ach ini bersifat sistematis yang secara jelas menggambarkan limit introspeksi partisipan terhadap periode “sebelum”, “waktu berjalan”, dan “sesudah” untuk membuat laporan introspektif selama mengadakan eksperimen. Ach mencapai level ketepatan yang relatif tinggi dengan menggunakan alat seperti “Hipp chronoscope” (alat ukur interval waktu yang dibuat oleh Mathias Hipp, pembuat jam, tahun 1841; warren, 1934; Ach,1905). Prinsip Ach menekankan pada kecenderungan yang menentukan atau determining tendency dalam eksperimen yang meliputi aspek penting dalam penelitian untuk psikolog eksperimen sekarang. Ach menunjukkan bahwa ada pengaruh ketidaksadaran pada perilaku partisipan dalam eksperimen seperti instruksi eksperimenter dan hipnosis. Hal ini “membakukan” arah pemikiran dengan memilih “asosiasi” tertentu yang muncul sekarang dan menghalangi yang lainnya. Sementara eksperimen lain mengindikasikan bahwa fungsi determining tendency adalah untuk memberi penyempurnaan kepada pola pemikiran yang sudah ada dan bisa jadi menguatkan asosiasi lama yang sudah terbangun secara parsial. Hal ini menjadikan aksi seseorang lebih dari sekedar rangkaian even mekanikal rigid seperti yang ditemukan pada sebuah mesin. Istilah ini kemudian diganti dengan validitas dan kontrol-sensitif dalam psikologi eksperimental. Istilah kontemporer tersebut mencoba membuat eksperimenter senstif dan termotivasi untuk mengontrol variabel berpotensi membingungkan (confounding variables)
Activation/Arousal Theory : Istilah teori penggerak atau aktivasi digunakan oleh Donald B. Lindsey (1951) sebagai teori yang diuji untuk emosi. Konsep ini tidak hanya berarti “membuat aktif” tetapi juga berarti “mengubah kemampuan bereaksi”. Hal ini dikembangkan dari penelitian pada aktivitas elektris otak di cerebral corteks. Aktivasi dibatasi untuk pemberian energi yang mempengaruhi suatu sistem internal, tidak sama dengan “pembangkitan atau arousal atau stimulasi” yang dihasilkan oleh sumber eksternal khusus
Adaptation, Principles/Laws of : Adaptasi berasal dari bahasa Latin adaptare, yang berarti ‘untuk menyesuaikan’ dan ragam arti lain dalam pengetahuan. Dalam psikologi, adaptasi adalah perubahan kualitas, kejelasan, atau intensitas pengalaman sensori yang terjadi dengan stimulus berkelanjutan dan tidak berubah.
Adler’s Theory of Personality : Alfred Adler (1870-1937) adalah psikoanalis Australia yang memperoleh gelar dokter pada 1895 dari Universitas Vienna dengan spesialisasi opthalmology yang kemudian pindah menjadi psikiatri. Ia merupakan presiden dari Perkumpulan Psikoanalitis Vienna pada 1910 dan kemudian mengundurkan diri pada 1911 karena berbeda teori dengan Sigmund Freud (Colby, 1951; Ansbacher & Ansbacher, 1956, 1964). Ia lalu membangun perkumpulan sendiri yang bernama Society for Free Psychoanalytic Research yang kemudian berubah menjadi Society of Individual Psychology (Adler, 1930) yang menjadi mazhab eksperimental di Vienna. Ia pindah ke New York pada 1934 dan melanjutkan praktir psikiater dan profesornya di Long Island Colleage of Medicine. Pendekatan teoritisnya menekankan konsep pencapaian tujuan, kesatuan, dan partisipasi aktif individu dan lebih menekankan pada kognitif dibanding ketidaksadaran. Teori kepribadian Adler mendukung struktur teoritis keseluruhan, yaitu finalisme fiktif (manusia lebih banyak dimotivasi oleh harapan masa depan dibanding pengalaman objektif di masa lampau), perjuangan ke arah superioritas (perjuangan menuju kesempurnaan yang didorong tujuan “lebih maju”), perasaan inferioritas dan kompensasi (manusia dimotivasi oleh kebutuhan untuk menghadapi perasaan atau penerimaan inferioritas atas ketidaksempurnaannya), minat kemasyarakatan (keinginan superioritas menjadi tersosialisasikan ketika bekerja untuk kebaikan bersama), gaya hidup (prinsip sistem, atau rencana kehidupan diri kreatif yang merupakan kepribadian individu yang unik untuk mencapai tingkat fungsional yang lebih tinggi), diri kreatif (doktrin bahwa manusia membangun dirinya diluar materi mentah hereditas yang membentuk makna dan tujuan hidup sendiri). Teori terapi Adler menekankan tujuan terapis untuk membangun hubungan kepercayaan dengan pasien dalam memahami “alam asumtif”, meyakini kekuatan internal, dan menawarkan model perilaku dan strategi penanganan (coping) yang efektif. Teori Adler ini dinilai lebih humanistis terhadap perkembangan individu dibanding konsep Freud yang dinilai lebih materialistis atas individu.
Aggresion, Theory of : Secara umum, istilah ini digunakan untuk perilaku yang dimotivasi oleh frustasi atau rasa takut, oleh sebuah hasrat untuk menyebabkan rasa takut pada orang lain atau oleh hasrat untuk menunjukkan minat dan gagasan seseorang. Goldstein (1994) mengkategorisasikan teori agresi dalam konteks teoritikalnya dan berasosiasi dengan konsep insting, dorongan, dan faktor pembelajaran/belajar secara sosial. Menurut konsep insting, agresi hanyalah manifestasi dari tendensi bawaan untuk berkelahi. Menurut konsep dorongan (drive theory of aggresion), agresi berasal dari keadaan meningkatnya pembangkit atau dorongan yang direduksi melalui perilaku agresif terbuka. Menurut konsep faktor pembelajaran/belajar secara sosial, menyatakan bahwa penyebab perilaku agresi tidak ditemukan secara eksklusif pada organisme tetapi dalam tekanan lingkungan juga. Konsep ini menekankan pada proses yang bertanggung jawab untuk akuisisi individu (fisiologis dan psikologis) atas perilaku agresif (misal, Moyer, 1974, 1976; Thiesen, 1976), dorongan/instigation tindakan agresi terbuka pada waktu tertentu (misal, Toch, 1969; Feshbach, 1970), dan mempertahankan perilaku agresif (misal, Feldman, 1977). Penelitian tentang agresi menunjukkan bahwa perilaku kriminal agresif berhubungan dengan faktor perilaku kriminal di masa lalu, jenis kelamin, usia, ras, status sosialekonomi, dan penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan (Goldstein, 1994).
Aging, Theories of : Penelitian penuaan dan perubahan perilaku sepanjang hidup menyimpulkan bahwa kognitif dan fungsi lain meningkat dan membaik pada 20 tahun pertama, bertahan pada level tersebut 40-60 tahun, dan menurun pada fase kemunduran akhir (Ames, 1994). Perbedaan dalam individu sebagai hasil usia, diteliti melalui cross-sectional (sekelompok orang dari berbagai usia diobservasi dalam waktu yang sama), longitudinal (kelompok orang yang sama diobservasi dalam waktu yang berbeda), dan sekuensial (kombinasi cross-sectional dan longitudinal untuk meneliti efek cohort atau pengaruh yang terjadi dalam pengalaman kelompok usia berbeda; Schaie, 1965; Baltes, 1968). a. Bidang yang relatif baru disebut psikologi geriatrik (ilmu perilaku dan penyakit usia; Silverman, 1994) yang muncul dalam 50 tahun terakhir dimana penelitian eksperimental proses penuaan diadakan. b. Teori penuaan pada dasarnya adalah model keseimbangan atau “trade-off”; di usia lanjut, seseorang mungkin kehilangan cadangan energi tetapi memperoleh kemampuan untuk mengontrol reaksi emosi, dan dengan sendirinya menghemat energi. Paul Baltes (1939- ), pelopor psikologi perkembangan sepanjang hidup, life-span developmental psychology, menekankan bahwa orang melanjutkan untuk mempertahankan kapasitas terhadap perubahan sepanjang hidup. Ia berpendapat bahwa plastisitas inteligensi pada usia lanjut dan juga perluasan gagasan kolaborasi interdisiplin dimaksudkan untuk lebih memahami pernanan perubahan sosial dalam perkembangan psikologis. Genetic programming theories mengemukakan bahwa penuaan adalah hasil dari pemakaian bertahap sistem organ dan anggota lain dalam tubuh. Dua teori mendasar yang menekankan pada keberhasilan penyesuaian seseorang terhadap perubahan penuaan sosial dan fisik adalah teori disengagement (normal untuk menarik diri dari masyarakat ketika tua untuk menghindari peran dan tanggung jawab yang kurang dapat dipenuhi; Cumming & Henry, 1961; Brown, 1974), dan teori aktivitas atau activity theory of aging (orang yang tetap aktif secara fisik, mental, dan sosial akan lebih baik terhadap penuaan; Havighurts, 1961; Barrow & Smith, 1979). Teori lain adalah interaksi sosial selektif, yang menyatakan bahwa orang tua menjadi selektif dalam mencari partner sosial untuk meregulasi pengalaman emosi dan menghemat energi fisik (Carstensen, 1991). Sementara itu, diskriminasi atau prasangka terhadap individu berdasarkan usia disebut ageism (Coon, 1992) dan bisa dilawan dengan menolak berbagai mitos yang berhubungan dengan usia yang telah berkembang dari waktu ke waktu.
Algorithmic-Heuristic Theory : Algoritme mengacu pada arah yang pasti dan tidak ambigu (prescription) untuk mendefinisikan serangkaian operasi dasar untuk membagi kelas tertentu atau tipe masalah (Landa, 1994). Pelaksanaan operasi kognitif mengacu pada direksi algoritme yang disebut proses algoritme. Setiap algoritme dapat diterapkan pada satu set masalah luas yang memiliki kelas tertentu, maka proses ini merepresentasikan metode umum dan menjamin pemecahan masalah. Sementara itu, heuristik yang merupakan istilah terkait hanya mengindikasikan pendekatan mendasar yang bisa mengarah pada proses pemecahan masalah tetapi tidak menjamin solusi pada masalah tersebut. Kepentingan praktis penggunaan algoritme untuk tugas penyelesaian masalah adalah bahwa karena hal ini memungkinkan pelajar memecahkan masalah atau melampaui penggunaan kognitif, intelektual, atau kemampuan sensorimotor. Teori heuristis-algoritmis, algorithmic-heuristic theory (AHT), yang dirumuskan oleh Lev Landa tahun 1952-1961 di USSR banyak mengatasi masalah pembelajaran, belajar, dan performa, termasuk perkembangan metode umum berpikir mahasiswa; struktur psikologis dan logis dari beberapa metode berbeda dalam berpikir; klasifikasi metode tertentu dengan karakteristik fungsional dan logis yang berbeda; perbedaan antara preskripsi algoritmis dan proses-proses dan interaksinya; formasi pelajar atas kemampuan pemrograman diri; regulasi diri; dan kontrol diri atas aktivitas kognitif dan praktis; dan metode instruksi adaptif individu dalam algo-heuristis, termasuk pemakaian komputer.
All-or-None Law/Principle : Prinsip ini ditemukan oleh fisiolog Amerika, Henry Pickering Bowditch (1840-1917) ketika ia mempelajari otot jantung (Warren, 1934), menyatakan bahwa dalam saraf atau serat otot tunggal apa pun, respons terhadap stimulus diatas level ambang adalah maksimal, terlepas dari intensitas stimulus tersebut dan hanya tergantung pada kondisi sel tersebut pada momen stimulasi. Properti pada impuls saraf tergantung dalam fakta bahwa amplitudonya selalu sama di mana kode neural ditentukan oleh frekuensi ketimbang oleh ukuran respons saraf tersebut. Osgood (1953) mempopulerkan istilah essential identity law, yang berkaitan dengan hukum fisiologikal all-or-none dan merajuk pada fakta bahwa impuls saraf sama dalam jenis. Prinsip all-or-none dari fisiologi telah diluaskan secara konseptual ke area psikologi pembelajaran dimana hal tersebut merujuk pada asosiasi materi yang sudah dipelajari, di mana terbentuk secara komplit pada percobaan tunggal atau tidak terbentuk sama sekali. Prinsip ini telah secara konsisten dirujuk dan diferensiasikan dalam buku teks psikologi dari 1885-1996.
Allport’s Conformity Hypothesis : Psikolog sosial Amerika Floyd Henry Allport (1890-1978) mengemukakan bahwa perilaku konformitas (conforming behavior) dapat dikenali oleh distribusi khususnya, yang mengambil bentuk dari kurva J yang terbalik (Allport, 1934). Konformitas dipandang sebagai tahapan tengah (intermediate stage) antar-kepatuhan dangkal dan internalisasi permanen serta sebagai konflik antara kondisi dasar seseorang dan apa yang didapat keanggotaan kelompok dari individual (Corsini, 1994).
Allport’s Functional Autonomy Principle : Psikolog Amerika Gordon Willard Allport (1897-1967) memahami kepribadian sebagai suatu kesatuan yang terorganisasi dimana seseorang dapat membuat pilihan dan dapat mempengaruhi pertumbuhan atau keluaran kepribadiannya sendiri (Allport, 1955). Ia merumuskan konsep otonomi fungsional dari motif yang menekankan pada munculnya sistem motivasi baru dalam hidup seseorang (Allport, 1937). Sarana mencapai tujuan menjadi akhir dari tujuan itu sendiri di mana aktivitas asal sekarang menjadi motif dan fungsi yang terlepas dari tujuan atau kebutuhan yang awalnya dilayani
Allport’s Theory of Enerstruence : Kata lainnya adalah event-structure theory, atau teori struktur-kejadian. Teori ini dikembangkan oleh bapak psikologi sosial eksperimental, Floyd Henry Allport (1890-1978) yang mengandung geometri kinetik (kinematics) atas kedekatani terhadap rangkaian peristiwa yang sedang terjadi dan konsep probabilitas asosiatif energi (yaitu peristiwa) yang terkandung dalam struktur ketertutupan diri dan interelasinya. Menurutnya, struktur sosial tidak mempunyai dasar fisikal atau anatomis tetapi terdiri dari siklus peristiwa yang “menggelinding” dan kembali ke struktur tersebut untuk melengkapi dan menopang siklus.
Allport’s Theory of Personality : Gordon Willard Allport (1897-1967) melihat kepribadian sebagai suatu entitas terorganisasi yang berorientasi masa depan dan bukan sekadar kumpulan kebiasaan dan fiksasi (Allport, 1955). Ia menekankan pendekatan metodologis multifaset yang menggabungkan padangan idiographic (penelitian dan analisis kasus tunggal) dan nomothetic (penemuan umum atau prinsip universal yang berlaku untuk semua orang) (Allport, 1962a). Teorinya sering dikenal dengan teori trait di mana trait menempati posisi konstruk motivasi utama
Alrutz’s Theory : Peneliti Jerman S. Alrutz membuat saran bahwa pembangkit simultan reseptor panas dan dingin di kulit akan mengakibatkan sensasi panas. Demonstrasinya disebut eksperimen panas sintetis atau synthetic heat experiment (Burnett & Dallenbach, 1927, 1928).
Amsel’s Hypothesis/Theory : Psikolog Amerika Abram Amsel (1958, 1962, 1967) mengemukakan hipotesis frustasi yang menekankan non-reward atau tanpa imbalan dan penghapusan atau extinction perilaku instrumental di mana munculnya kondisi tanpa imbalan ketika organisme mengharapkan imbalan mengakibatkan hilangnya “reaksi frustasi” primer. Ia menganggap kondisi ini sebagai hukuman yang diberikan secara aktif dan event yang dihindari, bukan sebagai kondisi pasif sehingga menuntut analisis kritik terhadap beberapa kegagalan
Angyal’s Personality Theory : Andras Angyal (1902-1960) adalah orang HongariaAmerika yang mengembangkan teori kepribadian yang membahas tentang 2 tipe dasar proses motivasi pada manusia, yaitu mengejar cinta (homonomy) dan mengejar keunggulan (otonomi) (Angyal, 1941). Ia memahami kepribadian sebagai sistem yang saling tergantung di mana ketegangan muncul antara orang dan lingkungan dan yang dikontrol oleh proses yang homonomi dan otonomi. Dalam dinamikanya, teori kepribadian dicirikan sebagai organismi atau holistis. Teorinya dikembangkan dalam konteks klinis atau nonakademis.
Anxiety, Theories of : Kecemasan adalah keadaan emosional subjektid yang ditandai dengan perasaan seperti takut, cemas, dan sering diikuti oleh simtom fisik seperti gemetar, tegang otot, sakit leher, berdebar-debar, mengantuk, sakit kepala, dan gangguan pencernaan makanan (Thorn-Gray, 1994). Kecemasan sering dibedakan dengan takut. Keadaan cemas sering tanpa objek, sementara takut mempunyai objek khusus yang ditakuti. Gangguan kecemasan merupakan istilah untuk berbagai sindrom maladaptif yang mempunyai kecemasan hebat sebagai gangguan yang dominan (Reber, 1995).
Apparent Movement, Principles/Theories of : Fenomena gerakan nyata mengacu pada persepsi visual subjektif terhadap pergerakan dalam ketiadaan gerakan fisik nyata atau objektif. Tipe umumnya adalah fenomena phi, dan pergerakan yang terlihat sesudah efek. Jenis lainnya adalah gerakan alpha-, beta-, delta-, epsilon-, gamma-, induced-, dan stroboscopic (Kenkel,1913; Wolman, 1973).
Aristotle’s Doctrines/Theories : Aristoteles adalah seorang filsuf Yunani (384-322 SM) yang merupakan murid Akademi Plato di Athena, di mana ia belajar teori tentang ide (theory of ideas). Ia berpendapat bahwa manusia adalah hewan rasional yang didukung dengan kapasitas bawaan (lagir) untuk mendapatkan pengetahuan dari persepsi rasa (dan “memori/asosiasi”) dan bahwa pengetahuan adalah hasil deduksi universal dan prinsip dari informasi perseptual dan bukan perolehan kembali dari ide bawaan seperti yang diajakan Plato
Arnold’s Theory of Emotions : Teori emosi dari Magda B. Arnold menekankan faktor kognitif yang disertai dengan perilaku emosi yang meliputi rangkaian berkelanjutan dari reaksi dan penilaian di mana serangkaian tahap pemrosesan informasi terjadi (Arnold, 1954, 1960, 1970, 1984). Pada tahap pertama individu akan secara tipikal merasakan beberapa peristiwa, objek, atau orang dan mulai mengevaluasinya dalam cara tertentu. Kedua, penilaian yaitu dengan memutuskan. Ketiga dan keempat merupakan perubahan secara fisik dan emosi yang keduanya secara tipikal terjadi hampir di waktu yang bersamaan. Kelima, tindakan. Ia membedakan beberapa teori dasar yang merupakan reaksi sederhana untuk menilai situasi dasar, yaitu tidak suka (dislike), cinta (suka), keengganan (aversion), putus asa (despair), gairah (desire), marah (anger), takut (fear), harap (hope), tertantang (daring), duka cita (sorrow), dan senang (joy).
Asch Conformity Effect : Solomon E. Asch (1907-1995) merupakan seorang psikolog sosial Amerika yang melakukan serangkaian eksperimen di mana mahasiswa Amerika diminta untuk membuat pertimbangan tentang panjang garis vertikal. Efek Asch mengacu pada pengaruh kuat pada kelompok kesepakatan dan keputusannya pada perilaku individu yang merupakan hasil dari konformitas terhadap kelompok. Konformitas didefinisikan sebagai tendensi atau kecenderungan orang untuk mengambil perilaku, suka, dan nilai anggota lain dalam kelompok (Zimbardo & Weber, 1994).
Assimilation’s, Law of : Hukum asimilasi mengemukakan bahwa ketika individu berada dalam situasi baru, ia akan berlaku sama dengan apa yang dilakukannya di keadaan yang sama di masa lampau. Istilah asimilasi diperkenalkan oleh O. Lauenstein (1933) yang merupakan murid psikolog Amerika kelahiran Jerman, Wolfgang Kohler.
Association, Laws/Principles of : Istilah asosiasi awalnya mengacu pada gagasan asosiasi yang digunakan oleh para filsuf Yunani Kuno dalam filsafatnya. Doktrin = asosianisme. Hume menyatakan bahwa terdapat dua hukum asosiasi, yaitu similaritas dan kontiguitas. Sementara itu, Marx dan Hillix (1963, h. 109) menunjukkan bahwa ada 3 prinsip primer/hukum asosiasi yaitu kontiguitas, similaritas, dan kontras.
Associative Shifting, Law of : Suatu prinsip tambahan minor untuk hukum efek E.L. Thorndike (1874-1949). Hukum ini mengemukakan bahwa ketika dua stimuli ada, dan satu stimuli memunculkan respons, yang lain mengeluarkan kemampuan untuk memunculkan respons yang sama.
Attention, Laws/Principles/Theories of : Atensi didefinisikan secara berbeda tergantung pada konteksnya. Atensi dapat merupakan kesadaran, bahwa beberapa elemen stimulus secara aktif diseleksi dari total inpoy, meskipun tidak ada kesadaran yang eksplisit terhadap faktor yang menyebabkan individu merasa hanya beberapa bagian dari total stimulus kompleks (Reber, 1995).
Attitude/Attitude Change, Theories of : Attitude dapat didefinisikan sebagai (“set atau sekumpulan”) predisposisi yang dipelajari untuk mengevaluasi atau bereaksi secara konsisten dalam cara tertentu, positif atau negatif, untuk orang tertentu, tempat, konsep, atau sesuatu (Wolman, 1973). Konsep sikap pertama kali diperkenalkan oleh W. I. Thomas dan F. Znaniecki tahun 1918 dalam bidang sosiologi yang kemudian menjadi konsep inti dalam bidang psikologi sosial.
Attribution Theory : Psikolog Austria-Amerika, Fritz Heider (1896-1988) merumuskan teori keseimbangan, balance theory, dalam penelitian sikap (yaitu orang yang dimotivasi untuk mempertahankan keseimbangan, harmoni, atau “kesesuaian kognitif atau cognitive consonancce” di antara sikap, persepsi, dan keyakinan mereka) dan teori atribusi dalam penelitian persepsi sosial yang diawali dalam psikologi sosial dan merupakan pendekatan umum untuk mendeskripsikan cara individu menggunakan informasi untuk menghasilkan penjelasan kausal untuk perilaku dan peristiwa (Heider, 1958).
Audition/Hearing, Theories of : Teori ini ingin menjelaskan bagaimana vibrasi suara seacra fisik di transformasikan ke dalam impuls-impuls saraf yang menjadi dasar untuk mendengar (Bekesy & Rosenblith, 1948; Bekesy, 1957). Ada beberapa konsep teori yang menjelaskan atau berkaitan dengan audisi, namun secara umum tidak ada yang memadai. Hal ini terjadi mungkin karena indra pendengar relatif kompleks.