Ketika kita melihat orang lain, kita merasa ada yang kita bisa lakukan untuk orang lain baik secara mental, fisiologis, maupun finansial dimana perilaku tersebut disebut altruisme. Altruisme merupakan upaya kita agar kita bisa merasa melakukan hal yang baik serta membangun hubungan dan dukungan yang sehat.

 

Perilaku ini tidak terbatas hanya pada fisik saja, namun dengan bantuan teknologi, altruisme dapat dilakukan dimana saja seperti donasi melalui platform digital, infaq berbasis QRIS, hingga membuka ruang yang aman untuk terbuka di media sosial juga bisa. Hal ini menunjukkan peran altruisme bisa kita lakukan dimana saja.

 

Membangun perilaku altruistik dilakukan dengan cara meningkatkan empati kita terhadap orang lain. Apakah kita bisa memberikan empati  dan memberikan perilaku altruistik kepada semua orang? Belum tentu. Hal ini dikarenakan nilai dan hubungan kita dengan sekitar bisa saja berbeda. Ada yang merasa bahwa kita membantu orang karena orang tersebut telah membantu kita, hal ini berkaitan dengan hubungan kerja, teman, atau keluarga. Ada juga kita membantu orang lain karena kita merasa orang tersebut berhak menerima bantuan.

 

Referensi

 

Hao, J., Yang, Y., & Wang, Z. (2016). Face-to-Face Sharing with Strangers and Altruistic Punishment of Acquaintances for Strangers: Young Adolescents Exhibit Greater Altruism than Adults. Frontiers in Psychology, 7, 1512. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2016.01512 

 

Judijanto, L., Tjahyafi, I., Sastraatmadja, A. H. M., Maqfirah, P. A., & Astafi, R. (2024). Hubungan Antara Media Sosial dan Perilaku Altruistik pada Generasi Z. Jurnal Psikologi Dan Konseling West Science, 2(04), 301–309. https://doi.org/10.58812/jpkws.v2i04.1817 

 

Oda, R., & Hayashi, N. (2024). Deciding who is worthy of help: Effect of the probability of reciprocity on individuals’ willingness to help others. Evolutionary Psychology, 22(2). https://doi.org/10.1177/14747049241254725

https://unsplash.com/photos/a-man-handing-another-man-a-bottle-of-beer-7Hw6p3DOzfA