Lebih dari Sekadar Gaji: Bagaimana Hierarki Kebutuhan Maslow Membentuk Motivasi di Tempat Kerja
Lebih dari Sekadar Gaji: Bagaimana Hierarki Kebutuhan Maslow Membentuk Motivasi di Tempat Kerja
Coba renungkan pertanyaan berikut: Apakah semua orang bekerja hanya demi mendapatkan uang? Bagaimana jika uang bukan menjadi satu-satunya motivasi seseorang untuk bekerja? Kamu dapat menemukan jawaban dari kedua pertanyaan sebelumnya dengan mengenal dan memahami teori hierarki kebutuhan dari Abraham Maslow.
Ternyata, uang bukanlah alasan satu-satunya yang mampu memotivasi seseorang untuk bekerja, lho! Mengapa demikian? Tak dapat dipungkiri, fakta bahwa uang memang menjadi salah satu alasan paling umum dan seringkali menjadi motivasi utama bagi karyawan untuk bekerja. Namun, tahukah kamu bahwa ada banyak kebutuhan lainnya yang juga perlu dipenuhi oleh organisasi guna mempertahankan para karyawannya, sekaligus membuat mereka lebih termotivasi dalam melakukan tugas dan tanggung jawab mereka sehari-hari sebagai pekerja. Tentunya hal ini akan berdampak positif bagi kesejahteraan karyawan serta mengoptimalkan efektivitas performa organisasi.
Sebelum masuk ke pembahasan lebih lanjut, mari mengenal tentang teori milik Abraham Maslow–Bapak Psikologi Humanistik, yaitu Hierarki Kebutuhan. Hierarki kebutuhan menurut Abraham Maslow, terdiri dari lima tingkatan yang tersusun layaknya sebuah piramida, mulai dari yang paling dasar (bawah) sampai ke puncak dengan urutan: kebutuhan Fisiologis (Physiological needs), Keamanan (Safety needs), Sosial (Love and belongingS needs), Penghargaan (Esteem needs), hingga Aktualisasi Diri (Self-actualization needs). Perlu diketahui bahwa kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dikategorikan menjadi sebagai berikut. Kebutuhan fisiologis dan keamanan merupakan kebutuhan dasar manusia, sedangkan kebutuhan sosial dan penghargaan merupakan kebutuhan psikologis manusia. Sementara itu, aktualisasi diri menjadi kebutuhan pemenuhan diri bagi seseorang di mana individu manusia pada akhirnya mampu menyadari potensi dirinya secara utuh kemudian terdorong untuk bertumbuh atau berkembang. Semua kebutuhan ini harus dipenuhi satu-persatu secara berurutan.
Kebutuhan fisiologis meliputi makanan, air, udara, dan istirahat. Kebutuhan akan keamanan meliputi stabilitas, perlindungan dari bahaya fisik dan emosional, serta jaminan. Kebutuhan sosial dan kepemilikan meliputi hubungan, rasa memiliki, dan penerimaan oleh kelompok. Kebutuhan terkait penghargaan meliputi status, prestasi, pengakuan, dan rasa hormat dari orang lain. Terakhir, kebutuhan mencapai aktualisasi diri meliputi pertumbuhan pribadi, menyadari potensi diri sepenuhnya, dan menjadi versi terbaik dari diri sendiri.
Organisasi sudah semestinya memiliki kesadaran untuk memberikan upah minimum yang layak bagi karyawannya. Hal ini bertujuan agar setidaknya dengan upah yang diperoleh, karyawan mampu memenuhi kebutuhan primer mereka yang mencakup pakaian, makanan, tempat tinggal, air, dan listrik, hingga biaya transportasi ke tempat kerja. Jika kebutuhan fisiologis tersebut belum berhasil terpenuhi, maka berisiko menyebabkan karyawan tidak fokus. Karyawan pun menjadi kurang produktif. Akibatnya, performa/kinerja karyawan di tempat kerja menurun.
Berikutnya adalah pemenuhan kebutuhan terkait keamanan karyawan oleh organisasi tempat kerja. Keamanan yang dimaksud dapat berupa jaminan keselamatan seperti asuransi kesehatan bagi karyawan, fisik maupun mental. Kesediaan fasilitas yang memadai juga penting, contohnya alat pelindung diri (APD) bagi para tenaga kesehatan dan pekerja konstruksi, petugas keamanan di kantor, layanan konseling yang biasanya dilakukan oleh departemen sumber daya manusia, adanya kesempatan kenaikan jabatan, serta menjaga lingkungan kerja yang positif tanpa adanya perundungan. Tak lupa pula, jaminan kesejahteraan ekonomi karyawan di masa tua mereka, yakni berupa dana pensiun.
Selanjutnya, individu akan mencari hubungan sosial yang bermakna. Dalam konteks kerja, kebutuhan sosial muncul dalam bentuk keinginan untuk diterima, menjadi bagian dari tim, dan menjalin interaksi positif dengan rekan kerja maupun atasan. Rasa memiliki ini penting karena manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang butuh koneksi dan dukungan emosional. Contoh pemenuhan kebutuhan sosial karyawan untuk membentuk motivasi di tempat kerja adalah kegiatan seperti team building, employee gathering, dan volunteering program untuk memperkuat hubungan interpersonal antar karyawan.
Kebutuhan penghargaan mencerminkan keinginan karyawan untuk diakui dan dihargai atas kontribusinya. Pemberian apresiasi, promosi, atau umpan balik positif dapat meningkatkan rasa percaya diri serta motivasi kerja. Sebaliknya, kurangnya pengakuan dapat menurunkan semangat dan komitmen terhadap organisasi. Karena itu, sistem penghargaan yang adil dan transparan penting untuk menjaga kinerja dan loyalitas karyawan.
Kebutuhan aktualisasi diri merupakan puncak dalam hierarki Maslow, di mana individu berupaya mengembangkan potensi dan mencapai makna melalui pekerjaannya. Di tempat kerja, hal ini tampak dari kesempatan untuk berinovasi, mengikuti pelatihan, atau mengambil peran yang menantang. Ketika karyawan dapat menyalurkan kemampuan dan kreativitasnya, mereka merasakan kepuasan pribadi. Oleh karena itu, organisasi perlu menyediakan ruang pengembangan diri agar karyawan dapat tumbuh sekaligus berkontribusi secara optimal.
Teori Maslow tetap relevan dalam Human Resources saat ini, terutama untuk menciptakan employee well-being dan retention. Perlu diingat bahwa organisasi modern harus memperlakukan karyawan sebagai manusia seutuhnya, bukan sekadar sumber daya. Motivasi kerja tidak bisa dibangun hanya dengan uang, melainkan tumbuh dari pemenuhan berbagai kebutuhan manusia yang lebih luas. Perusahaan yang memahami dan memenuhi setiap lapisan kebutuhan karyawannya akan menciptakan tim yang loyal, kreatif, dan berdaya tinggi.
Pemahaman terhadap Hierarki Kebutuhan Maslow menunjukkan bahwa motivasi kerja tidak hanya bergantung pada gaji, tetapi juga pada pemenuhan kebutuhan manusia secara menyeluruh. Organisasi yang memperhatikan kesejahteraan karyawan di setiap tingkat kebutuhan akan menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan produktif. Program Studi Psikologi BINUS membekali mahasiswa dengan kemampuan menerapkan teori psikologi, termasuk konsep Maslow, dalam pengelolaan sumber daya manusia yang humanis. Dengan pendekatan berbasis praktek dalam kesempatan jalur magang di perusahaan pada enrichment program, Psikologi BINUS menyiapkan lulusan yang mampu membangun budaya kerja yang memanusiakan dan berkelanjutan.
Referensi:
Sari, E. & Dwiarti, R. (2018). Pendekatan hierarki abraham maslow pada prestasi kerja karyawan pt.madubaru (pg madukismo) yogyakarta. JPSB, 6(1). doi: 10.26486/jpsb.v6i1:Februari.421
Kalsum, U., Masgode, M., Rustan, F., Hidayat, A., & Ode, A. T. (2023). Hubungan Teori Maslow Terhadap Motivasi Kerja Pekerja Pada Proyek Konstruksi. Mining Science And Technology Journal, 2(1), 13-21. https://doi.org/10.54297/minetech-journal.v2i1.434
Ditulis oleh Riany Kartono (2602113703),
Editor: Melly Preston



Comments :