Dampak Screen Time terhadap Perkembangan Kognitif dan Sosial Generasi Alpha: Sudut Pandang Teori Vygotsky dan Piaget


Generasi Alpha dan Ciri Khasnya
Generasi Alpha adalah generasi yang lahir dari generasi Y di tahun 2011-2025, tumbuh dalam lingkungan dimana digital telah mendominasi. Setiap generasi memiliki sikap, ekspektasi, perilaku, dan pengalaman yang unik. Generasi Alpha tumbuh dengan akses teknologi sejak dini. Kemahiran teknologi menjadi kekuatan sekaligus kelemahan mereka dalam berfungsi di masyarakat.

Piepiora (2024) mengidentifikasi karakteristik Generasi Alpha sebagai berikut:  

  • Digital native secara alami
  • Kemampuan adaptasi cepat dengan teknologi baru
  • Rentan terpengaruh konten negatif
  • Terbiasa dengan AI dan smartphone

    Generasi Alpha dan Screen Time

 

Sejak usia dini, Generasi Alpha sudah terpapar oleh gadget, baik untuk hiburan (seperti YouTube, Tik Tok, permainan, dll.) maupun untuk pembelajaran menggunakan aplikasi edukasi. Orang tua dari generasi alpha cenderung lebih permisif terhadap penggunaan teknologi, menganggapnya sebagai alat bantu modern untuk pendidikan dan pengasuhan. Generasi Alpha menjadi sangat familiar dengan screen time karena mereka lahir dan tumbuh di era digital yang sudah sangat maju, di mana perangkat teknologi seperti smartphone, tablet, dan laptop telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Akibatnya, interaksi dengan layar menjadi familiar yang mereka kuasai secara intuitif, cenderung alami bagi Generasi Alpha mereka belajar menggeser layar sebelum bisa membaca atau menulis.

Pandangan Vygotsky dan Piaget 
Menurut Piaget, tahap praoperasional yang dimulai dari usia 2–7 tahun adalah masa dimana anak mulai mewakili dunia melalui kata-kata, gambar, dan coretan melalui interaksi langsung dengan lingkungan fisik (Santrock, 2013). Piaget menekankan pentingnya interaksi fisik dengan lingkungan, sehingga memberikan ruang eksplorasi dengan bermain sensorimotor, mencoba hal-hal baru, mengajukan pertanyaan, dan berimajinasi dapat mendorong perkembangan agar berjalan dengan optimal. Sementara itu, Vygotsky menekankan peran interaksi sosial dan budaya untuk mengembangkan kemampuan kognitif anak (Santrock, 2013). 

 

Piaget dan Vygotsky sepakat bahwa anak secara aktif mengembangkan pengetahuan mereka. Meskipun teknologi bisa menjadi alat, screen time dalam waktu yang lama, monoton, dan tanpa dukungan orang tua pada akhirnya tidak optimal dalam mengembangkan kemampuan anak. Kedua teori sepakat bahwa tanpa pengawasan, screen time berisiko mengganggu perkembangan bahasa, sosial, dan problem-solving, karena mengurangi interaksi nyata yang dibutuhkan untuk konstruksi pengetahuan. Sebaliknya, jika penggunaan teknologi digunakan secara interaktif, dengan pendampingan orang tua maka teknologi bisa menjadi sarana belajar yang efektif sesuai tahap perkembangan anak.

Penutup dan saran

Masa kanak-kanak merupakan saat dimana perkembangan otak dan fisik berkembang dengan pesat. Sebagaimana pandangan dari teori Piaget dan Vygotsky, interaksi nyata dengan dunia fisik dan sosial tetap menjadi hal utama dalam pembelajaran untuk menumbuhkan empati, kecerdasan emosional, dan ketahanan mental, sedangkan teknologi hanyalah alat bantu. Generasi Alpha memang terlahir di era dimana teknologi menjadi bagian alami kehidupan, tetapi justru di sinilah peran penting orang dewasa untuk memastikan bahwa masa keemasan mereka tidak terpenjara oleh layar, melainkan diperkaya oleh pengalaman yang seimbang. Mari jadikan masa kecil Generasi Alpha sebagai perpaduan seimbang antara kemajuan digital dan interaksi sosial alamiah, agar kelak mereka tidak hanya tumbuh sebagai generasi yang terampil secara teknologi, tetapi juga matang secara sosial dan bahagia secara psikologis.

Bagi orang tua dan guru, kunci utama dalam membimbing Generasi Alpha adalah menciptakan keseimbangan antara pemanfaatan teknologi dan pengembangan keterampilan kehidupan nyata. Hal tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan menerapkan aturan penggunaan teknologi seperti waktu diperbolehkan untuk screen time, dan larangan membawa handphone ke kamar. Selain itu, melakukan pengawasan dengan mendampingi anak saat menggunakan teknologi memberikan agar konten-konten yang terbaca anak merupakan murni konten edukasi. Tak lupa yang terakhir adalah mengajak anak-anak aktif dalam kegiatan non-digital atau fisik baik secara indoor atau outdoor seperti bermain bersama teman, membaca buku bersama, dan mengeksplorasi alam. 

Referensi: 

Piepiora, P. A. (2024). The Alpha Generation Theoretical Model of Developmental Disorders. Journal of Innovative Agonology, 20, 140-148.

John W. Santrock (2013). Life-Span Development. New York: McGraw Hill.

Arifah, M. A. N., Munir, M. A., & Nudin, B. (2021). Educational design for alpha generation in the industrial age 4.0. In 2nd Southeast Asian Academic Forum on Sustainable Development (SEA-AFSID 2018) (pp. 137-145). Atlantis Press.

Höfrová, A., Balidemaj, V., & Small, M. A. (2024). A systematic literature review of education for Generation Alpha. Discover Education, 3(1), 125.

 

Penulis: Meida Lanie Prabawa

Editor: Melly Preston