Job Hugging

Fenomena job hugging mengacu pada kebiasaan para pekerja yang tetap bertahan dalam sebuah pekerjaan meskipun mereka merasa kurang puas atau bahkan tidak senang dengan kondisi pekerjaan tersebut. Hal ini biasanya terjadi karena pekerja mengutamakan rasa aman dan stabilitas finansial dibandingkan mencari pekerjaan lain yang mungkin lebih sesuai dengan keinginan atau kemampuan mereka. Menurut Hur (2019), banyak karyawan sebenarnya memilih untuk bertahan bukan karena mereka merasa bahagia dengan pekerjaan mereka, melainkan karena pekerjaan tersebut memberikan jaminan penghasilan yang stabil. Dalam situasi di mana pasar kerja terasa tidak menentu atau penuh ketidakpastian, rasa takut kehilangan penghasilan membuat pekerja cenderung enggan mengambil risiko berpindah kerja. Ini terutama terjadi ketika mereka merasa keterampilan yang dimiliki tidak cukup untuk bersaing atau mendapatkan pekerjaan lain yang lebih baik. Sehingga, mereka lebih memilih bertahan daripada menghadapi kemungkinan gagal atau mengalami kesulitan saat mencari pekerjaan baru.

Meskipun terlihat aman, kecenderungan job hugging dalam jangka panjang sebenarnya bisa memberikan dampak negatif yang signifikan, baik bagi pekerja maupun perusahaan. Majumdar (2025) menjelaskan bahwa pekerja yang tetap bertahan di pekerjaan yang tidak memuaskan cenderung mengalami tingkat stres yang tinggi karena ketidakcocokan antara harapan dan realitas pekerjaan mereka. Selain itu, mereka juga sering kehilangan motivasi dan kreativitas yang sebenarnya bisa menjadi aset penting dalam menjalankan tugas-tugas sehari-hari. Ketika pekerja merasa terjebak dan tidak memiliki ruang untuk berkembang, hal ini tidak hanya merugikan mereka secara pribadi, tetapi juga berdampak pada produktivitas dan kinerja organisasi secara keseluruhan. Organisasi pada akhirnya berisiko kehilangan potensi kontribusi maksimal dari karyawan mereka karena adanya penurunan keterlibatan dan semangat kerja.

Untuk mengatasi fenomena job hugging yang cukup kompleks ini, perusahaan perlu memahami bahwa faktor-faktor yang mempengaruhinya tidak hanya bersifat ekonomi, tetapi juga psikologis dan sosial. Perusahaan dapat mengambil langkah proaktif dengan menyediakan jalur pengembangan karier yang jelas dan kesempatan peningkatan keterampilan bagi karyawan. Selain itu, menciptakan lingkungan kerja yang mendukung keterlibatan aktif, penghargaan terhadap kontribusi karyawan, dan komunikasi yang terbuka dapat membantu meningkatkan kepuasan kerja. Dengan demikian, karyawan akan merasa lebih dihargai dan termotivasi untuk berkembang, sehingga mereka tidak lagi merasa terjebak hanya karena alasan keamanan finansial. Investasi dalam pengembangan sumber daya manusia tidak hanya menguntungkan karyawan, tetapi juga membawa manfaat jangka panjang bagi organisasi melalui peningkatan kinerja dan loyalitas.

 

Referensi:

Hur, H. (2019). Job security matters: A systematic review and meta-analysis of the relationship between job security and work attitudes. Journal of Management & Organization, 28(5), 925–955. https://doi.org/10.1017/jmo.2019.3

Majumdar, M. (2025). Job hugging: How fear is creating disengaged workforces. HRKatha. https://www.hrkatha.com/features/job-hugging-how-fear-is-creating-disengaged-workforces/

Penulis

Yosef Dedy Pradipto   D4671

Wita Anindya Maharani   NIM 2502034811