Pengalaman mengunjungi Sekolah Luar Biasa (SLB) Rawinala adalah sebuah perjalanan yang luar biasa, terutama karena sekolah ini dikenal sebagai lembaga dengan akreditasi terbaik bagi anak-anak dengan disabilitas ganda. Kami memulai acara Temasek Foundation Specialists’ Community Action and Leadership 2024 di Indonesia, yang dihadiri oleh 30 siswa dari Singapore Polytechnic dan beberapa guru pendamping. Bersama 30 siswa dari BINUS University, kami berkolaborasi dari tanggal 30 September hingga 11 Oktober 2024 untuk menciptakan proyek komunitas yang diwarnai oleh beragam aktivitas menarik.

Pada hari pertama, kami menyambut delegasi Singapura di BINUS University. Perkenalan dimulai dengan makan siang sambutan di aula universitas. Beberapa peserta sudah saling mengenal karena sebelumnya telah berpartisipasi dalam kegiatan di Singapura, namun banyak juga yang baru bertemu, termasuk saya yang merasa terhormat dapat bergabung sebagai bagian dari BINUS Star dalam acara ini. Setelah makan siang, kami melakukan sesi ice breaking yang menyenangkan, di mana kami menggambar wajah teman di sebelah kami. Kami semakin mengenal satu sama lain saat dibagi menjadi tim yang terdiri dari lima orang Indonesia dan lima orang Singapura, ditugaskan untuk melakukan riset tentang disabilitas ganda dan menuliskannya di sticky notes. Kami juga mempersiapkan kunjungan komunitas untuk hari berikutnya. Hari pertama berjalan lancar, dan teman-teman dari Singapura serta rekan-rekan BINUS yang berasal dari luar wilayah Greater Jakarta kembali ke tempat masing-masing.

Hari-hari berikutnya membawa kami ke kunjungan komunitas pertama ke Rawinala di Jakarta Timur. Kami langsung terjun ke dalam kegiatan observasi, disambut oleh guru dan murid-murid berbakat yang menyanyikan lagu serta memainkan alat musik sebagai sambutan hangat. Para guru menceritakan latar belakang Rawinala, yang berawal dari impian seorang orang tua hebat untuk memberikan tempat bagi anak-anak dengan disabilitas ganda agar mereka merasakan kasih sayang dan mencapai kemandirian saat dewasa. Kelompok kami fokus pada orang tua sebagai stakeholder untuk intervensi kami. Kami mewawancarai orang tua murid yang hadir dalam seminar mitigasi gempa untuk anak-anak dengan disabilitas ganda. Beberapa jawaban mereka sangat mengena; ada yang mengungkapkan penyesalan karena pernah merasa malu dengan kondisi anaknya dan memilih untuk tidak membiarkannya keluar rumah. Namun, seiring waktu, mereka belajar menerima dan memberikan yang terbaik untuk perkembangan anak-anak mereka. Mereka bersyukur atas keberadaan Rawinala, karena semua perkembangan diajarkan dari nol—mulai dari membaca hingga memahami sopan santun.

Pada hari kedua kunjungan kami ke Rawinala, kami melanjutkan observasi lebih mendalam terhadap kegiatan di sekolah tersebut dan melakukan tur keliling fasilitas yang ada. Kami terkejut melihat betapa terorganisirnya pembagian kelas berdasarkan usia dan tujuan kemandirian siswa. Misalnya, ada kelas musik lengkap dengan alat musik, di mana salah satu gurunya adalah lulusan Rawinala yang kini menjadi tenaga kerja di sana. Selain itu, terdapat berbagai keterampilan lain yang diajarkan, seperti membuat telur asin sebagai persiapan untuk membantu berdagang di warung orang tua mereka. Kami juga mewawancarai perawat dan guru di Rawinala, dan terinspirasi oleh dedikasi mereka; mereka menyebut pekerjaan ini sebagai panggilan Tuhan meskipun terkadang sulit secara mental karena memerlukan kesabaran ekstra. Namun, karena dilakukan dengan sepenuh hati, mereka mampu menjalani tugas ini dengan baik. Setelah kunjungan ke Rawinala, kami menikmati waktu bebas di Central Park sambil berjalan bersama teman-teman baru.

Setelah mengumpulkan berbagai informasi selama dua hari tersebut, hari berikutnya adalah waktu untuk ideation—di mana kami mulai merancang prototype untuk mengatasi masalah-masalah yang dialami oleh stakeholder kami. Setelah mengidentifikasi kebutuhan orang tua dalam mendukung kemandirian anak-anak mereka, kami melakukan analisis mendalam seperti pembuatan user persona dan kategori masalah. Akhirnya, kelompok kami mendapatkan ide untuk menciptakan buku tracker kemandirian anak—sebuah buku yang dirancang untuk dipantau oleh orang tua dan guru dengan berbagai daftar kegiatan to-do list serta pencapaian yang memungkinkan siswa naik ke level selanjutnya dalam kemandirian.

Setelah finalisasi ide, hari berikutnya kami melakukan belanja untuk kebutuhan prototype. Hari itu juga dilanjutkan dengan waktu bebas di mana kami berkesempatan menjelajahi berbagai tempat menarik di Jakarta seperti Sarinah. Pada hari selanjutnya, kami fokus pada pembuatan hingga penyelesaian prototype yang kemudian dipresentasikan pada hari ketiga kunjungan komunitas. Hari itu juga menjadi momen perpisahan kami dengan teman-teman dari Rawinala saat kami mempresentasikan ide kepada para orang tua murid. Kami menyaksikan berbagai tantangan menarik ketika beberapa teman mencoba memotong gula jawa sambil mengenakan penutup mata.

Setelah perpisahan tersebut, hari berikutnya kami melaksanakan gallery walk di lantai dua BINUS Anggrek. Berbagai pengunjung datang menanyakan tentang Rawinala maupun konsep proyek kami. Para guru dari Rawinala pun hadir untuk menyaksikan produk hasil kerja keras kami. Hari itu menjadi salah satu momen berkesan karena kesempatan menjelaskan aspirasi-aspirasi yang telah kami lakukan kepada publik. Kelompok lain juga menunjukkan kreativitas mereka melalui berbagai prototype inovatif.

Akhirnya tiba hari terakhir—waktu untuk merayakan pencapaian proyek kami dan bersenang-senang sebelum perpisahan. Kami mengunjungi Kota Tua untuk belajar tentang sejarah melalui berbagai museum sebelum menutup acara di sebuah kafe dengan nyanyian dan ucapan terima kasih dari semua pihak serta pengumuman mengenai proyek paling banyak dipilih. Dengan penuh rasa syukur, kelompok kami menerima penghargaan sebagai proyek paling banyak dipilih.

Saya sangat berterima kasih kepada BINUS Internalization Office atas kesempatan ini bersama Temasek Foundation dan Singapore Polytechnic. Pengalaman ini akan selalu saya kenang sebagai sesuatu yang sangat berharga dalam perjalanan pengembangan diri saya.

Penulis: Novia Cuyanto