What is Wrong with My Body? Analisa Teori Psikososial Erikson (Identity vs Identity Confusion)
What is Wrong with My Body? Analisa Teori Psikososial Erikson (Identity vs Identity Confusion)
Kelompok 3:
Josephine Abigail Gunawan – 2602109555
Kevin Jonathan Japar – 2602105071
Olga Soetikno – 2602109510
Theresia Muliadi – 2602104610
Vivian Halim – 2602111093
1. Latar Belakang
Di zaman sekarang, ada banyak remaja yang rela melakukan hal ekstrem atau berbahaya demi mewujudkan proporsi badan yang ideal agar dapat tampil menarik di mata orang lain. Penampilan fisik menjadi sebuah kekhawatiran besar karena adanya standar kecantikan, yaitu proporsi badan yang ideal atau body goals. Adanya tuntutan untuk tampil menarik dengan memiliki proporsi badan yang ideal ini membuat para remaja kerap mengalami body dissatisfaction dan terdorong untuk menurunkan berat badan dengan cara yang beresiko seperti diet ekstrem, mengonsumsi pil diet secara berlebihan, makan hanya sekali dalam sehari, dan sengaja memuntahkan makanan. Banyak remaja-remaja yang melakukan diet ekstrem tanpa menyadari atau bahkan tidak peduli dengan akibat dari diet yang dilakukannya.
Fenomena body dissatisfaction marak terjadi di Indonesia. Penelitian menunjukkan bahwa 80% dari 120 partisipan remaja memiliki persepsi negatif terhadap tubuhnya sendiri (Kurniawan et al., 2015). Fenomena body dissatisfaction juga dapat dipengaruhi oleh body shaming atau kritik terkait dengan berat badan atau ukuran tubuh yang didapat dari lingkungan sekitar sehingga tidak jarang ditemukan juga bahwa remaja-remaja yang mengalami body dissatisfaction ini memiliki kecenderungan eating disorder akibat pola diet yang buruk demi keinginannya untuk memiliki tubuh atau berat badan yang ideal.
Prevalensi eating disorder termasuk dalam kategori tinggi di dunia. Dari 2.980 partisipan penelitian, ditemukan lifetime prevalence anorexia nervosa 0,6%, bulimia nervosa 1,0%, dan binge-eating disorder 2,8% (Hudson et al., 2007). Hal ini didukung dengan studi pada 94 literatur di seluruh dunia yang membuktikan bahwa rata-rata prevalensi eating disorder dari periode tahun 2000-2006 adalah 3,5% yang kian meningkat hingga menjadi 7,8% pada periode tahun 2013-2018. Tingkat prevalensi eating disorder menunjukkan sebesar 7,4% (Pengpid & Peltzer, 2018). Penelitian menunjukkan, 52,7% dari 201 partisipan remaja SMA di Jakarta Timur mengalami eating disorder (Syifa & Pusparini, 2018). Oleh karena itu, dari berbagai penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa body dissatisfaction hingga kecenderungan eating disorder yang tinggi pada remaja merupakan masalah yang cukup serius.
2. Teori
2.1. Adolescence
Adolescence, menurut Erikson, adalah tahapan yang paling penting dalam perkembangan individu yang terjadi diantara masa pubertas sampai dewasa muda
dimana target yang harus dicapai pada akhir tahapan ini adalah individu sudah harus memiliki pemikiran dan konsep yang kuat akan identitas ego mereka. Pada tahapan ini juga, Erikson melihat tahapan ini sebagai tahapan social latency dimana walaupun dengan adanya perkembangan dorongan seksual dan kognitif, individu dapat menunda mereka dengan mengarahkannya pada kegiatan mengeksplorasi diri untuk mencari identitas jati diri mereka dengan melakukan banyak trial dan error (Feist et al; 2018). 2.2. Identity vs. Identity Confusion
Teori Erikson, identity vs identity confusion, merupakan tahapan perkembangan kognitif yang ke-5 ketika remaja mengalami periode adolescence dan hal tersebut dapat dicirikan dengan para remaja yang sudah mulai memiliki keinginan kuat untuk mencari siapa sebenarnya identitas atau jati diri mereka dalam lingkungan sosial. Dengan adanya peristiwa dalam tahapan ini, pubertas seorang remaja berperan penting untuk membantu mereka menemukan identitas mereka dalam hal seksualitas, ideologi, dan pekerjaan mereka. Hal ini dapat menyebabkan kesadaran bagi para remaja ketika mereka membuat self-image yang mereka sukai maupun tidak sukai yang nantinya menjadi alasan bagaimana remaja menumbuhkan benih pengetahuan akan siapakah jati diri mereka yang sebenarnya (Feist et al; 2018).
3. Analisa
Fenomena yang telah dijelaskan sebelumnya, yakni mengenai body dissatisfaction merupakan salah satu bagian konflik dalam tahap perkembangan identity vs identity confusion. Akan tetapi, konflik tersebut dapat menyebabkan proporsi dari elemen distonik, yakni identity confusion menjadi berlebihan yang mengurangi basic strength (fidelity) dalam diri individu dan mengarahkannya pada core pathology (role repudiation) dari tahap perkembangan ini. Body dissatisfaction bisa berujung pada penolakan dan muncul rasa benci terhadap diri sendiri sehingga terkadang beberapa dari remaja melakukan hal yang berbahaya atau bisa dikatakan menyiksa diri sendiri untuk mencapai body goals dengan cara-cara yang sangat tidak dianjurkan oleh sisi medis. Salah satu dampaknya yaitu munculnya eating disorder pada diri remaja. Penolakan dan rasa benci terhadap diri sendiri pada remaja termasuk ke dalam gejala core pathology yang mana dalam konteks tahap perkembangan ini disebut sebagai role repudiation.
4. Coping Strategy
Penelitian Cash et al. (2005) mengatakan bahwa terdapat 3 coping mengenai body dissatisfaction, yakni avoidance coping strategy, appearance fixing coping, dan positive rational acceptance coping. Pada dasarnya, avoidance coping strategy adalah cara dengan melibatkan individu untuk menghindari pikiran maupun perasaan negatif yang dapat membuat seorang individu merasa insecure. Appearance fixing coping adalah cara dengan mencoba untuk menutupi, menyembunyikan, atau mengubah penampilan tubuh mereka yang mereka kurang sukai. Terakhir, positive rational acceptance coping adalah cara dengan melibatkan individu untuk menggunakan aktivitas mental mereka untuk memunculkan mindset untuk melakukan suatu hal yang positif pada diri mereka sendiri.
Dari ketiga coping ini, kami jadikan sebagai referensi untuk membuat dan memberikan saran/strategi coping yang berasal dari kelompok kami sendiri yang mana aman dan sehat untuk dilakukan. Saran/strategi coping yang telah kami buat adalah sebagai berikut,
4.1. Self-love coping strategy
Self-love coping strategy merupakan suatu cara dimana individu menggunakan
pikiran dan perasaannya untuk menerima dan menghargai apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan dalam dirinya sendiri sehingga membuat diri merasa lebih baik dan semakin percaya diri.
4.2. Self-care coping strategy
Self-care coping strategy merupakan cara dimana individu merawat dirinya sendiri dengan menggunakan beberapa cara yang sehat dan sangat dianjurkan oleh sisi medis. Seperti berolahraga secara rutin dan tidak berlebihan, memakan makanan yang bergizi, minum air sesuai dengan kebutuhan tubuh, mengurangi makanan yang mengandung lemak dan karbohidrat yang berlebihan, dan sebagainya.
4.3. Finding Social support coping strategy
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa lingkungan sosial merupakan salah satu faktor yang penting dalam body dissatisfaction. Lingkungan sosial bisa saja menuntut dengan sangat dan bahkan menghakimi diri kita yang membuat diri kita stress, cemas, dan merasa putus asa. Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk diri kita mencari dan menemui lingkungan sosial yang bisa mendukung proses kita dalam menerima dan merawat diri kita sendiri.
5. Lampiran
Link poster :
https://www.canva.com/design/DAFmc3_SIeM/oxfmwxg0zsuuzAO-j7HmUQ/view?utm_content=DAFmc3_SIeM&utm_campaign=designshare&utm_medium=link&utm_source=publis hsharelink
Referensi
Permanasari, K., & Arbi, D. K. A. (2022). Pengaruh ketidakpuasan tubuh terhadap kecenderungan gangguan makan pada remaja. Buletin Riset Psikologi dan Kesehatan Mental, 2, 776-788.
Safitri, A. O., Novrianto, R., & Marettih, A. K. E. (2019). Body dissatisfaction dan perilaku diet pada remaja perempuan. Jurnal Psibernetika, 12(2), 100-105. https://journal.ubm.ac.id/index.php/psibernetika/article/download/1673/1598
Feist, G. J., Roberts, T., & Feist, J. (2021). Theories of personality: Tenth edition. McGraw-Hill.
Cash, T. F., Santos, M. T., & Williams, E. F. (2005). Coping with body-image threats and challenges: validation of the Body Image Coping Strategies Inventory. Journal of Psychosomatic Research, 58(2), 190-199.https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0022399904005495?via%3Dih ub
Tugas Personality Psychology kelas LC44 dengan dosen pengajar (Danika Nurkalista, M.Si., Psi.)
Comments :