Pasca terbitnya UU PLP (Pendidikan dan Layanan Psikologi) Nomor 23 Tahun 2022, terdapat sejumlah aspek yang menurut Juneman Abraham – yang juga Pengurus Pusat Himpunan Psikologi Indoensia (HIMPSI) Kompartemen BPengembangan Pendidikan dan Standar Kompetensi Psikologi – perlu diperhatikan:

1) Psikologi banyak irisan antar spesialisasinya.

Belajar dari perkembangan dalam dunia Kedokteran yang sudah menerbitkan SE Kemenkes Nomor HK.02.01/MENKES/5/2023 mengenai Shared Competency (Lengkapnya: PENATAAN PELAYANAN KESEHATAN BAGI DOKTER SPESIALIS/DOKTER GIGI SPESIALIS DAN DOKTER SUBSPESIALIS/DOKTER GIGI SUBSPESIALIS DENGAN KOMPETENSI YANG BERSINGGUNGAN MELALUI SHARED COMPETENCY DI RUMAH SAKIT); sebaiknya RPP (Rancangan Peraturan Pemerintah) atau RaPermen (Rancangan Peraturan Menteri) juga memuat ketentuan (umum/khusus) mengenai Shared Competency bidang Psikologi; agar tidak menjadi ‘pekerjaan rumah’ kelak di masa depan.

Lihat juga pemberitaan: Cegah ‘Rebutan Lahan’, Kemenkes Rilis Edaran Buat Dokter Spesialis

 

2) Permendikbudristek 6 / 2022 tentang IJAZAH, SERTIFIKAT KOMPETENSI, SERTIFIKAT PROFESI, GELAR, DAN. KESETARAAN IJAZAH PERGURUAN TINGGI NEGARA LAIN, menyebutkan adanya Area Kompetensi Lulusan.

Meneladani PP Keinsinyuran Pasal 5 yang menyebutkan secara tegas Cakupan Disiplin Teknik Keinsinyuran, entah di RPP atau di RaPerMen, diusulkan agar Cakupan Disiplin Psikologi juga disebutkan secara tegas. Hal ini kelak akan menjadi ketentuan induk dalam membuat turunan Area Spesialis/Sub-Spesialis atau Area Kompetensi.

 

3) Dengan meneladani KepMenKes NOMOR HK.01.07/MENKES/321/2020 TENTANG STANDAR PROFESI EPIDEMIOLOG KESEHATAN, khususnya BAB IV DAFTAR POKOK BAHASAN, MASALAH, DAN KETERAMPILAN sebaiknya RPP atau RaPerMen menyebutkan secara eksplisit juga ihwal tersebut.

Masalah yang dikemukakan sebagian dapat mengambil dari Draft Kedua Naskah Akademik RUU Praktik Psikologi (2021). Pada halaman 24 Tabel 2.3.2.1. dan 2.3.2.2. terdapat Tabel besaran Fenomena/Kasus, Urgensi, dan Solusi.

Sumber gambar

4) RPP atau RaPerMen Layanan Psikologi hendaknya memuat tafsir terhadap UU PLP , khususnya:

  • a) Pasal 26 ayat (2) : Psikolog dalam memberikan Layanan Psikologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibantu oleh atau bekerja sama dengan lulusan pendidikan akademik Psikologi.

Positioning lulusan pendidikan akademik Psikologi dalam memberikan layanan psikologi sesuai hak dan kewenangannya secara mandiri (atau tidak), berdasarkan frasa ‘bekerja sama dengan‘, perlu ditegaskan dalam RPP/RaPerMen agar tidak menjadi area perdebatan tafsir tanpa ujung.

 

  • b) Definisi Induk Organisasi Profesi perlu ditegaskan.

Definisi Induk OP sudah ada presedennya di PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 3 TAHUN 2014.

 

Pasal 1 butir 65 menyebutkan:

Induk Organisasi Profesi adalah organisasi profesi yang membina,  mengembangkan, dan mengkoordinasikan satu profesi atau gabungan organisasi profesi dari satu jenis profesi yang merupakan anggota federasi cabang profesi internasional yang bersangkutan.

 

5) Berdirinya Magister Pendidikan Dokter di Unair dan perguruan tinggi lain (misal: Magister Pendidikan Kedokteran di FK UI), menimbulkan kesan adanya keserupaan dengan nama fakultas di sejumlah perguruan tinggi penyelenggara pendidikan psikologi, yaitu Fakultas Pendidikan Psikologi seperti di:

 

– Universitas Negeri Jakarta (UNJ) : https://psikologi.unj.ac.id/profil/profil-fakultas/

– Universitas Negeri Malang (UM): http://tutorial.um.ac.id/category/fakultas/fakultas-pendidikan-psikologi/

– Universitas Negeri Padang (UNP): https://unp.ac.id/news/01-09-2021/rektor-unp-lantik-pimpinan-fakultas-pendidikan-psikologi-dan-kesehatan

 

Penamaan Fakultas kiranya perlu ditata agar tidak menimbulkan kerancuan, misalnya seolah-olah yang berwenang mendidik calon psikolog adalah para alumni Fakultas Pendidikan Psikologi saja.