From Disability to Ability (Bagian III)
Ketika sedang berada di Dining Hall yang berada di Athletes Village, salah seorang atlet menanyakan kepada saya “Mbak disini kita bisa melihat orang macem-macem ya (bermacam-macam disabilitas), mana yang menurut Mbak paling aneh?”. Ya memang atlet-atlet yang mengikuti Asian Para Games memiliki beragam disabilitas, yaitu cerebral palsy, bertubuh kerdil dan bertubuh tinggi menjulang, tuna netra, low vision, autis, tuna grahita, serta tuna daksa. Meskipun demikian saya tidak melihat adanya kerendahan diri pada mereka, baik ketika berada di athletes village, di tempat pertandingan, atau saat bertemu masyarakat luas. Mereka sangat mampu menerima keterbatasan yang dimilikinya. Bahkan keterbatasan itu sering dijadikan sebagai bahan bercanda tanpa menimbulkan ketersinggungan.
Tentu saja tidak mudah bagi para atlet untuk berada pada kondisi yang nyaman dengan dirinya seperti saat ini. Seorang atlet ten pin bowling menceritakan bahwa tidak mudah baginya menerima kondisi yang mengharuskannya kehilangan sebelah kakinya karena kecelakaan. Ia sangat frustasi dan tidak ingin dikasihani oleh orang lain. Kemudian ketika berkumpul dengan penyandang disabilitas yang lain, ia menyadari bahwa dirinya lebih beruntung dari teman-teman lain yang memiliki keterbatasan lebih dari dirinya. Hal ini mendorongnya untuk bangkit dan mengatasi keterpurukannya.
Para atlet para games telah mampu memberdayakan dirinya. Mereka mengalahkan perasaan tidak mampu karena keterbatasannya dengan mengembangkan diri melalui aktivitas yang produktif. Selain menjadi atlet, di kesehariannya atlet ten pin bowling menekuni beragam profesi, seperti penjahit, pengurus NPC (National Paralympic Committee), pegawai negeri. Sayangnya belum semua penyandang disabilitas dapat menghargai dirinya dan tergerak untuk mengembangkan diri. Saat ada acara di luar (athletes villages) ada pengemis yang kebetulan mengalami disabilitas meminta-minta pada para atlet. Para atlet pun segera mengambil uang untuk diberikan pada pengemis itu. Saya yang melihat peristiwa itu merasa miris dan janggal. Keduanya mengalami kondisi yang sama, yaitu disabilitas, tetapi mereka berada dalam posisi yang berbeda (satu memberi dan satu menerima). Para atlet telah menunjukkan bagaimana mereka dapat mengubah disability menjadi ability, sedangkan pengemis itu tidak. Peristiwa ini merupakan bukti bahwa sejatinya atlet Asian Para Games itu merupakan pemenang kehidupan dan merupakan sumber inspirasi. Mereka dapat membuat dirinya berharga dengan terlebih dahulu menghargai dirinya.
-Selesai-
Comments :