Cara Menenangkan diri: Square Breathing
Ketika “alarm” menyala
Dalam pelatihan EMDR Level 1 yang saya ikuti pada 23-27 Juli 2018 yang lalu, saya diingatkan kembali suatu teknik untuk menenangkan diri. Untuk menegaskan betapa pentingnya teknik ini, Dr. Derek Farrell mengungkapkan satu kalimat yang berkesan “When anxiety goes up, IQ goes down”. Ia memberikan contoh dari pengalaman pribadinya, bahwa dalam keadaan cemas, ia menjadi tidak bisa berpikir rasional. Alkisah, ia sedang menginap di suatu negara di Timur Tengah, setelah menyampaikan training. Dalam tidurnya, ia bermimpi bahwa tempat tidurnya bergejolak. Ia pun memaksakan dirinya agar terbangun. Saat terbangun, ternyata tempat tidurnya tetap bergerak-gerak! Ia pun menjadi panik, mengira ada hantu atau roh jahat yang mengganggu di kamar tersebut. Ia sudah merencanakan untuk segera lari ke resepsionis, melaporkan ada gangguan roh jahat, dan meminta untuk pindah kamar.
Kondisi yang dialami Dr. Derek Farrell dalam cerita di atas adalah kondisi cemas. Kondisi cemas ibarat gedung yang alarm kebakarannya menyala, padahal tidak ada api yang membahayakan. Saat cemas, detak jantung meningkat, napas menjadi lebih cepat, otot menegang, siap untuk berlari atau melawan. Kondisi ini berguna, kalau ternyata ada bahaya, memang kita harus cepat-cepat pergi dari situasi tersebut. Tapi kalau tidak ada bahaya masih terus cemas, tentu fisik dan mental menjadi lelah. Alarm yang terus-terusan menyala akan menghabiskan batere.
Lalu bagaimana mematikan alarm tersebut?
Caranya adalah dengan mengatur napas. Salah satu cara mengatur napas yang bisa digunakan ialah square breathing atau pernapasan segi empat. Cara:
- Tarik napas dengan lembut melalui hidung, rasakan perut Anda menggembung seperti balon yang ditiup (kira-kira selama 4 detik),
- Tahan napas (kira-kira 4 detik),
- Hembuskan napas perlahan-lahan melalui mulut, bayangkan Anda sedang meniup lilin (sekitar 4 detik),
- Tahan napas (kira-kira 4 detik),
- Ulangi lagi dari awal, dan lakukan beberapa kali (mis: 4 kali) sambil memperhatikan perubahan pada tubuh dan perasaan.
Agar tetap fokus, Anda bisa bernapas sambil membayangkan bujur sangkar atau sambil melihat benda segi empat di sekelilingmu (misalnya: jendela). Jika ada pikiran-pikiran yang muncul, anggaplah pikiran tersebut seperti awan yang berlalu pergi, lalu lanjutkan fokus pada pernapasan. Saat kita bernapas dalam dan perlahan, detak jantung pun menjadi lebih pelan. Perasaan jadi lebih tenang. Bagian otak yang mengatur “alarm” ini, yaitu amigdala jadi semakin turun aktivitasnya. Alarm berhasil dimatikan. Pada saat inilah kita mulai bisa berpikir rasional, menggunakan kembali “IQ” yang kita miliki.
Kembali lagi ke cerita Dr. Derek Farrell, sebelum lari ke resepsionis, beliau menerapkan teknik mengatur napas. Seiring dengan teraturnya napas, maka detak jantungnya menjadi bertambah pelan. Ia pun menjadi berpikir dengan jernih. Barulah ia teringat bahwa bisa saja gerakan tempat tidur yang ia alami adalah karena gempa bumi. Segera ia mengecek aplikasi terkait gempa di internet. Ternyata betul, di daerahnya baru saja terjadi gempa bumi! Ternyata, gempa bumi yang menyebabkan bergoyangnya tempat tidur, bukan hantu atau roh jahat. Seiring dengan menurunnya kecemasan, maka “IQ” beliau pun dapat digunakan kembali. Teknik ini juga bisa berguna bagi Anda yang sedang mempersiapkan diri untuk sidang skripsi. Selain latihan presentasi dan membaca ulang skripsi, Anda bisa melatih teknik pernapasan ini agar menghindari kecemasan yang dapat “menurunkan IQ”. Jadi, ingat-ingat: kalau cemas, atur napas. Selamat mencoba! ❤
Tentang penulis:
Pingkan C. B. Rumondor, M.Psi., Psikolog ialah seorang psikolog klinis dewasa yang tertarik dengan isu hubungan romantis baik pacaran maupun pernikahan, serta trauma. Telah mengikuti workshop Couple and Family Therapy, serta sertifikasi terapis EMDR, dan sertifikasi alat ukur kepribadian Lumina. Bisa dihubungi di pingkan_rumondor@binus.ac.id.
Comments :