Forgiveness: Indahnya Saling Mengampuni
Haii Para Pembaca…
Masih dalam suasana “Lebaran”, saya hendak menyampaikan “Selamat merayakan hari raya Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin”.
Lebaran tidak hanya dimaknai sebagai hari raya nan suci. Namun, berlebaran juga merupakan sebuah tradisi/budaya khususnya bagi masyarakat Indonesia yang ditandai dengan “mudik” (pulang ke kampung halaman) untuk bersilahturahmi dengan kerabat. Jika ditelisik lebih jauh, tidak sedikit waktu maupun uang yang harus dikeluarkan. Mereka rela menempuh jarak yang jauh serta mengeluarkan dana yang cukup besar untuk berkumpul dan merasakan kehangatan moment Idul Fitri bersama orang-orang yang dicintai.
Disetiap moment lebaran, tentu ada hal yang senantiasa dilakukan setiap orang baik dalam ruang lingkup keluarga maupun dengan masyarakat di sekitar yakni saling bersalaman untuk memohon maaf lahir dan batin. Perilaku saling memaafkan ini tentu sangat menarik untuk ditelaah lebih jauh. Pada artikel ini, penulis akan mencoba membedah lebih jauh mengenai “Tindakan mengampuni kesalahan orang lain” (forgiveness) dari pendekatan psikologi.
Mari…saya ajak pembaca lebih memahami apa itu mengampuni, dampak positif yang diperoleh serta 7 tahap yang membuat anda tepat dalam meminta maaf kepada orang lain.
Pengampunan didefinisikan sebagai “keputusan sadar yang disengaja untuk melepaskan perasaan kesal atau pembalasan terhadap seseorang atau kelompok yang telah menyakiti anda, terlepas dari rasa pantas untuk mendapat permohonan maaf anda atau tidak (Radford, 2016). Selain itu, hasil dari beberapa penelitian mengenai forgiveness yang dimuat dalam buku “Forgiveness: a sampling of research results” yang dilansir oleh APA Team of United Nations (2006) menjelaskan bahwa pengampunan merupakan proses (atau hasil dari suatu proses) yang melibatkan perubahan dalam emosi dan sikap tentang seorang terhadap pihak/orang yang melakukan kesalahan.
Setelah mengetahui makna dari mengampuni, anda perlu mengetahui dampak positif mengampuni. Merujuk hasil riset yang dilakukan oleh Harris (2001) yang dilansari oleh Nancy Radford dalam artikelnya menunjukan bahwa individu yang memaafkan kesalahan orang lain dapat menurunkan kemarahan dan stress dibandingkan orang lain yang menyimpan rasa marah dan sakit hati. Selain itu, 5 keuntungan yang diperoleh individu dari sikap memaafkan yakni (a) membantu penyembuhan psikologis melalui perubahan yang positif, (b) meningkatkan kesehatan fisik dan mental, (c) mengembalikan kekuatan pada pribadi korban, (d) membantu membawa rekonsiliasi antara yang korban dan pelaku (orang yang berbuat salah) dan (e) adanya harapan untuk penyelesaian konflik antar kelompok.
Hal menarik dipaparkan oleh Jen Kim dalam salah satu rubrik psychology today yang berjudul “7 ways to truly say you’re sorry”. Beliau menjelaskan setidaknya 7 hal yang membuat individu mampu untuk meminta maaf:
- Akui kesalahan yang telah anda perbuat
- Bersikaplah tulus
- Sampaikan permohonan maaf kepada orang lain
- Hindari mempunyai pemikiran bahwa permohonan maaf berorientasi pada menang atau kalah
- Janganlah terus menyalahkan orang lain
- Bersiap untuk berulang kali menyampaikan permohonan maaf
- Jelaskan pada orang tersebut tentang bagaimana anda akan berubah dan berjanji tidak mengulangi kesalahan.
Langkah pertama untuk membuat permintaan maaf, menurut Dr. Elizabeth M. Minei (dalam Kim, 2018) adalah anda harus mampu menjelaskan kesalahan yang anda perbuat. Orang yang membuat kesalahan harus mengakui dan menunjukkan pemahaman mereka tentang mengapa mereka menyakiti orang lain. Hal lain yang perlu anda pahami yakni seringkali permohonan maaf tidak bersifat tulus. Sebagai contoh: “Aku minta maaf tapi …”. Permintaan maaf yang tulus dan rendah hati, menurut terapis New York City, Kimberly Hershenson (dalam kim, 2018) tidak mencoba untuk membenarkan kesalahan. Sebaliknya, itu “menunjukkan bahwa Anda mengenali tindakan menyakitkan Anda, menerima tanggung jawab, dan bersedia mengambil komitmen untuk berubah.
Perlu diketahui bahwa ketika meminta maaf, sebenarnya anda memberi orang lain kesempatan untuk bereaksi dan merespons. Beri mereka waktu. Menurut terapis hubungan Rhonda Milrad (dalam Kim, 2018) mengatakan, ‘Saya tidak akan melakukannya jika anda tidak melakukan ini terlebih dahulu’ mengirim pesan bahwa anda sesungguhnya tidak bertanggung jawab atas tindakan Anda.” Dengan kata lain, anda tetap meletakan kesalahan pada diri orang lain dan permohonan maaf yang bersyarat. Hal terpenting yang juga perlu dipikirkan dengan baik adalah proses anda berubah dan berkomitmen untuk tidak melakukan bahkan mengulangi kesalahan. Permohonan maaf anda tentu tidak akan bermakna jika pada prosesnya anda tidak menunjukan adanya kemauan untuk berubah.
Diakhir dari artikel ini, penulis hendak mengajak para pembaca untuk berani mengakui kesalahan dan meminta maaf pada orang lain. Ingat, saat kita mampu melepaskan pengampunan maka rasakan manfaatnya bagi diri anda.
“The weak can never forgive. Forgiveness is an attribute of the strong.”
(Mahatma Gandhi)
Sumber:
APA team of united nations. (2006). Forgiveness: a sampling of research results. USA: American Psychology Association.
Kim, J. (2018). 7 ways to truly say you’re sorry. Retrieved from https://www.psychologytoday.com/us/blog/valley-girl-brain/201709/7-ways-truly-say-youre-sorry
Radford, N. (2016). Forgiveness: the key to a happier future. Retrieved from https://positivepsychologyprogram.com/forgiveness/.