Pada hari Rabu, 22 Oktober 2025, mahasiswa psikologi Binus University melakukan kunjungan ke SMPN 111 Jakarta Barat untuk mengobservasi proses pembelajaran di kelas 2 SMP. Selain observasi di dalam kelas, kami juga melakukan wawancara singkat dengan satu guru pengajar dan empat orang siswa. Kegiatan observasi dilakukan pada kelas Bimbingan Konseling yang diajar oleh Ibu X, dengan jumlah siswa sebanyak 36 orang. Dalam proses pembelajaran tersebut, Ibu X menggunakan model pembelajaran yang berlandaskan Project-Based Learning dan teori konstruktivistik Vygotsky, diperkuat oleh prinsip Piaget tentang asimilasi-akomodasi, serta praktik Cooperative Learning yang menekankan interaksi dan tanggung jawab individu dalam kelompok.

Kami dijadwalkan untuk melakukan observasi pada pukul 07.20 sampai dengan 08.00 WIB. Observasi dilakukan di salah satu ruang kelas VIII yang cukup luas dan memiliki fasilitas pembelajaran yang lengkap. Meja dan kursi siswa disusun membentuk setengah lingkaran, dengan memberi sedikit ruang di tengah. Ruangan tersebut terdiri atas 36 kursi dan meja siswa, serta dilengkapi dengan 2 speaker, 1 proyektor, 6 lampu, 1 papan tulis, 1 jam dinding, 5 kipas angin, dan 2 unit AC yang digunakan saat siang hari. Selain itu, di dalam kelas juga tersedia kotak P3K sebagai upaya keamanan terhadap kondisi darurat.

Tidak hanya itu, kelas ini juga memiliki beberapa fasilitas dalam mendukung literasi siswa, terdapat pojok baca dan pohon literasi yang bertujuan untuk mendorong minat baca dan menulis siswa. Terdapat pula mading poster yang berisikan karya dan informasi pembelajaran, serta peta dunia yang digunakan sebagai media visual pendukung materi. Kelas juga dilengkapi dengan loker untuk menyimpan barang pribadi siswa. Setiap siswa memperoleh satu kursi dan satu meja belajar secara individual. Jendela kelas menggunakan gorden tipis atau transparan yang memungkinkan cahaya alami tetap masuk sehingga kelas terasa terang dan nyaman.

Saat pembelajaran di kelas, guru memberikan materi mengenai isu narkoba. Satu kelas yang terdiri dari tiga puluh enam siswa dibagi menjadi enam kelompok, dan setiap kelompok mempresentasikan materi menggunakan media seperti poster, Canva, atau PowerPoint. Setelah presentasi, sesi tanya jawab dilakukan untuk memperkuat pemahaman, melatih keberanian, dan menumbuhkan pemikiran kritis siswa. Guru tidak bertindak sebagai satu-satunya narasumber, tetapi sebagai fasilitator yang membimbing serta meluruskan apabila penjelasan siswa kurang tepat, sesuai dengan peran guru dalam pembelajaran konstruktivistik modern (Rahmawati & Taylor, 2018). Penilaian diberikan melalui kontribusi individu dalam kelompok, penilaian teman sebaya, keaktifan dalam tanya jawab, serta kualitas karya yang ditampilkan saat presentasi.

Proses pembelajaran ini mencerminkan pendekatan Project-Based Learning (PjBL) karena siswa tidak hanya menerima materi, tetapi terlibat dalam proses merancang, mencipta, mempresentasikan, dan merefleksikan hasil proyek seperti poster, mading 3D, atau media digital (Kokotsaki, Menzies & Wiggins, 2016; Widodo & Kadarwati, 2020). Dalam perspektif Vygotsky, kegiatan ini memperkuat konsep social constructivism dan Zone of Proximal Development (ZPD) karena siswa belajar melalui diskusi kelompok, saling membantu (scaffolding), sementara guru berperan sebagai fasilitator (Budiyanto & Widiansyah, 2021). Dari sudut pandang Piaget, proses pembuatan proyek dan sesi tanya jawab memunculkan konflik kognitif ketika pendapat antar kelompok berbeda atau jawaban dikritisi teman, sehingga mendorong siswa melakukan asimilasi dan akomodasi untuk menyesuaikan pemahamannya (Ibbotson, 2020). Selain itu, Project-Based Learning yang dilaksanakan secara berkelompok sejalan dengan prinsip Cooperative Learning menurut Johnson & Johnson yang menekankan positive interdependence (saling ketergantungan dalam menyelesaikan proyek), individual accountability (setiap anggota tetap dinilai kontribusinya), face-to-face interaction (diskusi langsung saat menyusun poster), dan group processing (refleksi setelah presentasi) (Gillies, 2016). Dengan demikian, Project-Based Learning di kelas ini bukan sekadar kegiatan membuat produk visual, tetapi proses belajar aktif yang memperkuat teori konstruktivisme dan mengembangkan keterampilan seperti kolaborasi, kreativitas, komunikasi, dan berpikir kritis.

Artikel ini ditulis oleh: Vanessa Patricia, Alicia Yobelea, Marsya, Elsa Starina, Valerie Elvaretta, Amelia Aziziah dengan dosen pembimbing: Muhammad Nanang Suprayogi S.Psi., M.Si. Ph.D.

 

Referensi

Budiyanto, C., & Widiansyah, A. (2021). Collaborative learning based on Vygotsky’s Zone of Proximal Development in classroom interaction. International Journal of Instruction, 14(3), 85–100.

Gillies, R. M. (2016). Cooperative learning: Review of research and practice. Australian Journal of Teacher Education, 41(3), 39–54.

Ibbotson, P. (2020). Piaget’s constructivism in the modern classroom. Educational Psychology Review, 32(4), 1117–1135.

Kokotsaki, D., Menzies, V., & Wiggins, A. (2016). Project-based learning: A review of the literature. Improving Schools, 19(3), 267–277. https://doi.org/10.1177/1365480216659733

Rahmawati, Y., & Taylor, P. (2018). The transformation of teachers’ understanding of collaborative learning through professional learning. Reflective Practice, 19(3), 415–429. https://doi.org/10.1080/14623943.2018.1479683

Widodo, A., & Kadarwati, S. (2020). Problem-based and project-based learning in 21st century learning. International Journal of Instruction, 13(3), 827–844. https://doi.org/10.29333/iji.2020.13355a