Generasi Z adalah kelompok orang yang tumbuh besar ketika komputer, ponsel, dan internet menjadi bagian penting dalam hidup. Mereka dapat dengan mudah melihat berita dan mempelajari apa yang terjadi di dunia, yang membantu mereka memahami isu-isu sosial, sekolah, dan pekerjaan. Namun, mengetahui begitu banyak hal sepanjang waktu juga dapat membuat mereka merasa khawatir atau stres. Banyak penelitian menunjukkan bahwa mereka sering terlalu banyak memikirkan berbagai hal, seperti apa yang mungkin terjadi di masa depan, kekhawatiran akan membuat kesalahan, atau apa yang mungkin dipikirkan orang lain tentang mereka. Hal ini membuat beberapa orang bertanya-tanya: apakah banyak berpikir bermanfaat bagi mereka, atau justru membuat mereka merasa semakin stres dan lelah setiap hari? Karena di sisi lain, fenomena ini juga merupakan bentuk kecil kita menganalisa secara dalam untuk memikirkan atau memprediksi perencanaan dan pengambilan keputusan, tetapi berpikir secara terus-menerus dapat menimbulkan stress, bekurangnya memaknai kesejahteraan hidup, overthinking menjadi hambatan mental yang perlu diperhatikan. 

 

Overthinking Adalah Bentuk Waspada atau Kecemasan Berlebihan?

Secara psikologis, overthinking adalah cara berpikir yang berulang dan sulit untuk dihentikan, biasanya terkait dengan kekhawatiran akan kemungkinan negatif di masa depan. Dalam pandangan teori psikologi kognitif, pikiran yang berulang sebenarnya berfungsi sebagai cara untuk mengantisipasi bahaya: otak berusaha mencari cara untuk mengatasi masalah sebelum muncul. Pada waktu tertentu, ini bisa menjadi cara berpikir yang positif, karena memotivasi seseorang untuk merencanakan masa depan dengan lebih baik, mempertimbangkan risiko, dan membangun pola pikir yang kritis. Namun, overthinking menjadi hal buruk ketika tingkat pikiran berlebihan menyebabkan stres, sulit tidur, kelelahan mental, bahkan menghindari interaksi sosial. Otak berfungsi terus-menerus layaknya mesin yang tidak pernah berhenti, membuat individu kesulitan untuk berkonsentrasi pada tugas dan kehidupan sehari-hari. Alih-alih menyelesaikan masalah, mereka justru terperangkap dalam lingkaran kekhawatiran yang tidak pernah berakhir.

 

Mengapa Gen Z Rentan Mengalami Overthinking?

 

Generasi Z sering kali lebih mudah terjebak dalam pikiran berlebihan karena mereka berada di tengah lingkungan yang penuh dengan rangsangan mental, tuntutan sosial, dan harapan masa depan yang tinggi. Dari sudut pandang psikologis, terlalu banyak informasi yang diterima melalui media sosial dan dunia maya membuat pikiran mereka harus bekerja lebih keras untuk mempertimbangkan berbagai kemungkinan dan risiko. Ketika otak menghadapi beragam masukan yang berkaitan dengan perbandingan sosial, pencapaian orang lain, atau berita buruk, hal ini dapat memicu kecenderungan untuk merenung—di mana mereka terus-menerus memikirkan hal-hal yang mengundang kecemasan. Selain itu juga, Gen Z hidup di lingkungan sosial yang banyak dorongan untuk menjadi sukses yang sesuai standar sosial, tidak boleh gagal, harus tampil positif. Hal ini menjadi tekanan yang menyebabkan mereka (Gen Z) sangat berhati-hati dengan masa depan yang menimbulkan berbagai segala rencana di dalam pikiran, khawatir hasil yang tidak sesuai, hingga kesalahan yang belum terjadi.


Penulis: Rizky Pramoedya – 2602167492

Editor: Andrea Prita Purnama Ratri

 

Referensi 

 

UPT Layanan Psikologi UNP. (2025). Overthinking: Ketika pikiran tak pernah berhenti bekerja. https://uptlayananpsikologi.unp.ac.id/2025/10/15/overthinking-ketika-pikiran-tak-pernah-berhenti-bekerja/

 

Ramona Putri, E. (2024, Desember). Ketika Overthinking Jadi Penyakit Gen Z. Sepenuhnya. Diakses dari https://www.sepenuhnya.com/2024/12/ketika-overthinking-jadi-penyakit-gen-z.html