Isu mental health pada generasi muda semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir, terutama di tempat pendidikan dan dunia kerja awal. Duck Syndrome, yaitu kondisi ketika seseorang tampak tenang, stabil, dan produktif di luar, tetapi di dalamnya mereka berjuang keras, cemas, dan kelelahan. Ini adalah salah satu fenomena psikologis yang paling terkenal. Istilah ini berasal dari analogi seekor bebek yang mengapung di air, tetapi kakinya bergerak cepat untuk bertahan hidup di bawah permukaan air. Fenomena ini menunjukkan tekanan secara psikologis tersembunyi yang dialami banyak orang, terutama mereka yang menjadi pelajar dan mahasiswa. Duck Syndrome muncul sebagai respons terhadap meningkatnya tuntutan sosial akan prestasi, ekspektasi tinggi dari keluarga, serta budaya kompetitif dalam dunia pendidikan. Generasi muda hidup di era yang menilai keberhasilan tidak hanya berdasarkan kemampuan, tetapi juga citra diri yang ditampilkan. Media sosial memperkuat kondisi ini dengan menghadirkan kebiasaan perbandingan sosial (social comparison), sehingga banyak orang merasa harus terlihat berhasil meskipun sedang mengalami tekanan berat. Akibatnya, mereka menampilkan sisi terbaik sebagai topeng, sementara perjuangan batin, stres, dan rasa tidak mampu justru disembunyikan. Kita bahas lebih mendalam hal ini di paragraf berikut.

 

Duck Syndrome Sebagai Benteng Psikologis

 

Setiap manusia memiliki insting survive salah satunya adalah aspek mental manusia, yaitu bertahan dari tekanan orang lain, banyak orang tidak memperlihatkan rasa sedih atau tertekan dari hadapan orang lain yang dapat menimbulkan rasa kecemasan yang tinggi (anxiety). Dalam teori psikologi, ada self-suppression yaitu mengontrol emosi buruk untuk mempertahankan ekspresi yang positif di hadapan orang lain. Lalu ada juga, impression management adalah sebuah usaha diri untuk bertahan dengan citra yang positif. Dari hal tersebut, seseorang menjadi selalu merasa tidak cukup meski sudah beberapa keinginan yang tercapai sehingga menjadi tidak dapat memaknai kehidupan. Dan juga ada Unsur prefeksionisme sosial yaitu kewajiban dalam diri untuk selalu menjadi orang yang terpandang untuk memenuhi ekspetasi orang lain. Jadi kesimpulannya, hal ini menjadi usaha seseorang untuk terlihat tetap bahagia, percaya diri, dan berusaha untuk menjadi orang yang dikagumi. Tetapi jiwanya merasa penuh kecemasan, depresi, dan merasa dirinya tidak berharga. 

 

Sering Terjadi pada Generasi Muda

Pada masa remaja dan usia dewasa muda kemampuan kognitifnya sangat peka terhadap suatu penilaian pribadi dan penerimaan sosial. Hal ini dikarenakan rentang usia remaja hingga dewasa muda adalah waktu manusia untuk mencari jati diri yang sesungguhnya, yang membuat pencapaian dari hal-hal yang ada pada kehidupan menjadi tolak ukur harga dirinya. Hal ini berkaitan dengan teori psikologi perkembangan (Erikson) yaitu tahap perkembangan manusia “Identity vs role confusion” yang menjadikan manusia pada usia ini sangat sensitif terhadap stratifikasi sosial dengan cara mengeksplorasi diri seperti ingin menemukan minat diri, gaya hidup, membangun hubungan sosial, dan pencapaian karir.

 

Penulis: Rizky Pramoedya – 2602167492

Editor: Andrea Prita Purnama Ratri

 

Referensi 

 

Shofihawa. (2025). Mengenal fenomena Duck Syndrome di kalangan mahasiswa. Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada. https://feb.ugm.ac.id/id/berita/16164-mengenal-fenomena-duck-syndrome-di-kalangan-mahasiswa

 

Agung Nugroho. (2025). Kenali gejala Duck Syndrome, jujur dan mau bercerita jadi jurus jitu mengatasinya. Universitas Gadjah Mada. https://ugm.ac.id/id/berita/kenali-gejala-duck-syndrome-jujur-dan-mau-bercerita-jadi-jurus-jitu-mengatasinya/

 

Imam. (2023). Mengenal Duck Syndrome, Gangguan Psikologis yang Banyak Dialami Orang Dewasa Muda. Psikologi UMA. https://psikologi.uma.ac.id/mengenal-duck-syndrome-gangguan-psikologis-yang-banyak-dialami-orang-dewasa-muda/

 

https://res.cloudinary.com/dk0z4ums3/image/upload/v1726556017/attached_image/duck-syndrome.jpg