Pada Kamis, 23 Oktober 2025, telah dilakukan observasi di PAUD Baitul Ilmi yang berlokasi di Jalan Jampang Raya, Bekasi. Sekolah ini merupakan lembaga pendidikan anak usia dini yang memiliki total lebih dari 100 siswa pada keseluruhan jenjang PAUD, dengan kepala sekolah bernama Ibu Oktavia Ningsih. Namun, pada kesempatan kali ini observer mendapatkan kesempatan untuk melakukan observasi tepatnya di kelas TK B dengan guru pengajar utama yaitu Ibu Indriyani. Tujuan observasi ini adalah untuk memahami bagaimana strategi pembelajaran inovatif diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar sehari-hari, serta bagaimana pendekatan tersebut berpengaruh terhadap perkembangan anak-anak di usia prasekolah.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, kegiatan pembelajaran di TK Baitul Ilmi menunjukkan penerapan strategi mengajar yang kreatif, interaktif, dan sesuai dengan karakteristik anak usia dini. Ibu Indriyani sebagai guru menggunakan berbagai media pembelajaran seperti kartu alfabet, angka, huruf hijaiyah, dan buku cerita untuk membantu anak memahami materi secara konkret. Pembelajaran dilakukan dengan cara yang menyenangkan, misalnya melalui lagu, permainan, dan aktivitas motorik yang bervariasi agar anak tidak cepat merasa bosan. Salah satu contoh yang diamati adalah saat guru mengajarkan konsep penjumlahan dengan pendekatan simbolik, yaitu anak diminta membayangkan angka yang “dimasukkan ke mulut” lalu menambahkannya satu per satu hingga menemukan hasil akhir. Kegiatan seperti menebalkan angka dan mewarnai juga diterapkan untuk mengasah keterampilan motorik halus anak.

Meskipun penggunaan teknologi di sekolah ini masih terbatas, guru sudah mulai menerapkan unsur digitalisasi sederhana seperti menonton video pembelajaran menggunakan proyektor atau infocus. Hal tersebut membantu anak-anak belajar secara visual dan menambah variasi dalam kegiatan belajar. Suasana kelas tampak menyenangkan, dengan interaksi yang intens antara guru dan murid. Pembelajaran selalu diawali dengan kegiatan berbaris di lapangan, doa bersama, serta murojaah hafalan surat-surat pendek. Guru juga menanamkan nilai-nilai sopan santun melalui perilaku sehari-hari, seperti mengajarkan anak untuk mengucapkan “tolong” dan “permisi,” serta menegur anak dengan lembut tanpa meninggikan suara. Sikap empatik dan komunikasi positif ini mencerminkan penerapan prinsip positive reinforcement dalam psikologi pendidikan, yang membantu anak belajar melalui contoh dan pengalaman emosional yang aman.

Selain kegiatan di dalam kelas, anak-anak juga diajak melakukan aktivitas fisik seperti senam ceria, permainan keseimbangan, dan kegiatan motorik di luar ruangan. Aktivitas semacam ini tidak hanya meningkatkan kemampuan fisik, tetapi juga melatih kerja sama dan kemandirian anak. Guru juga memperhatikan perbedaan kemampuan tiap murid dengan cara mengklasifikasikan mereka berdasarkan tingkat perkembangan, kemudian menyesuaikan target belajar secara individual. Pendekatan ini sesuai dengan prinsip individual differences dalam psikologi pendidikan, yang menekankan bahwa setiap anak memiliki kecepatan dan gaya belajar yang berbeda. Dalam wawancara, Ibu Indriyani menceritakan pengalamannya mengajar anak dengan ADHD (gifted). Ia berusaha memberikan perhatian dan tantangan tambahan bagi anak tersebut agar tidak merasa bosan, meskipun terkadang sulit membagi fokus secara merata karena harus tetap memperhatikan siswa lain.

Tantangan lain yang dihadapi guru adalah tekanan dari orang tua yang memiliki ekspektasi akademik tinggi, sementara kesiapan anak sering kali belum sejalan dengan tuntutan tersebut. Dalam menghadapi hal ini, guru berusaha menyeimbangkan kebutuhan anak dan harapan orang tua melalui komunikasi yang sabar dan pendekatan humanis. Hal ini menunjukkan pemahaman terhadap prinsip developmentally appropriate practice, yaitu bahwa pembelajaran anak usia dini harus disesuaikan dengan tahap perkembangannya, bukan sekadar menuruti target akademik orang dewasa.

Dari sisi manajemen sekolah, kepala sekolah TK Baitul Ilmi, Ibu Oktavia Ningsih, menjelaskan bahwa sekolah ini memiliki keunikan tersendiri karena berkomitmen memberikan pendidikan berkualitas dengan biaya terjangkau, bahkan gratis untuk anak yatim. TK Baitul Ilmi juga bersifat inklusif, menerima anak-anak berkebutuhan khusus dengan total sekitar sepuluh anak ABK yang dibimbing bersama siswa reguler. Dalam mendukung kemajuan pelaksanaan kegiatan belajar dan mengajar, sekolah ini rutin mengadakan pelatihan tahunan bagi guru yang bekerja sama dengan HIMPAUDI dan rapat bulanan sebagai wadah berbagi ide serta strategi pembelajaran. Kepala sekolah juga memberikan kebebasan kepada guru untuk berinovasi dalam mengembangkan media belajar, bahkan memfasilitasi kebutuhan tersebut dengan sistem reimbursement. Hal ini menunjukkan adanya budaya kerja yang kolaboratif dan mendukung kreativitas tenaga pendidik.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, penerapan ITS di TK Baitul Ilmi sejalan dengan berbagai teori psikologi pendidikan. Berdasarkan teori konstruktivisme Piaget dan Vygotsky, anak-anak membangun pengetahuan melalui pengalaman langsung dan interaksi sosial. Kegiatan bermain sambil belajar yang diterapkan di sekolah ini menjadi wujud nyata dari active learning, di mana anak belajar melalui eksplorasi dan keterlibatan aktif. Interaksi positif dengan guru dan teman sebaya juga mendukung social learning sebagaimana dikemukakan oleh Bandura. Selain itu, penggunaan berbagai media seperti lagu, gambar, dan aktivitas fisik mengindikasikan pendekatan multiple intelligences dari Gardner, yang mengakui keberagaman potensi anak dalam belajar.

Meskipun strategi pembelajaran di TK Baitul Ilmi sudah berjalan dengan baik, masih terdapat ruang untuk inovasi. Sekolah dapat mengembangkan integrasi teknologi digital yang lebih sistematis, seperti penggunaan aplikasi pembelajaran interaktif atau penyediaan perangkat elektronik pendukung dalam pembelajaran teknologi. Program inklusi juga bisa diperkuat melalui pelatihan tambahan bagi guru agar lebih siap menangani variasi kebutuhan anak berkebutuhan khusus. Selain itu, kolaborasi dengan orang tua perlu ditingkatkan melalui kegiatan “sekolah orang tua”, yang di dalamnya berupa kegiatan parenting workshop agar harapan dan metode pembelajaran di rumah sejalan dengan yang diterapkan di sekolah. Peningkatan fasilitas belajar luar ruangan juga dapat ditingkatkan agar mendukung kegiatan eksploratif dan pembelajaran berbasis pengalaman.

Hasil observasi juga menunjukkan bahwa penerapan Innovative Teaching Strategies (ITS) di TK Baitul Ilmi telah selaras dengan prinsip-prinsip pembelajaran yang berpusat pada anak (child-centered learning). Guru tidak hanya berperan sebagai penyampai informasi, tetapi juga sebagai fasilitator yang menciptakan lingkungan belajar aktif, kreatif, dan menyenangkan. Setiap kegiatan dirancang untuk mengintegrasikan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik anak. Misalnya, saat mengajarkan konsep berhitung, guru tidak hanya mengandalkan metode ceramah, tetapi menggunakan pendekatan simbolik dan permainan konkret yang melibatkan gerakan tubuh serta imajinasi anak. Hal ini sejalan dengan teori perkembangan kognitif Piaget yang menekankan bahwa anak pada tahap praoperasional (usia 4–6 tahun) belajar paling efektif melalui pengalaman langsung dan representasi simbolik sederhana. Selain itu, pendekatan yang diterapkan guru juga menunjukkan pemahaman terhadap teori social learning dari Bandura. Anak-anak tidak hanya belajar dari instruksi langsung, tetapi juga dengan meniru perilaku guru dan teman sebayanya. Misalnya, ketika guru menggunakan kata “tolong” atau menegur anak dengan suara lembut, anak-anak belajar membentuk perilaku sosial positif melalui observasi dan penguatan emosional. Dari perspektif pengembangan institusi, dukungan kepala sekolah terhadap inovasi pembelajaran juga menjadi faktor penting yang menjaga keberlanjutan penerapan ITS. Melalui pelatihan tahunan, rapat bulanan, dan kebijakan reimburse untuk pengembangan media belajar, TK Baitul Ilmi menunjukkan komitmen terhadap pemberdayaan guru sebagai agen perubahan pendidikan. Sistem inklusi yang diterapkan juga mencerminkan keberanian sekolah untuk menerapkan pendidikan yang setara bagi semua anak, termasuk anak berkebutuhan khusus. Namun demikian, hasil observasi juga mengindikasikan perlunya penguatan integrasi teknologi digital dalam proses belajar. Dengan pengembangan aplikasi interaktif sederhana dan peningkatan fasilitas digital, pembelajaran dapat menjadi lebih adaptif terhadap belajar.

Artikel ditulis oleh:

Adiba Sanie Nayyara, Akiko Mishima, Allysia Jolin Santoso, Raffa Alisya Zalfa, Alvina Sara Zefanya dengan dosen pembimbing: Muhamad Nanang Suprayogi, S.Psi., M.Si., Ph.D.

 

Referensi:

Dyansatithi, N., & Hasanah, M. (2024). Positive Reinforcement Untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Nyaring. Psikodinamika: Jurnal Literasi Psikologi, 4(1), 015-024.

Pratiwi, R., Yuhanna, Y., Sopiah, S., Habadi, N., Harahap, R., & Aminah, R. (2024). Peningkatan Kreativitas Belajar Peserta Didik melalui Metode Game Based Learning. Jurnal Pengabdian Sosial, 1(7), 592-596.