Cultural Intelligence : Keterampilan dalam Psikologi Sosial yang Diperlukan di Era Global
Cultural Intelligence : Keterampilan dalam Psikologi Sosial yang Diperlukan di Era Global
Sumber foto: Dokumentasi pribadi
Globalisasi memang telah menghapus batas geografis, tetapi tidak serta-merta menghapus perbedaan cara pandang, nilai, dan perilaku antarbudaya. Setiap kali kita berinteraksi dengan individu dari latar budaya yang berbeda, kita sedang diuji untuk memahami makna di balik perbedaan tersebut dengan bijak. Di tengah dunia yang semakin terhubung, kemampuan mengenali dan menyesuaikan diri terhadap keragaman budaya bukan lagi sekadar kelebihan, melainkan kebutuhan mendasar. Dalam konteks kerja, pendidikan, maupun kehidupan sosial, kecerdasan budaya berperan penting sebagai jembatan yang menghubungkan empati dengan efektivitas komunikasi, sehingga interaksi lintas budaya dapat berlangsung dengan harmonis dan saling menghargai.
Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud dengan cultural intelligence? Mengapa konsep ini menjadi perhatian dalam psikologi sosial di era global? Menurut Christopher Earley dan Soon Ang (2003), cultural intelligence atau yang disebut CQ, merupakan kapabilitas seseorang untuk beradaptasi secara efektif terhadap konteks budaya. Definisi ini mengalami pengembangan oleh Soon Ang, Kook Yee Ng, dan Thomas Rockstuhl pada 2019 melalui The Cambridge Handbook of Intelligence menjadi: kapabilitas individu untuk berfungsi secara efektif dalam situasi yang ditandai dengan perbedaan budaya. CQ berkaitan dengan adaptasi terhadap perbedaan budaya, penilaian terhadap budaya yang berbeda, juga pengambilan keputusan terhadap suatu permasalahan dan kinerja saat melakukan suatu tugas dalam konteks perbedaan budaya.
CQ menjadi penting untuk dimiliki, bahkan dikuasai oleh individu maupun organisasi manapun mengingat relevansinya dengan dunia yang sangat beragam. Di samping itu, organisasi juga perlu untuk menyadari bahwa CQ ikut mengambil peran dalam kesuksesan organisasi, terutama di era global seperti sekarang. CQ juga mencakup strategi yang mengizinkan macam-macam pendekatan individu baru dan aturan-aturan untuk interaksi sosial di lingkungan yang memiliki beragam perbedaan budaya. CQ sendiri dapat dimaknai sebagai sejauh mana seseorang memahami pikirannya serta mampu menyesuaikannya dengan informasi baru yang ia terima.
Dalam ranah psikologi sosial dan lintas budaya, kecerdasan budaya dipandang sebagai multidimensional construct yang menggambarkan integrasi antara metacognitive, cognitive, motivation, dan behavior. Metacognitive CQ yaitu tingkat kesadaran akan perbedaan budaya selama interaksi antarbudaya. Dimensi ini mengedepankan proses berpikir aktif tentang kelompok manusia dan berbagai situasi dalam lingkungan berbasis perbedaan budaya.
Masing-masing dimensi CQ memiliki sub dimensinya masing-masing. Dimensi metacognitive terdiri dari 3 sub dimensi, yakni planning, awareness, dan checking. Planning artinya menyusun strategi sebelum pertemuan interkultural dengan berpikir secara mendalam serta mengantisipasi hal apa saja yang perlu dilakukan sebelum berinteraksi dengan individu atau kelompok dari budaya yang berbeda guna meningkatkan pemahaman tentang cara bertindak dengan tepat. Awareness artinya memiliki kesadaran untuk mengalami momen secara utuh sebagai hasil dari mendapatkan pengaruh budaya lain terhadap diri sendiri, orang lain, dan situasi saat itu. Checking artinya upaya menyesuaikan diri untuk bersikap secara bijak ketika menghadapi perbedaan antara asumsi atau ekspektasi terhadap suatu budaya dengan informasi aktual (fakta) yang ada. Dimensi cognitive memiliki 2 sub dimensi yaitu cultural-general knowledge dan cultural-specific knowledge. Perbedaan antara keduanya adalah cultural-general knowledge artinya pengetahuan yang dipelajari melalui media informasi, sedangkan cultural-specific knowledge artinya informasi sesungguhnya pada kenyataan terkait suatu budaya. Keduanya penting untuk memahami alasan di balik terbentuknya perbedaan antar budaya. Sub dimensi terakhir adalah behavioral yang mencakup verbal, non-verbal, dan speech acts. Ketiganya berarti fleksibilitas dalam berkomunikasi menyangkut intonasi (nada bicara), ekspresi wajah, dan gestur tubuh.
Pemahaman terhadap setiap subdimensi CQ perlu disertai dengan upaya pengembangan kemampuan yang berkelanjutan agar individu mampu beradaptasi secara efektif di berbagai konteks budaya. Terdapat empat aspek CQ yang dapat dikembangkan: drive (motivational), action (behavioral), knowledge (cognitive), dan strategy (metacognitive). Mengembangkan CQ pada aspek drive (motivational) dapat dilakukan dengan cara bergabung dalam komunitas multikultural atau menghadiri festival budaya. Mengembangkan CQ pada aspek action (behavioral) dapat dilakukan dengan cara memperhatikan intonasi bicara, ekspresi wajah, bahkan gestur tubuh kemudian latihan praktek berperilaku adaptif terhadap budaya yang berbeda. Mengembangkan CQ pada aspek knowledge (cognitive) dapat dilakukan dengan cara membiasakan diri terpapar oleh media global, menonton film luar negeri, dan membaca berita internasional. Mengembangkan CQ pada aspek strategy (metacognitive) dapat dilakukan dengan cara mengevaluasi hasil dari interaksi lintas budaya.
Materi dengan judul Cultural Intelligence: Intercultural Understanding in Education, Language, and Psychology ini disampaikan oleh Dr. E. Leigh Bonds, seorang Associate Professor and Digital Humanities Librarian dari The Ohio State University melalui kesempatan webinar yang diadakan oleh Fakultas Humaniora BINUS pada Sabtu, 18 Oktober 2025. Psikologi BINUS mempersiapkan mahasiswa untuk menghadapi tantangan global ini melalui pembelajaran berbasis riset, kegiatan lintas budaya, serta pengalaman praktis di berbagai konteks komunitas. Melalui pendekatan interdisipliner dan perspektif psikologi sosial budaya, mahasiswa diajak untuk mengembangkan cultural intelligence sebagai bekal profesional dan pribadi di masa depan. Dengan demikian, Psikologi BINUS tidak hanya membentuk lulusan yang cerdas secara akademik, tetapi juga berwawasan global, empatik, dan siap berkontribusi dalam masyarakat multikultural.
Referensi:
Ang, S., Ng, K. Y., & Rockstuhl, T. (2019). Cultural intelligence. Dalam R. J. Sternberg (Ed.), The Cambridge handbook of intelligence (Edisi ke-2). Cambridge University Press.
Earley, P. C., & Ang, S. (2003). Cultural intelligence: Individual interactions across cultures. Stanford University Press.
Ditulis oleh Riany Kartono (2602113703)
Editor: Melly Preston

Comments :