Hey there! Spoiler alert, we made it for the second time!! Kembali lagi bersama kami,
Yvonne Octovia P., Kevin Jonathan J., dan Valerie Elvaretta dari tim cerdas cermat BINUS.
Tidak menyangka kami berkesempatan untuk sharing kembali dengan teman-teman lewat artikel
ini. Kali ini, kami mau sharing tentang perjalanan dan pengalaman kami di lomba ke-2 tim kami
di perlombaan Cerdas Cermat Nasional Leipzig 2025 yang diselenggarakan oleh Universitas
Gunadarma. Buckle up as we take you through the journey with us!

How the preparation went:
Kami memulai persiapan lomba dari akhir bulan April bersama dengan Tim BINUS B
baik di Kemanggisan maupun Bekasi. Kami berlatih menggunakan banyak media, seperti
flashcards, Quizizz, soal latihan, dan simulasi lomba. Setiap sesi latihan yang kami adakan
berlalu dengan cepat dan menyenangkan. Kami sangat berterima kasih kepada kakak
pembimbing kami, Kak Aul, yang selalu menyediakan cara-cara latihan yang unik dan
menyenangkan sehingga kami merasakan tegang, senang, dan semuanya secara campur aduk.
Meskipun terkadang terlihat seperti kami hanya bermain-main, tetapi kami justru belajar dan
mendapatkan banyak hal dari sesi-sesi latihan kami. Namun, tentu saja agar kami tidak terlalu
pusing latihan terus menerus, kami juga tidak lupa untuk bersenang-senang, beristirahat, dan
yang terpenting, banyak berdoa. Namanya juga hidup, harus balance dong!

Menuju hari-H, sejujur-jujurnya, kami cukup sibuk dengan kegiatan perkuliahan dan
sebagainya sampai-sampai kami belum reality hit bahwa kami akan lomba sebentar lagi. Kami
merasa waktu berlalu terlalu cepat dan membuat kami semakin deg-degan. Namun di lain sisi,
kami juga sudah menuangkan kerja keras dan semangat kami untuk latihan semaksimal mungkin
dalam waktu yang ada. Kami percaya tidak akan ada yang sia-sia selagi kami memberikan yang
terbaik.

During the competition:
And so it begins! Kedua tim dari BINUS berkumpul di kampus untuk melakukan
perjalanan bersama menuju lokasi perlombaan. Sepertinya kami sangat bersemangat
sampai-sampai kami datang paling awal dibandingkan dengan tim lain, bahkan mendahului
beberapa panitia. Tak lama kemudian, tim lain mulai berdatangan dan kami melihat beberapa
muka-muka familiar dan kami saling menyapa dengan gembira. Kami diarahkan untuk menuju
tempat opening perlombaan dan melaksanakan opening sebelum kemudian menuju ruangan
persiapan. Kami mulai merasa sedikit tegang sekaligus excited ketika kami memasuki ruangan
untuk babak penyisihan pertama. Kami berpegangan tangan dan berdoa bersama sebelum
memulai babak ini.

Pada tahap penyisihan (I), babak pertama yang kami mulai adalah mengerjakan 45 soal
pilihan ganda. Di babak ini, kami merasa cukup siap dan tenang karena kami sudah latihan
dengan format yang serupa. Kami juga mengatur strategi yang juga biasanya kami lakukan
ketika latihan, yaitu dengan membagi soal menjadi 3 bagian dan masing-masing dari kami fokus
di jenis soal yang berbeda. Jika ada soal yang belum terjawab, kami saling menukar lembaran
dan saling membantu. Setelah itu, kami menyisihkan waktu-waktu terakhir sekitar 10-15 menit
untuk mendiskusikan satu per satu soal dan jawaban dengan memberikan perspektif
masing-masing anggota dan menyatukannya. Babak ini tidak terlalu risky karena penambahan 10
poin jika benar dan pengurangan 1 poin jika salah sehingga jika ada soal yang diragukan
jawabannya, kami tetap menjawab. Babak kedua berbentuk isian singkat dan soalnya dibacakan
oleh panitia langsung. Dalam beberapa detik, kami diminta untuk menuliskan jawabannya di
kertas jawaban sesuai dengan urutan nomor. Jika ada soal yang kami ragukan jawabannya, maka
kami memilih untuk menunggu dulu soal selanjutnya untuk dibacakan sambil memikirkan
jawaban dari soal sebelumnya. Jika masih belum terpikirkan jawaban yang tepat, maka kami
menjawab dengan jawaban yang kami pikirkan, tapi dirasa kurang tepat berhubung tidak ada
pengurangan poin di babak ini.

Selanjutnya pada tahap semi-final awal (II), pada babak pertama, yakni game benar salah,
menguji kemampuan individu masing-masing. Untuk mendapat penambahan poin, seluruh
anggota harus menjawab dengan jawaban yang sama (benar atau salah) dan dinilai benar. Kami
tidak boleh berdiskusi dan kursi diatur saling membelakangi antar anggota tim. Kami tidak perlu
khawatir akan jawaban anggota tim lainnya, lebih baik berfokus pada pertanyaan yang diberikan
dan menjawab jawaban yang dinilai benar. Babak kedua, yakni wheel of fortune, meminta setiap
kelompok secara bergiliran menjawab pertanyaan isian singkat yang dibacakan panitia sesuai
dengan bidang materi dan kategori kesulitan soal yang diundi sebelum soal dibacakan per
kelompok. Memang ada unsur keberuntungannya, tapi kami percaya bahwa Tuhan menyertai
kami. Menurut kami, soal yang didapatkan kelompok lain jauh lebih mudah daripada soal yang
kami dapatkan. Pada soal pertama, kami salah menjawab dan ini sangat menekan mental yang
membuat kami cenderung panik, stressful, dan bisa blunder dalam menilai kondisi, memahami
soal, dan menjawab pertanyaan dengan baik apalagi babak ini cukup risky berhubung setiap
kelompok bertarung dengan sangat sengit, perbedaan 1 poin bisa membedakan banyak hal. Inilah
yang menjadi pelajaran, kita tidak boleh dikuasai oleh kondisi dan tertekan di bawahnya,
sebaiknya kita harus tetap tenang, enjoy, berdoa, mindset nothing to lose, dan berpikir logis
mengenai situasi yang dihadapi, misalnya mempertimbangkan apakah kesalahan tersebut
menyebabkan kesenjangan besar atau kecil, apakah tim lain bisa menjawab dengan baik juga
atau tidak, dan apakah kesulitan yang dirasakan oleh kita juga dirasakan oleh seluruh kelompok.
Untuk itu, sangat penting untuk melakukan monitor terhadap perhitungan poin kelompok sendiri
dan kelompok lain secara umum agar bisa memberikan keputusan seperti apakah lebih baik saya
langsung bermain gambling (high-risk) atau harus tetap bisa berhati-hati dan tidak perlu
menjawab jika tidak diketahui jawabannya baik ragu maupun tidak tahu. Kami akhirnya tetap
bermain hati-hati karena salah satu anggota kami menyarankan untuk tetap play safe berhubung
kelompok lain relatif mengalami tantangan yang sama. Pada soal kedua, kami ragu jawabannya
dan kami memilih tidak menjawab. Namun, pada soal terakhir, ini agak tricky karena
kelompok-kelompok lain setidaknya ada 1 soal yang benar, namun kami belum benar sama sama
sekali. Saat itu, terjadi perbedaan pendapat antara 2 anggota kami sehingga kami membiarkan 1
anggota kami lainnya yang memutuskan. Soalnya agak ambigu, yang satu menyarankan tidak
menjawab, tapi yang satu menyarankan menjawab karena persentase keyakinannya terhadap 1
jawaban cukup tinggi meski jika ini salah, ini bisa menyebabkan kesenjangan yang tambah besar.

Awalnya tidak ingin menjawab, namun ketika waktu menjawab mulai habis, anggota yang satu
ini tiba-tiba merasa bahwa tangannya bergerak sendiri dan akhirnya melontarkan jawaban yang
masih belum pasti. Cukup aneh, namun kami percaya bahwa itu pertolongan dari Tuhan :D.
“Jawaban yang diberikan benar”, kata salah satu panitia lomba. Kami sangat amat lega dan
senang karena kami bisa bertahan dan membuat kesenjangan poin tidak terlalu jauh.
Babak selanjutnya tiba, perasaan kami sangat campur aduk, di sisi lain kami agak enjoy
dan lega, tapi kami juga merasakan stressful, deg-degan dan cemas karena ketidakpastian, serta
mulai agak pasrah. Hal ini memengaruhi performa kami untuk babak ketiga, yakni memory
madness “cognitive quest”, yang meminta setiap kelompok bertanding 1vs1, mengingat setiap
100 informasi mengenai tokoh-tokoh psikologi, dan cepat-cepatan menjawab beragam bentuk
pertanyaan mengenai 100 informasi tersebut. Akumulasi stress dan perasaan negatif yang
bercampur ditambah dengan beban kognitif yang amat berlimpah beratnya, kami hanya bisa
tersenyum dan tetap menjalaninya. Dari lomba, kita sebenarnya bisa belajar untuk bagaimana
tetap memiliki performa yang baik dan konsisten di tengah situasi yang sangat berat. Memang
sulit, tapi disitulah kekuatan dan daya tahan dapat terbentuk, serta tentunya memperkuat
kemampuan kita dari dalam diri. Babak ini pun berlalu dan setelah itu, kami benar-benar mental
breakdown [plis, bener-bener gak dikasih napas mah, ini]… Kami hanya bisa beristirahat,
berdoa, dan menyerahkan hasilnya ke Tuhan.

Di hari berikutnya untuk menempuh tahap semi-final akhir (III), guess what?! God is
really with us. Hanya 4 tim yang lolos dari tahap sebelumnya dan kami berada di posisi keempat
dan memiliki skor yang sama dengan tim posisi ketiga. Ini sangat melegakan kami, tapi belum
berakhir. Babak selanjutnya, yakni babak wajib, meminta setiap kelompok memilih amplop soal
dari yang memiliki skor paling tinggi dan menjawab soal secara bergantian (mekanismenya
berupa answer atau pass) per anggota individu dalam tim. Setiap soal yang di-passed dibacakan
ulang di akhir apabila masih ada waktu. Ini menguji pengetahuan masing-masing individu.
Dengan tuntunan Tuhan, kami mendapatkan amplop terakhir yang tersisa karena kami posisi
paling akhir dan mendapatkan soal-soal yang barusan kami pelajari di waktu sebelumnya, serta
berhasil banyak menjawab dibanding tim lainnya, jujur kami amat bersyukur. Tidak sampai situ,
babak selanjutnya, yakni babak lemparan, soal acak akan dibacakan kepada kelompok-kelompok
secara bergantian, jika kelompok yang diperuntukkan menjawab tidak bisa menjawab, maka
akan dilempar ke tim lainnya. Kami sering menjawab sisa-sisa pertanyaan dari kelompok yang
tidak bisa jawab sehingga dapat banyak poin.

Akumulasi poin yang kami dapatkan memperkuat
persentase kepercayaan diri dan memberikan kelegaan kepada kami, tapi kami tetap tidak off
guard. Tibalah babak terakhir sebelum final, yakni babak rebutan. Permainan klasik dalam
cerdas cermat, siapa yang tahu dan cepat menekan bel dapat segera menjawab pertanyaan yang
diberikan. Seluruh babak di tahap ini sangat risky, pengurangan poin yang banyak jika salah.
Tapi, kami tidak goyah karena kami dari awal babak tahap ini sudah mengumpulkan banyak poin
sehingga kami tidak sekhawatir tim lain. Another tips, alangkah baiknya kalian mengumpulkan
poin sebanyak-banyaknya di babak awal atau babak safe-intermediate zone (not to risky, sedikit
demi sedikit, tapi pasti) sehingga kalian tidak perlu mengambil keputusan all for nothing di
babak akhir atau risky zone dan mencegah mental breakdown, serta menurunkan kepercayaan
diri. Ingat satu hal, dalam lomba, situasi dapat mudah terbalik, semudah membalikkan koin. Hal
yang penting adalah bagaimana kalian bisa beradaptasi dengan menganalisis situasi dan
memberikan keputusan yang tepat. Kami pun lolos ke tahap final, yakni tahap studi kasus, tahap
yang paling menantang dan ditunggu-tunggu.

Di hari terakhir sebelum tahap final dimulai, tebak kami ngapain? Tim lain mereka
review materi, tapi kami? We had worshipped and praised our mighty God ‘till the final round
started. Kami sudah tidak sanggup belajar lagi, bingung mau belajar apa, dan sangat merasa
takut cemas. Oleh karena itu, kami serahkan ke Tuhan semuanya karena pada ronde ini, topik
studi kasus per kelompok itu berbeda, tinggal sesuai atau tidak dengan apa yang dikuasai oleh
masing-masing kelompok. Tentu kami tidak pasrah sebab memilih tidak belajar, tapi malah
memuji Tuhan, karena malam sebelum hari terakhir, kami melakukan simulasi studi kasus dan
mempersiapkan ide solusi yang menurut kami unik dan kayaknya mutakhir untuk studi kasus
nanti sesuai dengan tuntunan Tuhan. Makanya, di hari terakhir, kami merasa bahwa lebih baik
meninggikan Tuhan yang empunya segalanya dan menyerahkan segala yang telah kami usahakan
ke dalam tangan-Nya. Perlahan demi perlahan, segala kekhawatiran kami hilang, damai
sejahtera-Nya ada pada kami. Kami maju dengan penuh keyakinan.

You know what? Kelompok kami diminta mengambil undian tiga kali karena ada
kesalahan teknis dari panitianya dan pada pengambilan undian terakhir untuk mendapatkan topik
studi kasus, kami mendapatkan fenomena yang sangat berkaitan dengan salah satu pengalaman
lomba lain sebelumnya dari salah satu anggota kelompok kami, yakni masalah penurunan tingkat
kelahiran dan pernikahan yang akhirnya kami kaitkan dengan fenomena maraknya friend with
benefits (FWB) dengan teori yang juga pernah digunakan sebelumnya, yakni Sternberg’s
triangular theory of love. Selain itu, fenomenanya kami rasa sesuai dengan kerangka solusi yang
kami persiapkan sebelumnya, yakni perkenalkan ARES (Awareness, Reinforcement, Evaluation,
dan Sustainability). Hasilnya apa??? We won ‘cause Jesus led us through every single moment,
all glory to God.

Another tips-andalkan Tuhan selalu. Kami mengerjakan studi kasus tersebut dengan alur
umum sebagai berikut:
1) Tahu apa fenomenanya atau hal-hal yang sedang terjadi dan dapat diobservasi langsung,
urgensinya apa, dan dampaknya apa saja jika tidak ditangani.
2) Apa saja yang membuatnya terjadi, bagaimana itu bisa terjadi (ini pasti akan ada banyak
faktornya, tapi pilihlah kacamata kalian yang terbaik menggunakan cukup satu teori saja).
Pilihlah teori yang kalian kuasai dan tidak kompleks (sedikit komponen dan pendek alur
skemanya) berhubung waktunya singkat. Semakin teori kalian sesuai dengan konteks
fenomenanya, semakin mudah untuk membuat ide solusi yang tepat. Solusi kalian sangat
bergantung pada teori. Kesalahan yang sering dilakukan oleh pemula dalam lomba cerdas
cermat, yakni memilih banyak teori dan teorinya sangat kompleks (mungkin untuk terkesan
paling pintar), tapi ini akan mempersulit hidup kalian apalagi ketika merancangkan solusi yang
harus konkrit dalam waktu yang singkat. Semakin banyak teori kalian, akan semakin banyak
kelemahan-kelemahan yang kalian tunjukkan pada juri untuk dikritisi dan mengurangi nilai poin
kalian. Pilihlah teori yang paling dapat mengincar akar permasalahan yang terjadi. Contoh
kesalahannya, masalahnya itu ada pada kebiasaan, tapi kalian hanya mengincar perilaku yang
terjadi sementara.
3) Ketika kalian menggunakan teori untuk menganalisis fenomena dan faktor penyebab, serta
mekanismenya, teori tersebut dengan sendirinya akan menunjukkan kondisi kesenjangan yang
besar antara apa yang idealnya dan realitanya. Dengan komponen-komponen teori tersebut, itu
akan menjadi gear dalam ide-ide solusi kalian. Rancangkanlah solusi yang paling sesuai dengan
teori tersebut dan buatlah sekonkret-konkretnya sehingga terlihat bahwa setelah lomba, kalian
bisa langsung mengeksekusinya. Ketika fenomena, teori, dan solusi yang konkret kalian saling
terhubung dengan kuat, mudah dipahami, dan tepat. Juri pasti langsung jatuh cinta.
At the end, kami membawa pulang juara dan itu bukan karena kuat gagah kami, but
because of God’s grace. Kami harap kami bisa berjumpa dengan kalian semua bukan sebagai
penulis dan pembaca, tapi sebagai rekan lomba atau bahkan mentor-mentee. See yaaa!!!