Tahukah Anda bahwa metode diskusi, debat, dan cerdas cermat merupakan metode belajar yang dapat mengusir rasa jenuh pelajar dari melihat papan tulis dan power point, namun tetap memberikan pemahaman baru kepada pelajar?

Mari ikuti perjalanan observasi kami pada salah satu kelas di sekolah yang sangat menarik, yaitu di SMP Santa Maria Fatima! Sekolah ini berada di jalan Jatinegara Barat no. 122, RT.7/RW.1, Kampung Melayu, Kecamatan Jatinegara, Kota Jakarta Timur, DKI Jakarta.

Pada tanggal 27 Mei 2024, kami berkunjung ke SMP Santa Maria Fatima untuk mengobservasi dan menganalisis jalannya kegiatan pembelajaran Agama Katholik dengan siswa-siswi kelas 7 yang berjumlah 21 siswa.

Guru di kelas mengawali kegiatan pembelajaran dengan bertanya kabar dan gurauan yang bertujuan untuk meningkatkan hubungan guru-siswa. Guru juga mengulas kembali materi sebelumnya dengan diiringi tanya jawab. Kemudian, guru membagi siswa-siswi ke dalam beberapa kelompok untuk berdiskusi dan membuat pertanyaan terkait topik yang sudah diundi. Pada akhirnya, siswa-siswi belajar layaknya berlomba cerdas cermat. Meskipun hal ini bertujuan untuk mengulas kembali materi pembelajaran sebelum ujian akhir berlangsung, pembelajaran tidak lagi membosankan dan membuat siswa-siswi stress. Wah, kok bisa?

Ternyata, guru merancang kegiatan pembelajaran di kelas berdasarkan karakter siswa-siswi dalam kelas dan kelas tersebut terkenal dengan siswa-siswi yang aktif. Nah, pendekatan yang disesuaikan dengan karakter siswa itu dinamakan differentiated instruction (DI). Kegiatan pembelajaran yang cocok adalah dengan melibatkan diskusi, cerdas cermat, dan debat membuat kegiatan pembelajaran menjadi lebih seru dan menantang! Yang paling penting, tidak ada lagi siswa yang tidur karena suasana kelas yang monoton seperti membaca koran.

Karena pemahaman guru terhadap karakter siswa-siswinya, maka ia mengarahkan siswa-siswi untuk membentuk beberapa kelompok kecil. Setting kelas diubah dari berbaris menjadi berkelompok guna menciptakan suasana yang nyaman dan ruang bagi setiap siswa. Tak mengarah pada karakter tertentu, setting kelas dengan kelompok kecil ini ramah bagi siswa yang aktif maupun pasif. Harapannya, setiap siswa dapat lebih leluasa untuk menuangkan ide dan pendapat mereka. Selain itu, kegiatan ini juga mampu membangkitkan rasa antusias dan semangat pelajar untuk mencari, memproses, membagikan, dan mengkritik informasi yang mereka dapatkan sehingga mereka juga mendapatkan pemahaman baru. Menariknya, kegiatan yang menantang ini mampu membangkitkan jiwa kompetitif siswa-siswi untuk menjadi pemenang dengan mengumpulkan poin terbanyak dan mendapatkan hadiah!

Tau gak sih, ternyata guru tersebut menggunakan teori dan pendekatan psikologi pendidikan, loh! Guru menerapkan teori meaningful learning yang mana informasi baru yang didapatkan ketika berdiskusi dan berdebat dihubungkan dengan pengetahuan siswa-siswi sebelumnya dan pendekatan constructivist yang merupakan metode pembelajaran efektif karena siswa-siswi diminta untuk berinteraksi dengan orang sekitar untuk bertukar ide dan menambah informasi yang baru (Ausubel, 1963, dalam Bryce & Blown, 2023; Santrock, 2011). Selain itu, guru juga menggunakan beberapa strategi demi mencapai pembelajaran yang efektif. Strategi ini adalah teacher-directed instruction dan learner-directed instructional strategies.

Teacher directed instruction strategies itu apa, sih? Strategi pembelajaran ini dilakukan dengan guru memperagakan dan menjelaskan suatu hal, serta memberikan feedback dari pendapat siswa di kelas (Ormrod, 2016). Lalu, learner-directed instructional strategies itu apa? Learner-directed instructional strategies ini adalah cara yang dilakukan oleh guru untuk membentuk suatu kelompok dan memicu kelompok untuk mengeluarkan ide-ide serta menambahkan informasi yang baru (Ormrod, 2016).

Metode-metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru pengajar sejalan dengan penerapan kurikulum terbaru yaitu kurikulum merdeka, loh! Oh iya, sekadar informasi, pada tanggal 11 Februari 2022 Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menetapkan kurikulum merdeka sebagai kurikulum terbaru untuk jenjang sekolah. Uniknya kurikulum ini memiliki konsep diferensiasi, diferensiasi ini melihat bahwa setiap anak itu unik dan berbeda-beda sehingga tidak bisa mengajar dengan satu metode saja.

Pada akhir sesi, kelompok kami sempat berbincang bincang dengan guru dan kepala sekolah. Mereka bercerita bahwa perubahan kurikulum ini memberikan dampak yang besar pada efektifitas pembelajaran. Metode diferensiasi ini memuat pembelajaran menjadi lebih menyenangkan karena pembelajaran dapat tersampaikan dengan baik kepada semua siswa, baik itu siswa yang memiliki gaya belajar auditori (pendengaran), kinestetik (gerakkan), dan visual (penglihatan). Guru juga berkata, “Tentunya metode pembelajaran cerdas cermat dan debat ini tidak bisa di pakai di semua kelas, harus ada penyesuaian karakter anak dan karakter kelas.”

Artikel ini ditulis oleh : Farren Kalyani Khemika, Kathlya Edithya, Kevin Jonathan Japar, dan Sheren Wijaya, dengan dosen pembimbing Muhamad Nanang Suprayogi, S.Psi., M.Si, Ph.D.

REFERENSI

 

Bryce, T. G. K., & Blown, E. J. (2023). Ausubel’s meaningful learning re-visited. Current Psychology. https://doi.org/10.1007/s12144-023-04440-4

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan » Republik Indonesia. (2022, February 18). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan » Republik Indonesia. Retrieved June 12, 2024, from

https://kemdikbud.go.id/main/blog/2022/02/kurikulum-merdeka-pembelajaran-dengan

-paradigma-baru-dan-berdiferensiasi

Ormrod, J. E., Anderman, E. M., & Anderman, L. (2016). Educational Psychology: Developing Learners. Pearson.

Santrock, J. W. (2011). Educational psychology (5th ed.). McGraw-Hill.