Menurut Unsworth (1997), Digital Humanities digambarkan sebagai upaya melampaui batasan tradisional ilmu humaniora dengan memperkenalkan komputasi dan teknologi informasi sebagai sarana utama dalam pengajaran, penelitian, dan pelayanan di bidang tersebut. Konsep ini mencakup penerapan teknologi informasi dalam mengembangkan strategi pembelajaran yang inovatif dan inklusif, memungkinkan akses yang lebih luas terhadap sumber-sumber digital, serta memfasilitasi kolaborasi antara mahasiswa dan akademisi.

Di bidang penelitian, Digital Humanities mempermudah analisis data yang lebih kompleks dan mendalam, memungkinkan penemuan pola baru serta interpretasi yang lebih kaya mengenai fenomena budaya manusia. Dalam konteks pelayanan, teknologi informasi mendukung pengembangan proyek digital untuk melestarikan dan menyebarkan warisan budaya secara lebih terbuka dan mudah diakses masyarakat umum. Dengan demikian, Digital Humanities memperluas cakupan dan potensi bidang humaniora melalui integrasi teknologi informasi dan komputasi dalam segala aspeknya.

McGann (2004) mendefinisikan Digital Humanities sebagai paradigma dalam studi humaniora yang menekankan penggunaan alat digital sebagai sarana utama untuk menganalisis teks-teks budaya dan sejarah. Teknologi digital digunakan untuk melakukan analisis teks yang lebih dalam dan kompleks, membuka peluang untuk mengungkap makna tersembunyi atau pola-pola yang sulit ditemukan melalui metode tradisional. Alat digital seperti perangkat lunak analisis teks, basis data, dan visualisasi data memperluas kemampuan peneliti dalam menjelajahi serta memahami teks budaya secara sistematis dan terstruktur. Dengan pendekatan ini, Digital Humanities menawarkan cara baru untuk mengeksplorasi dan memperdalam pemahaman terhadap budaya dan sejarah manusia.

Menurut McCarty (2005), Digital Humanities merupakan disiplin yang mengeksplorasi representasi budaya yang diwujudkan dalam bentuk yang dapat diolah secara formal dengan teknologi yang diotomatisasi dan dijalankan oleh komputer. Pengertian ini menyoroti pentingnya bagaimana budaya manusia direpresentasikan dalam format yang dapat dianalisis secara komputasional. Digital Humanities tidak hanya berfokus pada produk budaya, tetapi juga pada cara teknologi informasi memungkinkan analisis, interpretasi, dan pemahaman lebih dalam terhadap representasi budaya tersebut. Teknologi seperti pemrosesan bahasa alami dan pengenalan pola memungkinkan analisis data secara efisien dan ekstensif, memberikan kontribusi signifikan dalam memahami budaya manusia.

Kirschenbaum (2010) menyoroti bahwa Digital Humanities mempelajari manusia dan budaya mereka melalui media berbasis komputer. Studi ini mencerminkan peran teknologi komputer yang semakin dominan dalam kehidupan manusia modern dan dampaknya terhadap pemahaman serta ekspresi budaya. Digital Humanities mengeksplorasi bagaimana manusia berinteraksi dengan teknologi untuk menciptakan, menyebarkan, dan mengonsumsi konten budaya melalui platform digital. Dengan demikian, studi ini tidak hanya mengkaji penggunaan teknologi dalam analisis budaya tetapi juga hubungan kompleks antara manusia dan dunia digital.

Flanders dan Jannidis (2018) mendefinisikan Digital Humanities sebagai penggunaan sumber daya dan metode komputasi untuk menyelidiki pertanyaan serta objek studi dari berbagai disiplin humaniora dengan pendekatan yang inovatif. Hal ini mencerminkan pergeseran paradigma dalam cara memahami, menganalisis, dan menginterpretasikan fenomena budaya melalui teknologi informasi dan komputasi. Digital Humanities tidak hanya mentransformasi metode tradisional menjadi format digital tetapi juga membuka peluang untuk pengembangan metode baru yang didukung oleh kemajuan teknologi. Pendekatan ini memungkinkan eksplorasi pertanyaan mendasar dan objek studi secara lebih mendalam, kreatif, dan dinamis dibandingkan sebelumnya.

Yosef Dedy Pradipto – D4671
Wita Anindya Maharani – NIM 2502034811


Referensi

  • Unsworth, J. (1997). Some effects of advanced technology on research in the humanities.