Congkrik Gamelan
Pada tahun 2024 ini saya dengan beberapa dosen dan mahasiswa dari Jurusan Hubungan Internasional dan Komunikasi mendapatkan Hibah Internal – Penelitian Internasional BINUS (PIB) dengan partner dari Richmond University, USA. Salah satu kegiatan yang merupakan bagian dari riset yang berjudul: “Cultural Internationalization Strategy With Social Capital Approach: Case Study Of Gamelan As A Cultural Heritage No Unesco Object” ini adalah field study untuk melakukan FGD ke beberapa pihak di kota Solo. Berikut disampaikan salah satu catatan yang dapat dibagikan.
Congkrik Gamelan
Cokrik gamelan memenuhi kebutuhan Gamelan ke seluruh indonesia. Ternyata tidak hanya ke seluruh Indonesia namun juga merambah ke seantero dunia dan sudah banyak sekali mengekspor ke luar negeri seperti ke Inggris, Amerika, Jepang, Jerman dan Belanda. Konsumen dari Luar Negeri biasanya membeli Gamelan lewat relasi dan jejaring yang ada dan bukan melalui KBRI. Yang membeli produk Gamelan Cokrik kebanyakan dari institusi perguruan tinggi. Pada saat pandemi ada juga dari Sekolah Dasar yang membeli satu set Gamelan.
Di Cokrik juga ada tempat latihan Gamelan. Biasanya yang latihan Gamelan di Cokrikadalah tetangga dan juga siswa-siswi SMK Karawitan dan mahasiswa dari UNS latihan disana. Hal ini terjadi karena pada awal mulanya karena anak pemilik Congkrik Gamelan ini kuliah di UNS. Suatu ketika teman-temannya mau pentas, namun bingung karena tidak tahu bisa latihan dimana? “Akhirnya anak saya tak tawari opo mau latihan disini?” Ujar pemilik Cokrik. “Nah bapak ada Gamelan? Lah ada banyak!” Akhirnya para mahasiswa UNS – teman-teman anak pemilik Cokrik, latihan Gamelan di Cokrik dan jadi keterusan sampai sekarang. Latihan Gamelan di Cokrik tidak dipungut biaya apapun. Pemilik Congkrik Gamelan sendiri yang melatih anak-anak mahasiswa dan para tetangganya. Namun kalau mau cari pelatih yang profesional bisa cari sendiri dan bayar.
Proses produksi Gamelan di Cokrik dimulai dengan mencari bahan terlebih dahulu. Selain itu, yang paling penting adalah memiliki tempat untuk membuat Gamelan itu terlebih dahulu. Bahan yang dibutuhkan untuk membuat Gamelan adalah tembaga dan timah putih dari Bangka. Timahnya harus dari daerah Bangka dan tidak bisa dicampur dengan timah hitam.
Alur produksi untuk pembuatan Gamelan ternyata cukup panjang. Karena prosesnya yang begitu panjang itu maka pembuatan Gamelan membutuhkan waktu yang cukup lama. Paling cepat dibutuhkan waktu hingga tiga bulan untuk menyelesaikan satu set Gamelan. Pembuatan Gamelan ini juga tidak dapat diburu-buru. Pembeli dari luar negeri, terutama orang Jepang biasanya tidak masalah menunggu selama itu, malah kadang pesanan sekarang akan diambil setengah tahun berikutnya atau bahkan satu tahun berikutnya dengan pertimbangan agar lebih laras nadanya. Sementara itu kalau Gamelan dibuat dari bahan perunggu akan memiliki resiko berubah laras nadanya dikemudian hari.
Timah putih yang dipakai sebagai bahan untuk membuat Gamelan Cokrik adalah timah putih yang resmi di produksi di pulau Bangka dan bukan yang produksi di tambang-tambang liar. Hal ini penting karena dibutuhkan peralatan yang canggih untuk proses penyaringannya. Kalau menggunakan timah putih meski dari pulau Bangka tapi didapat dari tambang liar maka ada resiko kurang bersih. Kalau kurang bersih maka dibutuhkan proses penyaringan lagi di Cokrik. Selain memakan biaya lagi juga mengurangi bobot timah yang didapat. Bisa jadi timah dari tambah liar seberat 1 kilogram nanti setelah mengalami proses penyaringan menjadi tinggal hanya seberat 8 ons atau 7 ons.
Di daerah Solo ada distributor timah putih banyak. Timah putih dari pulau Bangka ini dijual dalam bentuk lempengan bentuk seperti blok yang beratnya bisa mencapai sekitar 25 sampai 27 kilogram. Saat ini timah putih yang ada adalah berupa timah cor yang bentuknya kecil-kecil seperti koin kecil-kecil yang hasilnya juga bagus ketika diolah menjadi Gamelan. Dulu banyak ada timah dengan berbagai merek seperti merek WJS, Gunung, Kobaldan Bangka. Harga timah putih ini meski fluktuatif namun biasanya ada dikisaran Rp. 550 per kilogramnya, demikian info dari pemilik Congkrik Gamelan.
Keyakinan dari pemilik Congkrik Gamelan itu ternyata adalah untuk pembuatan Gamelan mesti mengikuti tradisi yang ada selama ini. Ketika pembuatan Gamelan tidak dilakukan sesuai tradisi, menurut pengalaman pemilik Congkrik Gamelan, ternyata hasilnya kurang bagus. Selain itu produksi Gamelan ini juga tidak bisa dilakukan dalam bentuk pabrik melainkan harus handmade. Pembuatan Gamelan tidak dapat digantikan dengan teknologi. Pernah dicoba dibuat dengan memakai mesin namun ternyata bunyi yang dihasilkan oleh Gamelan buatan mesin tidak bagus bunyi dan larasnya.
Congkrik Gamelan ini mulai berdiri pada tahun 1995. Pada tahun 1995 pemilik Congkrik Gamelan mulai merintis usaha pembuatan Gamelan dari kecil dan sedikit demi sedikit. Sang pemilik mulai mendapat jaringan konsumen sejak tahun 1997. Saat ada kerusuhan di Solo, pemilik Congkrik Gamelan bertemu dengan temannya yang bernama Peter. Peter ini tinggal di Inggris. Kemudian Peter membeli Gamelan untuk dibawa ke Inggris.
Yosef Dedy Pradipto D4671
Wita Anindya Maharani NIM 2502034811
Comments :