Pada tahun 2024 ini saya dengan beberapa dosen dan mahasiswa dari Jurusan Hubungan Internasional dan Komunikasi mendapatkan Hibah Internal – Penelitian Internasional BINUS (PIB) dengan partner dari Richmond University, USA. Salah satu kegiatan yang merupakan bagian dari riset yang berjudul: Cultural Internationalization Strategy With Social Capital Approach: Case Study Of Gamelan As A Cultural Heritage No Unesco Object” ini adalah field study untuk melakukan FGD ke beberapa pihak di kota Solo. Berikut disampaikan salah satu catatan yang dapat dibagikan.

“Pelestarian dan Pengembangan Gamelan di Era UNESCO: Inisiatif, Tantangan, dan Strategi dari Pak Aton”

Pak Aton memaparkan berbagai inisiatif dan tantangan dalam pelestarian dan pengembangan gamelan di Indonesia, khususnya setelah pengakuan UNESCO pada 15 Desember 2021. Beliau memulai dengan mengungkapkan rasa terima kasih dan menghargai kesempatan untuk berdialog dengan para ahli dan kolega dalam bidang ini.

Pak Aton menjelaskan bahwa pengakuan UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda pada 2021 memberikan dorongan besar untuk pelestarian gamelan. Pemerintah Kota Surakarta telah memberikan bantuan seperangkat gamelan ke berbagai sekolah dan kelurahan sejak 2014, dengan total 29 set gamelan yang disalurkan. Bantuan ini mencakup 18 kelurahan, 8 SMP, dan 2 SD, serta satu set untuk perumahan Dinas Wali Kota. Pak Aton, sebagai tenaga ahli pengadaan gamelan, terlibat aktif dalam proses ini, termasuk dalam penyerahan sertifikat UNESCO pada tahun 2022, yang disertai dengan konser parmagangsa yang meriah.

Pada 2018, Pak Aton memfasilitasi pelatihan gamelan bagi Wali Kota dan Kepala Dinas Surakarta, sebagai upaya untuk memperkuat dukungan pemerintah terhadap gamelan. Beliaujuga menyoroti keberhasilan pelatihan gamelan di Sumatera, tempat beliau mengajar siswa dari berbagai daerah yang sebelumnya tidak mengenal gamelan. Pengalaman ini menunjukkan potensi gamelan untuk diterima dan dikembangkan di luar pulau Jawa.

Namun, Pak Aton juga mencatat berbagai tantangan, terutama dalam hal kualitas pengajaran dan ketersediaan pengajar di desa-desa. Beliau mengamati perbedaan signifikan antara kebijakan Orde Baru yang lebih terstruktur dan mendukung pelestarian gamelan, dengan kebijakan era reformasi yang dinilai kurang koordinatif. Di bawah era reformasi, meskipun ada bantuan dari pemerintah, pelestarian gamelan di desa sering kali terhambat oleh kurangnya dukungan dan sosialisasi.

Pak Aton menekankan pentingnya melibatkan tokoh-tokoh kunci dan berbagi pengetahuan tanpa pamrih sebagai bagian dari strategi pelestarian. Beliau juga menggarisbawahi bahwa pelestarian gamelan harus mencakup pemahaman terhadap filosofi dan nilai budaya yang terkandung di dalamnya, bukan hanya aspek teknisnya. Beliau percaya bahwa pendekatan ini akan memperkuat upaya pelestarian dan memastikan bahwa gamelan tetap relevan dan dihargai.

Terakhir, Pak Aton menekankan perlunya pemantauan berkala terhadap penggunaan gamelan di sekolah dan kelurahan. Beliau khawatir jika gamelan tidak dimanfaatkan dan dikembangkan secara konsisten, maka statusnya sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh UNESCO dapat terancam. Upaya pelestarian yang efektif memerlukan dukungan berkelanjutan dan komitmen dari semua pihak terkait.

Yosef Dedy Pradipto   D4671

Wita Anindya Maharani   NIM 2502034811