Chanda Vivian Jacinda (2602199443)
Davina Anugrah Fajri ( 2602184984)
Najla Ufairah Purwanto (2602188364)
Nur Aisyah Rahayu (2602217723)
Sametha Paramita Aswin (2602204645)

Latar belakang kasus

Fenomena kejahatan Klitih merupakan tindak kejahatan yang dilakukan oleh para remaja di Yogyakarta. Kejahatan ini dilakukan dengan cara melukai hingga menghilangkan nyawa orang lain yang sedang berada di jalan. Biasanya pada tengah malam menggunakan senjata tajam tanpa adanya motif untuk merampas harta korban. Kata “klitih” pada awalnya berarti seseorang yang sedang mengisi waktu luang, yang berkonotasi positif. Namun seiring berjalannya waktu, kata “klitih” berkembang menjadi istilah kekerasan untuk menyerang orang lain secara tiba-tiba.

Fenomena klitih telah dimulai sejak awal tahun 1990-an di Yogyakarta. Pada tanggal 7 Juli 1993, kepolisian Yogyakarta mengelompokkan geng remaja di Yogyakarta yang mana kepolisian diketahui telah memiliki informasi seputar geng remaja dan kelompok anak muda yang melakukan kejahatan. Kemudian pada tahun 2000-an, fenomena tawuran mulai menjadi masalah yang sering terjadi di Yogyakarta. Herry Zudianto, walikota Yogyakarta pada saat itu, kesal dengan hal ini. Herry mengeluarkan ancaman untuk memulangkan pelajar yang terlibat tawuran ke orang tua mereka atau mengeluarkan mereka dari sekolah. Berkurangnya pelajar yang keluyuran membuat geng-geng pelajar lain yang mencari masalah kesulitan untuk menemukan musuh. Oleh karena itu, para pelajar kemudian berkeliling dan mencari musuh dengan cara berkeliling kota untuk melakukan aksi klitih.

Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya fenomena klitih karena remaja masih berada di tahap mencari identitas mereka. Remaja bingung dengan identitas atau peran yang mereka miliki hingga menyebabkan krisis identitas. Oleh sebab itu, perilaku yang terjadi pada fenomena klitih sangat berpengaruh bagi remaja dan yang menjadi salah satu cara bagaimana remaja menemukan identitas diri mereka.

Alasan fenomena ini menarik untuk dibahas yaitu karena relevansi langsung dengan kehidupan sehari-hari dan karena fenomena ini merupakan salah satu isu penting di antara lingkungan masyarakat yang perlu dibahas untuk memperluas perspektif tentang aksi klitih yang dilakukan oleh para remaja serta mencari solusi bagaimana cara menangani masalah tersebut secara kritis dan analitis.

Teori

Teori yang kami gunakan adalah teori dari Erik Erikson mengenai salah satu stages of psychosocial development yang paling penting yaitu identity vs identity confusion. Menurut Erikson (1982), pencarian identitas ego mencapai klimaks ketika remaja berusaha mencari tahu siapa mereka untuk menemukan identitas mereka. Erikson percaya bahwa pertanyaan tentang pekerjaan, ideologis, dan seksualitas adalah masa kritis selama masa remaja (1956, 1963). Ketiga domain tersebut membentuk landasan pengembangan identitas diri remaja ketika mereka belajar untuk mengatasi konflik psikososial dari kebingungan identitas. Krisis identitas dapat berlangsung selama bertahun–tahun dan dapat menghasilkan kekuatan ego yang lebih besar maupun yang lebih kecil.

Menurut Erikson (1982), identitas dapat muncul dari dua sumber yaitu afiliasi remaja atau penolakan identifikasi masa kanak-kanak dan konteks sejarah atau sosial mereka. Identitas didefinisikan sebagai positif dan negatif karena remaja dapat memutuskan mereka ingin menjadi apa sesuai yang diinginkan dan juga dapat mengetahui apa yang tidak mereka inginkan atau apa yang tidak mereka yakini. Sehingga, seringkali mereka menolak nilai-nilai atau standar yang ada di lingkungannya dan menimbulkan dilema dalam identitas mereka.

Remaja perlu mengalami kebingungan tentang siapa mereka sebelum mereka dapat mengembangkan identitas yang stabil. Para remaja mungkin meninggalkan rumah (seperti apa yang dilakukan oleh Erikson), bereksperimen dengan seks dan narkoba, bergabung dengan geng jalanan, bergabung dengan suatu ordo agama, atau mungkin secara diam-diam mempertimbangkan nilai yang cocok dengannya tanpa jawaban alternatif. Erikson (1975) menyebut tahapan ini sebagai masa ketidakpuasan, pemberontakan, dan kebingungan identitas. Meskipun identity confusion merupakan bagian penting dalam pencarian identitas, apabila terlalu banyak kebingungan dapat menyebabkan penyesuaian patologis dalam bentuk regresi ke tahap perkembangan sebelumnya. Namun, jika rasio kebingungan identitas mereka tepat maka mereka dapat memiliki keyakinan pada suatu prinsip ideologis, mampu memutuskan bagaimana harus berperilaku, kepercayaan terhadap rekan atau orang dewasa yang memberi nasihat mengenai tujuan serta aspirasi dan kepercayaan terhadap pilihan mereka untuk pekerjaan yang akan dipilih.

Analisa

Pertumbuhan kota Yogyakarta yang pesat dan padat populasi menciptakan tekanan sosial dan ekonomi pada remaja yang berujung pada fenomena klitih. Ketimpangan sosial dan ketidakadilan dapat menimbulkan ketidakpuasan dan frustasi di kalangan mereka. Kedua, faktor sosial dan ekonomi seperti kemiskinan, kurangnya pendidikan, dan kesenjangan ekonomi juga dapat mempengaruhi remaja yang terlibat dalam klitih. Ketiga, lingkungan sekitar remaja, termasuk keamanan yang kurang, pengaruh negatif dari kelompok kriminal atau teman sebaya, serta kurangnya pengawasan orang tua, dapat mempengaruhi perilaku mereka. Keempat, pengaruh media sosial dan budaya populer dapat memperbesar dampak fenomena klitih dengan eksposur terhadap konten negatif dan tindakan kekerasan. Terakhir, karena pada masa remaja mereka berada pada tahap identity vs identity confusion, jika remaja berhasil menemukan identitas dirinya, maka akan terbentuk kesadaran diri yang positif. Namun, jika remaja mengalami kebingungan dalam menemukan identitas dirinya, maka akan terjadi identity confusion yang dapat mempengaruhi perilaku remaja. Pada kasus klitih remaja yang terlibat dalam aksi kejahatan ini mungkin mengalami identity confusion dan merasa tidak memiliki tempat dalam masyarakat. Mereka merasa tidak diakui atau dihargai oleh masyarakat, sehingga mereka mencari cara untuk menunjukkan eksistensi mereka dengan melakukan tindakan kekerasan seperti klitih.

Daftar Pustaka

Dinda, L. (2022, June 2). Krisis identitas di Balik Fenomena Klitih. KOMPASIANA.https://www.kompasiana.com/lusiadinda3525/6298679253e2c375a93a0182/krisis-ide ntitas-dibalik-fenomena-klitih

Feist G. J. Roberts T.-A. & Feist J. (2021). Theories of personality (Tenth edition). McGraw Hill Education.

LM Psikologi . (2022, May 21). Fenomena Klitih di yogyakarta: Mengapa Bisa Terjadi?. LM Psikologi UGM Kabinet Gama Pancarona. https://lm.psikologi.ugm.ac.id/2022/05/fenomena-klitih-di-yogyakarta-mengapa-bisa- terjadi/

Santosa, B. (2020, February 4). Sejarah Klitih Dan Alasan banyak remaja melakukan kekerasan. VOI.

https://voi.id/bernas/2467/sejarah-i-klitih-i-dan-alasan-banyak-remaja-melakukan-kekerasan

Tugas Personality Psychology kelas LF64 dengan dosen pengajar (Danika Nurkalista, M.Si., Psi.)