Kelompok 6:
2602060312 – Edison Lo
2602081973 – Keisha Kanaiela Jansen
2602083865 – Davin Austin Hariawan
2602069740 – Sharon Christy Angelina
2602072230 – Nathaniel Erastious Thierry

 

I. Latar Belakang

Jennette McCurdy adalah mantan aktris cilik yang membintangi acara televisi hit Nickelodeon yang berjudul iCarly serta beberapa acara televisi lainnya. Ia lahir pada tanggal 26 Juni 1992 dan dibesarkan di Garden Grove, California. Menjadi seorang aktris bukanlah keinginannya sendiri, melainkan keinginan ibunya. Demi mewujudkan impian dan ambisinya sendiri, ibunya pun membentuk dan mengontrol segala aspek dalam hidup Jennette sejak ia kecil, mulai dari mengontrol ketat apa yang ia boleh makan, memandikannya hingga ia berusia 16 tahun, memutihkan giginya dan mengecat bulu matanya, dan lain sebagainya. Pola asuh ini kemudian berdampak besar dalam perkembangan atau pembentukan kepribadian Jennette. Ia tumbuh menjadi seseorang yang amat bergantung kepada ibunya, karena ia berusaha untuk selalu menuruti dan memenuhi ekspektasi ibunya. Pengekangan-pengekangan ibunya juga mendorong Jennette untuk memiliki eating disorder dan OCD sampai ia beranjak dewasa. Ketika ibunya meninggal di tahun 2013, Jennette pun merasa merasa kehilangan bagian besar dari dirinya sendiri. Ia jatuh ke dalam depresi berat dan menjadi semakin kecanduan alkohol. Namun kini, Jennette perlahan mulai pulih dan bangkit dari keterpurukannya. Buktinya, kini ia mampu menuliskan pengalaman hidupnya dalam memoarnya, I’m Glad My Mom Died, yang dirilis di tahun 2022.

Kehidupan Jennette yang kompleks ini lah yang membuat kami tertarik untuk menganalisis sosoknya. Kami juga tertarik untuk melihat bagaimana ia mengatasi krisis-krisis yang ia alami. Kami menggunakan memoarnya, I’m Glad My Mom Died, sebagai sumber utama analisis kami.

II. Teori

Teori yang kami gunakan sebagai dasar analisa kami adalah teori Erikson yakni Stages of Psychosocial Development. Teori ini memberi gambaran tentang tahap-tahap perkembangan seseorang dengan menggunakan prinsip epigenetic, dimana satu tahap muncul dari dan dibangun di atas tahap perkembangan sebelumnya tanpa menggantikan tahap sebelumnya tersebut. Ada dua elemen yang saling berlawanan di tiap tahapannya, yakni elemen syntonic (harmonious) dan elemen dystonic (disruptive). Kedua elemen ini sama-sama penting dan dibutuhkan dalam perkembangan seseorang. Namun, agar konflik di tiap tahapan dapat teratasi dengan baik, elemen syntonic-lah yang harus memiliki rasio lebih besar. Dengan begitu, konflik di tiap tahapan dapat teratasi dengan baik dan memunculkan basic strength. Tapi, jika konflik tidak teratasi atau menghasilkan basic strength yang terlalu sedikit, yang akan muncul adalah core pathology.

Karena kami menggunakan memoar Jennette sebagai sumber utama, kami dapat melihat dan menganalisis tahap-tahap perkembangan psikososialnya. Dari situ, kami dapat mengidentifikasi di tahap-tahap mana saja konflik antar elemennya tidak berhasil teratasi atau akar dari permasalahan yang ia hadapi, sehingga kami dapat menyimpulkan cara coping crisis yang sesuai.

III. Analisis

Krisis yang Jennette alami bermula di masa infancy, karena konflik basic trust vs. basic mistrust- nya tidak dapat teratasi. Hal ini membuat konflik di tahap-tahap selanjutnya tidak teratasi juga, dimana elemen yang lebih menonjol adalah elemen dystonic. Di masa infancy, Jennette mengembangkan terlalu banyak basic trust terhadap ibunya. Hal ini terlihat dari bagaimana ia tidak pernah meragukan keputusan ibunya atau selalu mengiyakan apapun yang ibunya minta maupun suruh. Ketika ia beranjak dewasa pun, ia selalu mempercayai pilihan ibunya meskipun pilihan tersebut sebenarnya tidak sejalan dengan apa yang ia inginkan, karena ia menganggap bahwa ibunya lah yang paling benar dan paling tahu apa yang terbaik untuknya. Karena tidak ada keseimbangan antara trust dan mistrust, yang muncul adalah core pathology berupa withdrawal, namun hal ini tidak terlihat jelas dalam memoar Jennette. Lalu di masa early childhood, Jennette lebih banyak mengembangkan shame and doubt dibandingkan autonomy. Saat ia berusia 2 tahun, ibunya

didiagnosis menderita kanker payudara stadium empat. Namun karena masih belum bisa memahami betapa seriusnya situasi tersebut, ia tetap menyanyikan “Jingle Bells” dengan riang. Ibunya pun mengomentari perilaku Jennette ini di depan banyak orang dengan menyebutnya “stinker”. Dengan kata lain, ibu Jennette membuatnya merasa malu dan merasa bersalah meski perilakunya tersebut adalah perilaku yang wajar untuk anak seusianya. Maka dari itu, yang muncul adalah core pathology berupa compulsion. Hal ini terlihat dari bagaimana ia kurang punya kemauan keras atau lebih memilih untuk mengikuti apa kata ibunya.

Dalam memoarnya, Jennette menuliskan bahwa ibunya seolah seperti bom waktu yang bisa meledak setiap saat. Oleh karena itu, Jennette selalu berusaha untuk menyenangkan hati atau menjaga mood ibunya dan ketika ia tidak berhasil melakukan hal tersebut, ia merasa bersalah. Ibunya juga akan terang-terangan mengekspresikan kekecewaannya terhadap Jennette sehingga ia pun merasa semakin bersalah. Maka di masa play age, ia lebih banyak mengembangkan guilt daripada initiative sehingga core pathology berupa inhibition muncul. Hal ini terlihat dari bagaimana ia tidak dapat menentukan tujuan hidupnya sendiri. Kemudian, sejak memasuki masa school age atau ketika Jennette berusia 6 tahun, ibunya mulai mendaftarkannya pada berbagai audisi untuk memasuki dunia akting. Dalam prosesnya, terkadang ia diterima dan terkadang ia ditolak. Penolakan-penolakan saat audisi seringkali membuatnya merasa rendah diri, tidak kompeten, dan tidak pantas, karena di usianya yang belia ia masih belum paham bahwa penolakan tersebut hanya berarti ia tidak cocok dengan peran yang ia audisikan. Perasaan ini semakin menguat karena ketika ia mengalami penolakan, tidak ada orang dewasa di sekitarnya yang cukup peduli untuk menghibur ataupun menjelaskan kepadanya bahwa masih ada kesempatan lain. Selain merasa inferior akan kemampuannya sebagai seorang aktris, ia juga seringkali merasa inferior akan penampilan fisiknya. Maka di masa ini, ia lebih mengembangkan inferiority daripada industry sehingga core pathology berupa inertia muncul. Hal ini terlihat dari bagaimana ia merasa kurang kompeten sebagai seorang aktris.

Sampai di masa adolescence, semua hal yang Jennette lakukan ia lakukan demi ibunya. Karena kurangnya perkembangan autonomy, initiative, dan industry, ia akhirnya tidak mampu mengembangkan identitasnya sendiri. Di masa ini, eating disorder-nya menjadi semakin parah, dan ia mulai banyak minum alkohol serta menjalani beberapa hubungan seksual yang tidak sehat.Identity confusion di tahap ini memuncak ketika ibu Jennette meninggal. Saat itu, Jennette benar- benar merasa bahwa ia tidak lagi punya identitas karena selama ini semuanya berada dalam kontrol ibunya. Maka dalam tahap ini, yang lebih dominan adalah identity confusion. Dengan begitu, yang muncul adalah core pathology berupa role repudiation: diffidence. Hal ini terlihat dari ketidakmampuan Jennette dalam mengambil keputusan untuk dirinya sendiri maupun mengekspresikan dirinya dengan jujur. Kegagalan dalam membentuk identitas membuat Jennette kesulitan mengembangkan intimacy di masa young adulthood. Namun setelah ibunya meninggal, seorang rekan menyarankannya untuk mengunjungi terapis. Awalnya, ia merasa sangat kesulitan untuk terbuka dengan orang lain, terutama ketika topik pembicaraannya adalah hubungan ia dengan ibunya. Akan tetapi, setelah melewati proses yang panjang dan berat, ia perlahan-lahan mulai pulih. Di tahun 2018, ia bahkan berhasil sembuh dari eating disorder-nya. Karena konfliknya teratasi, yang muncul adalah basic strength berupa love. Hal ini terlihat dari bagaimana Jennette mulai belajar mengasihi dirinya sendiri dan membuka diri untuk mempercayai orang-orang disekitarnya. Maka kini di usia 31 tahun, Jennette berhasil lebih mengembangkan generativity dibandingkan stagnation. Ciri generativity yang nampak dalam kehidupannya saat ini adalah bagaimana ia mampu menginspirasi generasi muda lewat karya-karyanya. Ia juga mengembangkan basic strength berupa care. Kepeduliannya untuk orang lain terlihat dari cara ia meresponi pembaca memoarnya yang memiliki kisah serupa dengannya. Ia mendengarkan cerita mereka, memberi penghiburan, menangis, dan tertawa bersama mereka. Ia mampu membangun komunikasi yang baik.

Jika disimpulkan, cara Jennette mengatasi krisisnya adalah dengan menemukan jati dirinya sendiri, sesuatu yang selama 20 tahun lebih tidak bisa ia lakukan karena kekangan ibunya. Ia menghidupkan kembali kesukaannya akan menulis dan memulai karir baru yang memang sesuai dengan minat dan bakatnya. Selain itu, ia belajar terbuka dan menjalin hubungan yang bermakna dengan orang lain lewat terapi. Ia juga belajar berdamai dengan masa lalunya yang buruk. Menurut kami, hal-hal yang Jennette lakukan ini sudah tepat. Ia memutuskan untuk mengatasi kegagalan di tahap-tahap perkembangan sebelumnya, terutama di tahap identity vs. confusion serta tahap intimacy vs. isolation, sehingga di tahap-tahap selanjutnya ia bisa berkembang ke arah yang sesuai.

IV. Daftar Pustaka

ABC News. (2022, Agustus). Jennette McCurdy shares the stories behind memoir “I’m Glad My Mom Died”. [Video]. https://youtu.be/hkqXK7nsvW0.

Anggraini, R. (2022, Oktober). Bintang “iCarly” Jennette McCurdy Ungkap Trauma Mendalam Akibat Pelecehan dan Eksploitasi dari Sang Ibu, Ini Kisahnya! BEAUTYNESIA. Diambil dari https://www.beautynesia.id/life/bintang-icarly-jennette-mccurdy-ungkap-trauma- mendalam-akibat-pelecehan-dan-eksploitasi-dari-sang-ibu-ini-kisahnya/b-263743. Diakses pada 12 Juni 2023.

Conway, J. (2022, Oktober). Jennette McCurdy reacts to the “overwhelming” response to her new bestselling memoir “I’m Glad My Mom Died.” Forbes. Diambil dari https://www.forbes.com/sites/jeffconway/2022/08/19/jennette-mccurdy-reacts-to-the- overwhelming-response-to-her-new-bestselling-memoir-im-glad-my-mom- died/?sh=6a2d5ecf4d47. Diakses pada 26 Juni 2023.

Guglielmi, J. (2021, Maret). ‘iCarly’s Jennette McCurdy Felt ‘Deeply Unhappy’ Before She Quit Acting: It Was ‘Hellish’. People. Diambil dari https://people.com/tv/icarly-star-jennette- mccurdy-felt-deeply-unhappy-before-she-quit-acting/. Diakses pada 10 Juni 2023.

Tempesta, E. (2021, Oktober). Former iCarly star Jennette McCurdy, 29, details ‘intense’ abuse by her late mother – who performed vaginal and breast exams on her, and wouldn’t let her shower alone until she was 17. Mail Online. Diambil darihttps://www.dailymail.co.uk/femail/article-10088649/Former-iCarly-star-Jennette-McCurdy- details-late-mothers-horrific-abuse.html. Diakses pada 10 Juni 2023.

Saner, Emine. (2022, September). Child star Jennette McCurdy: “It took a long time to realise I was glad my mom died.” The Guardian. Diambil dari Diakses pada 10 Juni 2023. https://www.theguardian.com/tv-and-radio/2022/sep/10/jennette-mccurdy-interview-memoir. Diakses pada 10 Juni 2023.

Tugas Psikologi Kepribadian I kelas (misal LA64) dengan dosen pengajar (Dr. Rani Agias Fitri, M.Si., Psi.)