Pada Dewasa ini sebuah fenomena bernama “quarter life crisis” sedang menjadi perbincangan banyak orang dan kerap digunakan hingga menjadi sebuah tren di dunia maya (Budiarti, 2021). Istilah quarter life crisis biasanya digunakan dalam berbagai media sebagai ungkapan untuk mewakili kesulitan-kesulitan yang muncul dan dialami orang dewasa karena ketidakyakinan akan rute yang harus diambil dalam hidup (Robbins dalam Murphy, 2011). Quarter life crisis ini sendiri sebenarnya sudah ada sejak dahulu dan sudah banyak penelitian yang dilakukan terkait quarter life crisis ini. Jika dilihat melalui definisinya, quarter life crisis merupakan sebuah periode stres, pergolakan emosi, dan perasaan tidak aman yang terjadi pada usia antara 18-28 tahun, misalnya merasa frustrasi dengan hubungan dan dunia kerja, kebingungan identitas, dan perasaan tidak aman terhadap keadaan saat ini, masa depan, dan tujuan jangka panjang (Blake dalam Murphy, 2011).

Quarter life crisis termasuk dalam tahap perkembangan manusia dari masa remaja menuju masa dewasa, dimana individu akan mengalami masa transisi dan menghadapi berbagai krisis, baik secara fisik maupun psikologis. Pada tahap perkembangan ini para individu akan mulai merencanakan tujuan hidup dan masa depan (Nurhadianti, 2021). Jika dilihat melalui teori perkembangan Psikososial milik Erik Erikson, terdapat sebuah tahap yang dinamakan intimacy vs. isolation yang terjadi pada individu di usia 21-39 tahun. Intimacy yang dimaksud adalah bagaimana individu dapat menjalani hubungan yang akrab— dalam hubungan romantis ataupun kehidupan bersosial— dan memiliki komitmen dalam menjalani peran pekerjaan (Stevens, dalam Žukauskienė, 2016). Sedangkan isolation lebih mengarah kepada kurangnya kemampuan bersosial dengan baik sehingga menyebabkan perasaan terisolasi dan penundaan komitmen dalam menjadi dewasa, yang dapat mengakibatkan kehilangan kesempatan untuk menikah atau mencapai posisi yang diinginkan dalam pekerjaan (Žukauskienė, 2016).

Penelitian Terhadap Quarter Life Crisis

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh LinkedIn (2017) terkait quarter life crisis menunjukkan sebanyak 75% dari 6.014 partisipan dari berbagai negara, seperti Amerika, Inggris, India, dan Australia dengan rentang usia 25-33 tahun pernah mengalami quarter life crisis dan rata-rata mereka mengalaminya di usia 27 tahun. Salah satu hal yang dialami individu pada masa quarter life crisis adalah rasa cemas (anxiety). Penyebab utama kecemasan yang dialami oleh 61% partisipan survei tersebut adalah menemukan pekerjaan atau karir yang mereka minati. Penyebab kedua adalah kecenderungan membandingkan diri mereka dengan teman mereka yang lebih sukses, terjadi pada 48% partisipan (terutama perempuan). Dari hasil survei tersebut pula dipaparkan bahwa, individu pada rentang usia 25-33 tahun banyak yang merasa tidak yakin dan frustasi dengan karir yang mereka jalani, bahkan juga merasa tertekan terhadap hubungan dan tujuan hidup mereka. Sebelumnya, pada tahun 2011 juga terdapat sebuah studi terkait quarter life crisis yang dilakukan oleh Nicole dan Carolyn yang dilakukan pada empat kelompok dewasa muda, salah satu kelompoknya adalah para sarjana atau mahasiswa. Dari hasil studi tersebut, ditemukan bahwa kecemasan tertinggi dialami oleh siswa lulusan sekolah menengah, kemudian diikuti oleh mahasiswa sarjana (Afnan, Fauzia, & Tanau, 2020). Seorang peneliti bernama Dr. Oliver Robinson dari University of Greenwich melakukan penelitian mengenai quarter life crisis pada individu dengan rentang usia 25-35 tahun dan ia menyebutnya dengan twenty-and thirtysomethings. Dalam penelitian ini, 86% dari 1.100 partisipan yang mengikuti penelitian merasa bahwa dirinya berada dibawah tekanan untuk berhasil dalam hubungan, keuangan, dan pekerjaan sebelum mencapai usia 30 tahun (the Guardian, 2011).

Faktor dan Ciri-Ciri Individu yang Mengalami Quarter Life Crisis

Salah satu hal yang menjadi penyebab individu mengalami quarter life crisis adalah adanya perubahan pada hubungan interpersonal, ruang lingkup pekerjaan dan finansial, identitas diri hingga problematika akademik (Allison dalam Sari, 2021). Selain itu, beberapa penyebab lainnya adalah media sosial dan tuntutan sosial yang dapat memicu perasaan cemas, tidak nyaman, kesepian, bahkan hingga depresi (Budiarti, 2021). Adapun ciri-ciri seseorang yang mengalami quarter life crisis (Agustin dalam Zulfikar, 2022; Asikin, 2022), yaitu:

  1. Merasa bingung, tidak termotivasi, dan khawatir terhadap masa depannya
  2. Terjebak dalam situasi yang tidak disukai
  3. Sulit membuat keputusan ketika dihadapkan dengan banyak pilihan
  4. Sulit menentukan apakah harus menjalani hidup sesuai dengan keinginan diri sendiri atau tuntutan sosial
  5. Khawatir akan tertinggal dalam ketidakpastian hidup dan mulai mempertanyakan tujuan hidup
  6. Merasa iri dengan teman sebaya yang sudah mencapai mimpinya terlebih dahulu dan kecewa dengan pencapaian yang sudah didapat
  7. Muncul keraguan pada kemampuan diri sendiri

Selain itu, menurut Robinson (dalam Žukauskienė, 2016) terdapat 4 fase yang akan dihadapi oleh seseorang yang sedang mengalami quarter life crisis, yaitu:

  1. Ia mendapati dirinya sedang dalam komitmen terhadap sebuah hubungan, pekerjaan dan/atau grup sosial, namun ia merasa bahwa komitmen yang dijalankannya sekarang bukanlah sesuatu yang diinginkannya untuk jangka waktu yang panjang.
  2. Di fase kedua ini, individu mengambil langkah aktif untuk keluar dari komitmennya dan mulai memisahkan diri dari struktur kehidupan yang mulai terasa melelahkan. Kemudian, diikuti dengan munculnya rasa sedih karena kehilangan dan kecemasan terhadap masa depan yang tidak pasti. Pada fase ini, individu mungkin saja kehilangan identitas untuk sementara, mempertanyakan nilai dan keyakinan diri tentang kehidupan dan masyarakat, serta individu akan dikuasai oleh tekanan perubahan dan merasa emosional.
  3. Di fase ketiga, individu akan mengadopsi gaya hidup baru dan menunjukkan banyak fitur-fitur dari kedewasaan yang muncul. Sekali lagi, mereka mengeksplorasi identitas, bereksperimen dengan kemungkinan alternatif, merasa tidak stabil secara emosional, sering melakukan perubahan, mencoba fokus pada diri sendiri daripada orang lain ketika mencoba untuk kembali ke rute hidup yang stabil.
  4. Ketika individu mencapai fase keempat, mereka berkomitmen pada peran baru yang dianggap lebih otentik dan termotivasi secara intrinsik.

 

Cara Mengatasi Quarter Life Crisis

Meskipun Anda merasa sedang dalam quarter life crisis, namun krisis ini dapat menjadi suatu titik balik yang baik bagi diri Anda jika Anda menanggapinya dengan positif. Berikut adalah beberapa cara untuk mengatasi quarter life crisis secara positif (Agustina & Wirasto dalam Zulfikar, 2022; Asikin, 2022; Budiarti, 2021; Nareza, 2020):

  1. Fokus dan bentuklah komunikasi

Cobalah untuk fokus dan bentuk komuikais dengna orang sekitar, komunikasi merupakan salah satu cara yang dapat Anda lakukan untuk menyampaikan kendala dan masalah yang Anda hadapi terhadap orang tersebut atau hal lain, serta salah satu cara juga untuk mengungkapkan rasa sayang dan cinta.

  1. Optimalkan hubungan dengan orang terdekat

Semakin bertambahnya usia, semakin kecil lingkup sosial seseorang. Jaga dan optimalkan hubungan Anda dengan orang-orang yang Anda rasa dekat, seperti keluarga, sahabat, pasangan, sehingga bisa menjadi tempat untuk bercerita, memetakan, dan memberikan fakta objektif mengenai diri Anda.

  1. Jangan ragu untuk meminta bantuan Psikolog atau professional

Ketika Anda merasa tidak bisa lagi mengandalkan diri Anda maupun orang terdekat untuk menjadi tempat cerita, Anda dapat mencoba menghubungi Psikolog atau professional yang siap membantu mengatasi masalah Anda.

  1. Belajar menentukan prioritas dalam hidup

Mulai lah memprioritaskan hal-hal dari yang paling penting hingga kurang penting untuk Anda, baik dalam hubungan, pekerjaan, maupun waktu/kegiatan.

  1. Selektif dalam memilih hal yang penting bagi diri

Selain menentukan prioritas dalam hidup, penting juga untuk menjadi selektif tentang apa dan siapa yang penting untuk diri Anda, jika Anda mengisinya dengan hal-hal yang tidak penting maka Anda akan kehilangan makna hidup itu sendiri.

  1. Cari tahu dan berusaha memahami diri sendiri

Dengan memahami diri sendiri, kita dapat mengetahui potensi dan kekurangan yang dimiliki oleh diri. Dengan demikian, kita dapat melakukan evaluasi diri dan mencoba mengubah diri agar menjadi lebih baik, serta dapat mengasah potensi yang dimiliki agar lebih optimal.

  1. Belajar mencintai diri sendiri

Ketika Anda terjebak dalam quarter life crisis, Anda cenderung mengabaikan privilege yang Anda miliki. Melalui krisis ini, jadikan seabgai kesempatan untuk Anda lebih mencintai diri sendiri dengan cara, menjadi sadar apa yang Anda sukai dan tidak sukai, apa yang membuat Anda nyaman, dan hal-hal yang ingin Anda coba lakukan. Cobalah untuk melakuakn satu per satu dari hal yang paling kecil, tanpa Anda sadari mungkin saja Anda merasa hidup Anda lebih menyenangkan.

  1. Temukan orang-orang yang dapat mendukung Anda

Carilah teman atau tambah relasi Anda dengan orang-orang yang memiliki minat yang sama dengan Anda, bisa juga seseorang yang dapat menginspirasi dan memotivasi Anda agar menjadi orang yang lebih baik, serta orang yang mau mendukung impian dan cita-cita Anda.

  1. Berhenti membandingkan diri dengan orang lain

Fokus lah pada usaha diri sendiri agar mendapatkan hasil yang maksimal, karena dibalik kesuksesan seseorang kita tidak tahu apa yang mereka alami untuk mencapai kesuksesan tersebut.

  1. Ubah keraguan menjadi tindakan

Ketika Anda merasa bingung dan ragu terhadap suatu hal dalam hidup Anda, ubahlah keraguan tersebut menjadi peluang untuk menemukan tujuan baru. Dengan kita mencoba melakukan sesuatu, berarti Anda mencoba untuk menjadi lebih maju. Walaupun gagal, setidaknya Anda gagal karena ingin maju. Namun, jika Anda terdiam dan tidak berusaha, sudah pasti Anda gagal.

  1. Menyusun rencana hidup

Anda dapat mulai membuat target hidup secara bertahap, misal dalam rentang waktu 5 tahun, 10 tahun, dan seterusnya. Dengan demikian, target akan lebih realistis dan mudah dicapai.

  1. Belajar menerima kegagalan

Yakin lah bahwa kegagalan adalah bagian dari proses hidup dan kegagalan bukan lah sesuatu yang harus diratapi, namun sesuatu yang dapat dijadikan bahan evaluasi dan digunakan sebagai pembelajaran dalam hidup.

Referensi:

Afnan., Fauzia. R., & Tanau. M. U. (2020). Hubungan efikasi diri dengan stress pada mahasiswa yang berada dalam fase quarter life crisis. Jurnal Kognisia, 3(1), 23-29. https://ppjp.ulm.ac.id/journals/index.php/kog/article/view/1569/1252

Asikin, M. N. (2022, Juni 25). Hadapi quarter life crisis, penyebab dan kiat mengatasinya. Jawa Pos. Diakses pada 29 Juni, 2022, melalui https://www.jawapos.com/lifestyle/25/06/2022/hadapi-quarter-life-crisis-penyebab-dan-kiat-mengatasinya/?page=all

Budiarti, R. M. (2021, Mei 17). Fenomena quarter life crisis. Rumah Sakit Jiwa Menur Provinsi Jawa Timur. Diakses pada 27 Juni, 2022, melalui http://rsjmenur.jatimprov.go.id/post/2021-05-17/fenomena-quarter-life-crisis

LinkedIn Corporate Communications. (2017, November 15). New LinkedIn research shows 75 percent of 25-33 year olds have experienced quarter-life crises. LinkedIn Pressroom. https://news.linkedin.com/2017/11/new-linkedin-research-shows-75-percent-of-25-33-year-olds-have-e

Murphy, M. (2011). Emerging adulthood in Ireland: is the quarter-life crisis a common experience. Technological University Dublin [Dissertation, Technological University Dublin]. Arrow TU Dublin. DOI: 10.21427/D7Q77S

Nareza, M. (2020, November 12). Memahami quarter life crisis dan cara menghadapinya. Alodokter. Diakses pada 23 Juni, 2022, melalui https://www.alodokter.com/memahami-quarter-life-crisis-dan-cara-menghadapinya

Nurhadianti, R. D. D. (2021, Maret 19). Quarter life crisis. Universitas Persada Indonesia Y.A.I. Diakses pada 29 Juni, 2022, melalui http://repository.upi-yai.ac.id/1767/1/Quarter%20Life%20Crisis.pdf

Sari, M. A. P. (2021). Quarter life crisis pada kaum milenial. [Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta]. UMS Library. eprints.ums.ac.id/93077/2/NASKAH PUBLIKASI.pdf

Žukauskienė, R. (Ed.). (2016). Emerging adulthood in a European context. Routledge.

Zulfikar, F. (2022, Juni 3). Usia 20-an memasuki quarter life crisis, bagaimana cara mengatasinya. DetikEdu. Diakses pada 27 Juni, 2022, melalui https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6108508/usia-20-an-memasuki-quarter-life-crisis-bagaimana-cara-mengatasinya

Penulis: Theresia

Di bawah supervisi Rani Agias Fitri