Dalam sebuah pekerjaan, kita dituntut untuk menjadi pemimpin yang baik dan asertif. Schilder (2019) menjelaskan bahwa seorang pemimpin yang tidak asertif menandakan dirinya adalah seorang pemimpin yang terlalu pasif atau terlalu agresif. Mungkin, Anda sebagai pemimpin pernah mengalami atau memiliki sifat yang cenderung terlalu menuntut rekan kerja yang dapat menjadikan Anda pemimpin yang terlalu agresif. Disisi lain, cenderung menghindari masalah dalam pekerjaan, tidak bisa memberikan pendapat, dan kesulitan mengutarakan kemauan Anda sebagai pemimpin dapat membuat Anda terlihat sebagai pemimpin yang pasif. Dalam artikel ini akan dijelaskan apa itu pemimpin yang asertif dan bagaimana cara menjadi pemimpin yang asertif.

Definisi Asertif

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016), asertif berarti tegas. Sedangkan asertif sebagai bentuk komunikasi adalah Kemampuan kita dalam menyampaikan perasaan, pikiran, keyakinan, dan pendapat secara terbuka tanpa melanggar hak orang lain (Michel, 2008). Asertif dalam kepemimpinan memiliki arti sebagai pemimpin yang aktif, direct, spesifik, dan jujur (Schilder, 2019). Selain itu, dikatakan pula bahwa seorang pemimpin yang menggunakan gaya kepemimpinan yang asertif akan mengerti hubungan yang produktif adalah hubungan yang memerlukan timbal balik.

Penelitian terkait Asertif

Folkman (2013) melakukan sebuah penilaian terhadap para pemimpin di lingkungan Research & Development untuk menilai seberapa asertif dan bagaimana mereka dipandang dengan good judgement. Dari hasil penelitian tersebut, pemimpin yang memiliki nilai tinggi dalam good judgement namun rendah dalam nilai asertif, hanya memiliki peluang 4,2% untuk dinilai sebagai pemimpin yang efektif. Sedangkan, pemimpin yang dinilai asertif dan memiliki peluang sebesar 12,5% sebagai pemimpin yang efektif, justru memiliki nilai lebih rendah dalam penilaian good judgement. Selain itu, dari hasil penelitian tersebut Folkman (2013) menjelaskan bahwa sikap asertif adalah karakteristik yang memiliki nilai yang tinggi; seseorang yang asertif cenderung lebih jujur dan memiliki integritas yang tinggi dibandingkan pemimpin yang tidak asertif.

Mengapa Seseorang Dapat Bersikap Asertif atau Tidak Asertif?

Menurut Michel (2008), keasertifan adalah sebuah perilaku yang dipelajari dan sebuah gaya berpikir seseorang. Menurutnya, semua orang ketika baru lahir adalah bayi yang asertif, karena bayi dapat secara bebas mengekspresikan emosi yang merasa rasakan. Secara bertahap, manusia tumbuh dan beradaptasi dengan perilaku yang diterima dalam sebuah lingkungan. Oleh karena itu, cara seseorang menyelesaikan suatu masalah ataupun mengungkapkan perasaannya dapat berbeda-beda; ada yang secara pasif, agresif, maupun asertif. Michel (2008) menambahkan, penting bagi kita untuk tidak menyalahkan diri sendiri ataupun keluarga atas kurangnya asertif dalam diri sendiri. Hal ini dapat diatasi dengan memutus lingkaran yang tidak baik dan mempelajari cara menjadi asertif baik secara pikiran ataupun tindakan. Menurut Erlinawati (2009), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku asertif, yaitu:

  • Pola asuh orang tua
  • Usia
  • Jenis kelamin
  • Strategi coping
  • Sosial, ekonomi, dan pendidikan

Dampak Bersikap Tidak Asertif dan Asertif

Michel (2008) menjelaskan beberapa dampak yang dapat dialami jika tidak bersikap asertif, yaitu:

  • Merasa rendah diri
  • Kurangnya tujuan dan perasaan tidak dapat mengontrol hidup diri sendiri, karena seseorang yang pasif kurang mampu mengekspresikan pikiran dan perasaanya kepada orang lain, justru selalu terpaksa setuju dengan orang lain dan memenuhi keinginan orang lain.
  • Merasa tegang, stres, takut atau marah.
  • Dapat menuntun ke hubungan yang tidak nyaman dan tidak sehat.
  • Orang yang bersikap agresif, akan mengalami kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain dan mungkin akan sering kehilangan teman dan kurang dihargai oleh orang lain. Hal tersebut juga dapat mengarah ke perasaan rendah diri.

Sedangkan orang yang bersikap asertif akan merasa lebih sehat secara mental maupun raga, dan tidak mudah depresi (Michel, 2008).

Dalam halnya menjadi pemimpin, pemimpin yang asertif dapat meningkatkan beberapa hal berikut (Schilder, 2019):

  • Motivasi tim
  • Kolaborasi
  • Produktivitas
  • Komitmen karyawan terhadap tujuan, misi, dan visi dari organisasi

Pemimpin yang pasif akan mengakibatkan hal-hal berikut ini (Schilder, 2019):

  • Tidak dapat memberikan ekspetasi yang jelas
  • Tidak dapat memegang tanggung jawab karyawan untuk tugas yang diberikan
  • Tidak dapat memberikan memberikan umpan balik yang membangun
  • Tidak dapat menunjukkan kebutuhan yang diperlukan para karyawan dan/atau departemen

Di sisi lain, pemimpin yang agresif dapat mengakibatkan hal-hal berikut ini (Schilder, 2019):

  • Karyawan takut untuk membagikan ide dan pendapat mereka
  • Karyawan takut untuk berinisiatif melakukan sesuatu
  • Karyawan takut untuk mengingatkan kesalahan pemimpin atau ketidakpuasan konsumen
  • Komunikasi tim akan terblokir
  • Pemimpin terlalu mendominasi
  • Menghalangi pekerjaan

Cara Menjadi Pemimpin yang Asertif

Maka, agar menjadi pemimpin yang asertif dan dapat memipin dengan baik, Anda perlu melatih sikap aserif tersebut dalam diri Anda sebagai pemimpin, salah satu caranya dengan mengikuti pelatihan kepemimpinan baik yang diadakan oleh perusahaan atau secara mandiri (Schilder, 2019). Selain itu, Anda juga dapat melatih sikap asertif dengan cara berikut (Folkman, 2013):

  1. Berelasi dan terhubung dengan semua orang

Seorang pemimpin yang asertif akan membuka diri mereka agar bisa terhubung dengan semua orang dari semua tingkat organisasi. Pemimpin yang asertif juga akan menghabiskan waktu untuk berkomunikasi dengan jelas dan secara pribadi mengenai perubahan-perubahan yang terjadi.

 

  1. Berikan umpan balik yang jujur secara membangun

Sebuah umpan balik yang diberikan oleh pemimpin dengan cara menjatuhkan seseorang akan membuat karyawannya tidak semangat, merasa rendah diri, dan marah. Sedangkan, umpan balik yang diberikan secara hati-hati dapat mendorong dan menuntun seseorang agar lebih sukses. Pemberian umpan balik ini tentunya juga dapat meninggalkan kesan baik atau buruk tergantung pada cara pemimpin memberikannya.

 

  1. Gunakan good judgement untuk membuat keputusan

Mengumpulkan fakta-fakta, analisis secara hati-hati, dan menyelidiki sebuah fenomena dengan melibatkan para karyawan dapat membuat proses pengambilan keputusan menjadi lebih baik. Para karyawan yang terlibat dapat terdorong untuk memberikan umpan balik, asumsi rintangan yang akan dihadapi, dan memberikan pendapat dan ide mereka. Sehingga, akan didapatkan keputusan bersama yang lebih baik.

 

  1. Praktikan yang Anda bicarakan

Terkadang, sebagai seorang pemimpin yang asertif, Anda melihat bahwa seorang karyawan perlu merubah perilakunya agar lebih baik. Salah satu cara yang efektif adalah dengan menjadi model bagi para karyawan dalam perubahan tersebut.

 

  1. Menjaga hubungan tetap baik

Seorang pemimpin yang asertif akan dihormati, dikagumi dan disukai oleh orang lain yang dapat memberikan pengaruh dan meminta orang lain untuk melakukan hal-hal yang sulit. Sedangkan, pemimpin yang asertif namun tidak dihormati dan tidak disukai oleh orang lain ketika meminta bantuan dan berusaha memberikan pengaruh, maka hanya akan mendapatkan perlawanan dari orang lain. Hal ini dapat diperbaiki dengan memiliki dan menjaga hubungan yang kuat.

 

  1. Mencari kesempatan untuk kolaborasi

Meluangkan waktu untuk berkolaborasi dengan organisasi atau kelompok lain dalam sebuah perubahan atau peningkatan suatu hal, dapat meningkatkan peluang keberhasilan dari proyek kolaborasi tersebut dibandingkan dengan berkolaborasi dengan kelompok atau organisasi lain hanya untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain.

Selain keenam cara di atas, Edinger (2012) menjelaskan beberapa cara untuk menambahkan sikap asertif dalam diri seorang pemimpin, seperti: (1) membuat budaya inovasi, (2) fokus pada konsumen, (3) membina kerja tim dan kolaborasi, (4) memimpin perubahan, (5) mencerminkan sikap integritas, (6) membuat lingkungan yang aman, dan (7) komunikasi secara efektif.

 

Referensi:

Edinger, S. (2012, Maret 29). The one skill all leaders should work on. Harvard Business Review. Diakses pada 26 April, 2022, melalui https://hbr.org/2012/03/the-one-skill-all-leaders-shou

Erlinawati, A. M. (2009). Kecenderungan perilaku asertif pada remaja akhir di Yogyakarta [Skripsi, Universitas Sanata Dharma Yogyakara]. USD Campus Repository. https://repository.usd.ac.id/28238/2/019114150_Full%5b1%5d.pdf#:~:text=Perilaku%20asertif%20adalah%20kemampuan%20untuk%20mengungkapkan%20pendapat-pendapat%2C%20perasaan-perasaan%2C,menolak%20permintaan%2C%20kemampuan%20mendiskusikan%20masalah%2C%20beragumentasi%2C%20serta%20berorganisasi.

Folkman, J. (2013, Oktober 10). The 6 secrets of successfully assertive leaders. Forbes. Diakses pada 25 April, 2022, melalui https://www.forbes.com/sites/joefolkman/2013/10/10/the-6-secrets-of-successfully-assertive-leaders/?sh=4a51e4476668

Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2016). Asertif. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Diakses pada 27 April, 2022, melalui https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/asertif

Michel, F. (2008). Assert yourself. Centre for Clinical Interventions.

Schilder, D. (2019). Leaders who aren’t assertive just aren’t as effective as they could be. Donna Schilder Coaching. Diakses pada 25 April, 2022, melalui https://www.donnaschilder.com/blog/leadership-blog/why-be-an-assertive-leader/

 

nulis: Theresia

Di bawah supervisi Rani Agias Fitri