Bagaimana Orang yang Puas dengan Hubungannya Memaknai Pernikahan?
Pendahuluan
Rubrik “Sekilas Skripsi” hadir lagi bagi pembaca! Kali ini saya menulis bersama Afifah Zulinda Sari, S.Psi., alumni yang lulus pada semester Genap 20/21 yang lalu. Afifah meneliti mengenai topik yang menarik buat saya, yaitu seputar konsep pernikahan. Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian yang ia buat bersama rekan-rekan mahasiswa sesama pemegang saat melakukan enrichment – research di bawah bimbingan saya dan Farah M. Djalal, PhD. Selamat membaca! (PR)
Konsep Pernikahan bagi Orang dengan Kepuasan Hubungan Tinggi
Bagi sebagian orang, pernikahan bukan persoalan yang mudah. Meskipun demikian, pernikahan masih menjadi suatu momen yang diinginkan banyak orang. Banyak hal yang menjadi pertimbangan ketika seseorang memutuskan untuk menikah, salah satunya adalah komitmen. Pernikahan merupakan sebuah bentuk komitmen antar pasangan dalam menjalin hubungan romantis. Ketika pasangan memutuskan untuk menikah, maka ada berbagai hal yang akan mereka rasakan, seperti kebahagiaan, kepuasan, rasa tanggung jawab. Selain berbagai perasaan, ada juga berbagai makna pernikahan yang terbentuk.
Nyatanya, tidak semua pasangan merasa puas dengan hubungannya, baik pacaran, tunangan, maupun menikah. Sebuah penelitian di Indonesia mengenai bagaimana orang-orang memaknai pernikahan sebagai sebuah konsep berdasarkan kepuasan hubungan menunjukkan bahwa terdapat 26 orang (16.77% dari 155 orang) yang masih merasa tidak puas dengan hubungannya. Di sisi lain, 129 orang lainnya menyatakan bahwa mereka puas dengan hubungannya (Sari, 2021). Ternyata, orang yang puas dan tidak puas dalam hubungan dapat memberikan makna pernikahan yang berbeda lho!
Apa saja makna konsep pernikahan bagi mereka yang puas dengan hubungannya? Yuk, simak lima arti pernikahan menurut individu dengan tingkat kepuasan hubungan yang tinggi berikut ini.
Pertama, ada kerja sama
Tidak bisa dipungkiri bahwa setelah menikah, kerja sama antar pasangan pasti diperlukan. Mulai dari menyiapkan hal-hal kecil hingga hal besar perlu melibatkan kerja sama yang baik. Kerja sama dalam pernikahan dapat digambarkan sebagai pembagian peran antara suami dan istri. Putri dan Lestari (2016) menggambarkan suami sebagai mitra istri sekaligus kepala keluarga yang mendampingi serta membimbing istri yang bertugas untuk mencari nafkah untuk memenuhi kehidupan keluarga dan sebagai teman yang menyenangkan dan teman setia yang selalu mendampingi istri disaat suka maupun duka.
Kedua, ada keharmonisan
Terkait dengan konsep pertama, kerja sama yang baik dapat menumbuhkan keharmonisan antar pasangan. Semakin harmonis sebuah pasangan, maka semakin memberikan kesan sebagai pasangan yang serasi.
Ketiga, pernikahan melibatkan Tuhan
Orang Indonesia dengan hubungan yang memuaskan ternyata menganggap bahwa pernikahan melibatkan Tuhan. Ada kemungkinan mereka berpikir bahwa melibatkan Tuhan dalam segala sesuatu, termasuk pernikahan, akan membuat hidup menjadi lancar dan memuaskan.
Keempat, ada toleransi
Toleransi tentunya diperlukan bagi setiap pasangan agar bisa saling menghargai pendapat dan mengerti keinginan satu sama lain. Menurut Gunarsa (2010 dalam Rosana & Ediati, 2020) ketika terdapat perbedaan yang besar maka toleransi harus semakin besar, sehingga keserasian merupakan hal penting dalam hubungan pasangan. Adanya kesamaan hobi maupun sifat tidak menjamin pasangan akan memiliki keserasian. Akan tetapi, hal ini tidak menjadi masalah apabila pasangan dapat menerima satu sama lain. Pasangan yang bisa saling menerima ternyata merasa puas dalam hubungan pernikahan mereka. Terlebih lagi, toleransi juga akan membuat hubungan pasangan semakin dewasa, lho!
Kelima, melihatkan kesabaran
Pernikahan tentunya tidak selamanya mulus. Terkadang, ada masalah dan cobaan yang akan dihadapi pasangan. Jadi, kesabaran yang ekstra diperlukan dalam pernikahan. Sabar merupakan respon awal yang aktif dalam menahan perkataan, perbuatan, emosi dan pikiran yang taat pada aturan dengan tujuan kebaikan yang didukung oleh optimis, pantang menyerah, semangat mencari informasi atau ilmu dan memiliki semangat terbuka terhadap solusi, konsisten serta tidak mudah mengeluh (El Hafiz et al., 2012). Seseorang yang memiliki kesabaran dan pemaafan akan mampu mengelola segala macam pemikiran negatif terhadap pernikahan dan pasangannya menjadi hal yang positif. Hal ini menyebabkan seseorang menjadi membuka diri dalam mengambil solusi ketika menghadapi masalah yang muncul dalam kehidupan pernikahan sehingga mampu menekan adanya ketidakpuasan dengan adanya komunikasi yang mendekatkan pasangan (Langer, 2005).
Penutup
Sebenarnya, tidak ada salah atau benar dalam memaknai arti pernikahan. Pernikahan dapat dimaknai setelah seseorang menjalani realita pernikahan atau seseorang memberikan makna tergantung pada ekspektasi yang mereka harapkan. Akan tetapi, perlu juga untuk menyadari: apa arti pernikahan untuk kamu? Apakah sama atau beda dengan makna pernikahan yang dimiliki oleh orang dengan hubungan yang memuaskan? Yuk, mari kita refleksi diri agar bisa lebih siap mengarungi bahtera pernikahan. Apapun pemaknaanmu tentang pernikahan, jangan lupa persiapan pernikahan dengan baik. Akhir kata, jangan menikah hanya karena trend ya!
Referensi:
El Hafiz, S., Rozi, F., Pratiwi, L., dan Mundzir, I. (2012). Konstruk kesabaran dan perannya dalam kebahagian seseorang. Laporan Penelitian. Jakarta: UHAMKA
Langer, A., Lawrence, E., & Barry, R. A. (2008). Using a vulnerability-stress- adaptation framework to predict physical aggression trajectories in newlywed marriage. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 76(5), 756.
Putri, D. P. K., & Lestari, S. (2016). Pembagian peran dalam rumah tangga pada pasangan suami istri Jawa. Jurnal Penelitian Humaniora, 16(1), 72–85.
Rosana, E., & Ediati, A. (2020). Hubungan antara sikap terhadap pernikahan dengan kepuasan pernikahan pada istri. Empati, 7(2), 625–631.
Sari, A.Z. (2021). Differences in the selection of features of the concept of marriage based on the level of relationship satisfactions for Indonesians. Jurusan Psikologi, Universitas Bina Nusantara. Skripsi, Tidak diterbitkan.
Penulis: Afifah Zulinda Sari
Editor: Pingkan C. B. Rumondor