Dr. Julie Smith dalam presentasinya (https://www.youtube.com/watch?v=Y2UTTa0DXd8) mengatakan bahwa  toxic productivity adalah sebuah obsesi untuk terus berbuat sesuatu apapun itu terutama untuk mengembangkan diri (do, be and get more) dan dalam waktu seketika juga akan merasa bersalah kalau ternyata dirasa tidak melakukan banyak hal. Berbeda dengan hustle culture yang lebih dipicu oleh faktor eksternal, toxic productivity sebaliknya lebih didorong oleh faktor internal sebagaimana dinyatakan oleh Dr. dr. Ria Maria Theresa, Sp.KJ. (https://www.lasak.id/ini-penjelasan-ahli-tentang-hustle-culture-dan-toxic-productivity/).

Apakah membuat hidup itu produktif adalah hal yang salah atau keliru? Tentu tidak! Hidup justru harus produktif! Namun upaya untuk membuat hidup produktif tidak boleh mengesampingkan hal-hal yang menyangkut kebutuhan dasar manusia seperti makan, minum, istirahat, interaksi sosial dan kenyamanan pribadi – well-being. Ketika upaya membuat hidup ini menjadi produktif menjadi berlebihan sampai harus merasa bersalah ketika hendak berhenti, istirahat dan rehat barang sejenak maka upaya menghasilkan produktivitas yang semacam itu telah menjadi apa yang disebut dengan toxic. Seolah-olah, istirahat, rehat, me time dan sejenak menikmati serta memaknai apa yang dikerjakan itu mengkhianati produktivitas. Quote: “Don’t stop when you’re tired. Stop when you’re done” perlu hati-hati diejawantahkan agar tidak menjadi ekstrim dan mengabaikan kondisi fisik maupun psikis diri sendiri karena akibatnya bisa sangat fatal bahkan bisa merenggut nyawa.

Ketika seseorang bekerja berlebihan untuk mengejar ‘produktivitas’ sampai mengabaikan kesehatan fisik maupun mental pribadi, relasi dan interaksi sosial terganggu bahkan dengan orang-orang terdekat, menuntut diri terlalu berlebihan sampai tidak realistis dan mengalami masalah ketika akan mengambil rehat karena merasa istirahat itu menghalangi produktivitas maka orang tersebut telah terjerembab pada apa yang disebutg dengan toxic productivity. Beberapa hal yang dapat diupayakan untuk mensiasati toxic productivity adalah membuat target, tujuan dan goal pribadi yang realistis sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada dengan batasan-batasan yang ditentukan; ambil waktu untuk istirahat yang cukup dan memadai karena tanpa itu apa yang dikerjakan juga menjadi tidak efektif dan efisien sehingga tidak bisa disebut produktif juga; nyaman dengan diri sendiri, tenang dan focus – mindfulness serta memang perlu mengembangkan diri semaksimal mungkin namun tidak perlu menjadi konyol dengan memaksakan diri. Tidak perlu merasa insecure ketika orang-orang sekitar sibuk dengan kegiatan atau pekerjaan mereka karena masing-masing berbeda kebutuhan dan tujuan.

Referensi

https://kampuspsikologi.com/toxic-productivity/

https://zeniora.education/blog/kenalan-sama-toxic-productivity-sifat-ambis-berujung-toxic

https://www.youtube.com/watch?v=Y2UTTa0DXd8

https://news.unair.ac.id/2021/07/14/preventing-toxic-productivity-amid-pandemic/?lang=en

https://www.realsimple.com/health/mind-mood/stress/toxic-productivity