This Photo by Unknown Author is licensed under CC BY-SA-NC

 

Jika tim dideskripsikan sebagai dua orang atau lebih yang berinteraksi, memiliki tujuan bersama, saling bergantung satu sama lain, masing-masing memiliki peranan dan tugas bersama, maka tim virtual pun demikian pula adanya. Hal yang berbeda adalah pada jarak yang mungkin jauh satu dengan yang lain, dan proses kolaborasi yang sebagian besar dilakukan melalui bantuan teknologi komunikasi dan informasi.

Tim virtual ini muncul karena organisasi yang semakin global, perluasan bisnis dan juga tidak mungkin memiliki berbagai jenis sumber daya dalam satu tempat, yang didorong karena kemjuan teknologi komunikasi dan informasi. Selain itu, tim virtual ini memungkinkan organisasi memiliki anggota tim  dengan berbagai latar belakang keahlian yang berbeda tanpa harus mengeluarkan biaya yang terlalu banyak untuk perjalanan.

Teknologi adalah mediator yang memfasilitasi terjadinya tim virtual ini. Teknologi yang seperti apa akan sangat tergantung pada banyal hal, mulai dari sumber daya yang dimiliki, jenis tugas yang harus dilakukan, tingkat interdependensi anggota tim, dan juga preferensi dari anggota tim. Pada prinsipnya, semakin kompleks tuga yang dilakukan, teknologi yang digunakan sebaiknya adalah yang mampu memfasilitasi pertukaran komunikasi dan juga social cue. Semakin kaya media artinya media yang mampu menjembatani terjadi pertukaran informasi ini dengan cepat, dan memberikan feedback dengan cepat pula. Video conference merupakan pilihan terbaik, walaupun masih sering terjadi masalah sinkronisasi dan suara, namun untuk komunikasi virtual merupakan pilihan terbaik.

Selain teknologi, kunci keberhasilan dari tim virtual adalah pemahaman bersama dan terjadinya pertukaran pengetahuan. Setiap anggota perlu memiliki pemahaman persama mengenai tugas, tujuan, proses, dan setiap peran yang ada. Hal ini tentu merupakan tantangan bagi tim virtual karena secara demografis tim virtual berada jauh satu sama lain, terlebih ketika terdiri dari latar belakang budaya yang berbeda. Tanpa adanya pemahaman bersama, jangan-jangan setiap orang berpikir bahwa mereka saling memahami namun ternyata hanya berdasarkan pemahaman pribadi, yang mana ini akan memperlebar kemungkinan terjadinya salah paham dan konflik.

Bagaimana dengan isu hubungan antar anggota? Riset memperlihatkan hasil yang bermacam-macam. Ada hasil riset yang menyatakan bahwa virtual tim kurang kohesif dibandingkan tim tradisional, karena kurangnya interaksi langsung. Namun demikian riset yang berbeda memberikan temuan bahwa tim virtual justru lebih kohesif dibandingkan tim yang berada dalam satu lokasi.

Isu kepercayaan juga belum bisa disimpulkan bedanya antara tim virtual dengan tim yang berada di tempat yang sama. Asumsi awal yang dapat terpikirkan adalah kepercayaan akan rendah pada tim virtual, namun demikian pada kenyataannya kepercayaan pada tim virtual juga meningkat seiring interaksi.

Jadi apa yang harus dilakukan Ketika kita memiliki tim virtual? Berikut beberapa hal yang bisa dilakukan

  1. Mengadakan pertemuan tatap muka diawal, untuk mengembangkan pemahaman bersama mengenai tujuan, peran, proses dalam tim, dan berbagai aspek keragaman  yang ada.
  2. Bertukar informasi kontekstual (mengenai budaya, cara kerja, harapan, hari libur nasional), mengidentifikasi keahlian dalam tim, dan semua ini dilakukan secara eksplisit.
  3. Menggunakan teknologi yang tepat. Pertemuan tatap muka dapat dilakukan jika memang diperlukan untuk tugas-tugas yang penting dan kompleks namun pemahaman bersama rendah, misalnya.
  4. Tekankan identitas kelompok bersama namun tetap memperhatikan perbedaan yang ada.

Artikel ini berdasarkan artikel berjudul “Virtual Tim” yang diakses di https://psychology.iresearchnet.com/industrial-organizational-psychology/group-dynamics/virtual-tims/