Sebagai seorang karyawan, kita tentu menginginkan mendapat yang terbaik dari pekerjaan kita. Baik dari segi pendapatan, perlakuan, dan berbagai kesempatan yang didapatkan. Sebaliknya, employer pun tentu menginginkan untuk memberikan yang terbaik pula bagi employee-nya. Dengan demikian, employee dapat bekerja dengan optimal dan memberikan kinerja terbaiknya. Well-being karyawan, dan lebih spesifik mental well-being, adalah salah satu elemen penting yang menunjang. Apalagi pada masa pandemi ini, berbagai perubahan dan penyesuaian yang harus terus dilakukan sangat menuntut mental seseorang. Hal ini tentu harus diimbangi pula dengan berbagai hal yang dapat membantu menjaga kondisi mental agar tetap baik dan seimbang, baik melalui usaha yang dilakukan oleh karyawan atau hal yang difasilitasi oleh pemberi kerja atau employer.

Menariknya, berdasarkan survey yang dilakukan The Achievers Workforce Institute (AWI) dengan responden dari Australia, Kanada, UK, dan US pada bulan oktober lalu (walau sayangnya Indonesia tidak termasuk ya!) 47% HR leader menyatakan bahwa mereka sangat mendukung wellbeing karyawan, namun hanya 24% yang merasakannya. Lebih spesifik,40% HR leader sangat setuju bahwa organisasi menawarkan berbagai hal untuk mendukung mental well-being karyawan, namun hanya 18% karyawan yang sangat setuju bahwa mereka merasa disupport ditempat kerja untuk mengatur mental well-being mereka. Begitu pula dengan well-being fisik, walau , 38% HR leader sangat setuju bahwa organisasi menawarkan berbagai hal untuk mendukung physical well-being karyawan, namun hanya 17% karyawan yang sangat setuju bahwa mereka merasa didukung ditempat kerja untuk mengatur physical well-being mereka.

Dari temuan diatas, hal yang bisa kita simpulkan adalah terjadi overestimasi dari HR leader mengenai pengaruh atas apa yang sudah mereka lakukan terhadap karyawan, dalam hal ini dukungan untuk well-being karyawan. Perlu usaha ekstra untuk memahami dan mengubah persepsi karyawan atas pengalaman yang dirasakan dalam bekerja.

Lantas apa yang bisa dilakukan HR Leader?

Berikut beberapa rekomendasi dari SHRM online:

  1. Meminta ide dari karyawan dan action!. Gunakan survey, polling, one on one meeting dengan manajer. Ajak karyawan supaya tahu rencana yang dilakukan oleh employer atas aspirasi mereka, bahwa karyawan itu didengar dan didukung.
  2. Pantau beban kerja dan waspadai permintaan mendadak yang tidak memiliki nilai strategis. Beban kerja dan tenggat waktu yang tidak masuk akal akan sangat berpengaruh pada kesehatan mental. Perbolehkan karyawan untuk menggunakan waktu lebih lama dan atau mengelola terlalu banyak projek.
  3. Encourage downtime! Normalisasi tidak menjawab email dan hal-hal terkait pekerjaan diluar jam kerja. Pemimpin dapat memberikan contoh bangaimana menjaga keseimbangan antara kerja dan kehidupan pribadi, dorong karyawan menggunakan waktu liburan mereka dengan baik.
  4. Memasukkan jadwal kerja yang fleksibel jika memungkinkan. Jadwal kerja yang fleksibel konon merupakan metode terbaik untuk meningkatkan kesehatan dan wellbeing karyawan. Cari tahu apa yang sebenarnya memang dibutuhkan oleh karyawan.
  5. Memberikan pengakuan yang berarti (meaningful recognition). Tidak hanya untuk hal yang umum, namun termasuk ungkapan penghargaan yang dilakukan pada waktu yang tepat dan spesifik. Misalnya saja memberikan ucapan terimakasih pada seseorang yang membantu menyelesaikan permasalahan dengan computer, yang mungkin orang tersebut datang terlambat hari itu.
  6. Buat peran (role) menjadi jelas. Menjelaksan deskripsi pekerjaan terkini lengkap dengan tujuan secara spesifik dan juga kemudahan untuk karyawan melakukan klarifikasi. Keraguan dan stres terjadi ketika karyawan tidak yakin tentang apa yang menjadi tanggung jawab mereka atau bagaimana mereka dinilai.
  7. Jadikan komunikasi yang sering, transparan, dan jujur ​​sebagai prioritas. Manfaatkan berbagai saluran yang ada sehingga karyawan mengetahui program yang tersedia.
  8. Jadikan manfaat kesehatan mental dapat diakses dan pastikan kerahasiaannya. Karyawan ingin menggunakan manfaat yang disediakan kapan dan di mana pun, bukan pada waktu yang telah ditentukan oleh

Demikian, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi HR leader untuk terus berusaha mensejahterakan karyawannya. A Happy Employee is a Productive Employee (and Happy Employer) kan?

Tulisan ini bersumber dari artikel asli yang berjudul “Report: Employees Say Support for Their Well-Being Falls Short” oleh Kathy Gurchiek pada tanggal 12 Desember 2021 yang dapat diakses di https://www.shrm.org/hr-today/news/hr-news/pages/report-employees-say-support-for-their-wellbeing-falls-short.aspx

 

#IOPsychology #HR #HRleader #employeewellbeing