Pada awal tahun 2020, dunia mengalami suatu krisis. Ada virus baru yang dapat menular dengan cepat dan menyebabkan gejala yang berpotensi kematian. Akhirnya, World Health Organization (WHO) menetapkan bahwa dunia mengalami pandemi COVID-19. Dalam situasi krisis seperti itu, masyarakat butuh pertolongan. Bukan hanya pertolongan pertama pada kesehatan fisik, tapi juga pertolongan pertama pada kesejahteraan psikologis.

Penelitian mengenai dampak pandemi pada kondisi psikologis seseorang memperlihatkan bahwa kondisi pandemi memunculkan berbagai sumber stres. Terdapat berbagai macam stres yang dialami, terutama akibat dari pembatasan kegiatan masyarakat yang diterapkan pemerintah. Beberapa macam stres yang dialami di awal pandemi antara lain: stres terkait kondisi kesehatan, kondisi finansial, tantangan dan perubahanan dalam mengelola kehidupan pribadi, pekerjaan dan studi, masa depan yang tidak jelas dan kebebasan yang terhambat, tertekan melihat orang lain yang tidak mematuhi protokol kesehatan, rasa tidak nyaman secara fisik dan emosi, hingga dinamika maladaptif dalam hubungan romantis (Rumondor et al., 2021). Jika tidak diatasi dengan baik, pengalaman krisis dan stres terus menerus dapat berdampak pada kesejahteraan psikologis seseorang.

Dalam kondisi krisis seperti pandemi, apa yang bisa kita lakukan untuk mengurangi dampak krisis terhadap kesejahteraan psikologis seseorang? Kita bisa belajar dari praktik dukungan psikologis awal (psychological first aid, PFA) yang dilakukan saat ada situasi bencana alam (tsunami, banjir, dll) maupun perang. PFA  membantu para penyintas yang baru saja mengalami suatu bencana atau krisis untuk bangkit dan kembali menjalani hidup. Ternyata, PFA tidak hanya dibutuhkan pada kondisi bencana alam atau pandemic. PFA bisa menjadi keterampilan yang berguna untuk menghadapi krisis sehari-hari dalam kehidupan dosen dan mahasiswa. Selain itu, sebagai mahasiswa psikologi, keterampilan PFA akan menjadi kompetensi yang menjadi nilai jual ketika bekerja nanti.

Untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan melakukan dukungan psikologi awal untuk mendampingi siswa, maka dosen jurusan Psikologi BINUS diberikan pembekalan mengenai PFA. Dosen diberikan kesempatan mengikuti pembelajaran online mengenai Psychologial First Aid (PFA) yang dibawakan oleh George Everly, Jr.,  PhD, ABPP dari Johns Hopkins University. Kesempatan ini merupakan bagian dari hibah Program Kampus Merdeka-Merdeka Belajar yang didapatkan oleh Jurusan Psikologi BINUS. Pembelajaran online ini dibuat untuk bisa diselesaikan dalam 5 pertemuan seminggu. Akan tetapi, dengan fleksibilitas belajar mandiri, maka dosen dapat menyelesaikan materi dalam 2 hari, dengan cara belajar di luar jam kerja sekitar pukul 20.00-23.00 di hari Jumat dan Sabtu.

Pelatihan ini melengkapi pengetahuan dosen mengenai model PFA: Johns Hopkins RAPID model. Model ini memberikan kerangka untuk menyediakan bantuan awal psikologis dalam situasi krisis (misal: bencana alam). RAPID model terdiri dari: Rapport and reflective listening, Assesment of needs, Prioritization, Intervention, Disposition. Pembelajaran terdiri dari 5 modul, yaitu: Introduction to PFA, Reflective listening, Assessment and Prioritization, Intervention and Disposition, Self-care and wrap up. Setelah menyelesaikan materi, dosen akan mengerjakan assessment. Jika lulus (nilai 80% ke atas) maka dosen dinyatakan lulus dan mendapatkan sertifikat.

Setelah mengikuti pembelajaran ini, maka dosen dapat ikut memberikan ide untuk merancang pelatihan PFA bagi mahasiswa. Selain itu, dosen juga mendapatkan lebih banyak keterampilan untuk memberikan bantuan psikologis awal bagi mahasiswa bimbingan skripsi maupun akademis. Bagaimana, apakah Anda tertarik belajar tentang PFA?

 

 

 

 

Penulis: Pingkan C. B. Rumondor, M.Psi., Psikolog, dosen psikologi klinis di Universitas Bina Nusantara, mahasiswa S3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia dan praktisi EMDR.