Dalam penyusunan strategi pengajaran untuk menerapkan differentiated instruction, pengajar merencanakan aktivitas pembelajaran yang akan dilakukan di kelas agar semua siswa dapat mengalami proses pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan karakteristiknya masing-masing. Salah satu strategi pengajaran yang bisa diterapkan adalah Grouping.

Menurut Ward (1987), grouping siswa diperlukan untuk meningkatkan motivasi dan keterlibatan  siswa dalam pembelajaran,  mengajarkan siswa kerja sama dengan sesama, menjamin semua siswa belajar, memberikan kesempatan bagi siswa untuk berinteraksi antar satu sama lain, dan mengajarkan siswa beragam cara untuk belajar, dan mengembangkan konsep diri serta perilaku siswa terhadap diri sendiri dan sekolah. Grouping memberikan siswa kesempatan untuk berinteraksi dengan cara berdiskusi, bertukar pikiran serta ilmu yang dimiliki, dan brainstorming. Dengan begitu, siswa bisa mendapatkan wawasan yang lebih luas lagi mengenai pembelajaran yang sedang berlangsung. Interaksi antar siswa ini juga melatih siswa untuk membangun dan memiliki hubungan yang baik dengan sesama dan menerima perbedaan antara diri sendiri dengan orang lain. Kemampuan ini tentunya akan diperlukan oleh siswa untuk bisa hidup bermasyarakat. Kelompok kooperatif meningkatkan rasa percaya, kontak, dan rasa saling menerima antara siswa yang memiliki kelas sosial, ras, prestasi, dan jenis kelamin yang berbeda (Ward, 1987). Menurut Baines et al. (2003), grouping siswa dapat memiliki komposisi dan ukuran yang berbeda, dan bervariasi dalam dukungan yang diterima dari orang dewasa, tingkat dan kualitas interaksi antar siswa, serta tugas dan kurikulum yang didapatkan. Grouping dapat dipisahkan menjadi dua yaitu berdasarkan perbedaan atau persamaan kelompok dan ukuran kelompok (De Groot et al.,  2019).

Perbedaan atau persamaan kelompok

Grouping yang dilakukan berdasarkan perbedaan atau persamaan kelompok terdiri dari dua jenis yaitu heterogeneous groups dan homogeneous groups. Heterogeneous groups adalah pengelompokan siswa dengan beragam bakat, level kemampuan, dan minat, untuk menyelesaikan suatu aktivitas (Zamani, 2016). Dalam satu kelompok, siswa akan bekerja sama dengan temannya yang memiliki karakteristik yang berbeda. Heterogeneous groups dapat terdiri dari gabungan siswa yang memiliki prestasi tinggi, siswa yang memiliki prestasi rata-rata, dan siswa yang prestasinya kurang, atau gabungan siswa yang minatnya berbeda-beda, dan masih banyak lagi. Webb & Plaincsar (1996, dalam Nhan & Nhan, 2019) menjelaskan bahwa komposisi dari heterogeneous groups meningkatkan kesempatan adanya hubungan saling membantu dan dukungan teman sebaya. Siswa tentunya akan terdorong untuk membantu temannya yang membutuhkan arahan jika berada di satu kelompok yang sama. Interaksi dengan teman dengan kemampuan lebih akan mengembangkan siswa dengan kemampuan rendah (Zamani, 2016). Dengan menjelaskan pembelajaran kepada siswa yang memiliki kemampuan rendah, pengertian yang dimiliki oleh siswa dengan kemampuan tinggi akan mendalam (Wang, 2013). Pemberian penjelasan secara detil kepada siswa dengan kemampuan rendah akan mengembangkan meta-cognition siswa dengan kemampuan tinggi karena mereka terdorong untuk mengklarifikasi dan mengatur informasi yang dimiliki dengan beragam cara (Webb, 1992, dalam Chan, 2006). Kemudian menurut Slavin (1990, dalam Wang, 2013), komunikasi yang terjadi antara anggota kelompok heterogeneous groups akan membantu siswa untuk mengerti pemikiran anggota lain dan pemikiran dirinya sendiri, sehingga mereka akan dapat menyelesaikan pekerjaan kelompok.

Sementara itu, pengelompokan siswa ke dalam heterogeneous groups juga memiliki kekurangan. Menurut Ediger (2001), siswa dengan kemampuan rendah dapat merasa tidak percaya diri dibanding dengan siswa dengan kemampuan tinggi. Ediger (2001) juga menyatakan bahwa heterogeneous groups lebih menguntungkan siswa dengan prestasi rendah. Riset yang dilakukan Chan (2006) melaporkan bahwa masalah yang mungkin terjadi dalam heterogeneous groups adalah perselisihan dan konflik antar anggota dan hilangnya minat dan adanya frustasi dalam bekerja sama.

Homogeneous groups terdiri dari siswa-siswa dengan kinerja akademis, kemampuan belajar, dan karakteristik kognitif lainnya yang mirip (Wang, 2013). Siswa-siswa yang memiliki karakteristik sama digabungkan ke dalam satu kelompok. Menurut Bikarian (2009), homogeneous groups memberikan siswa kesempatan untuk melakukan pembelajaran sesuai dengan kemampuan dan lajunya sendiri. Hallam (2002, dalam Bikarian, 2009)  menjelaskan bahwa kelebihan dari homogeneous grouping adalah fleksibilitas, karena pengajar dapat mengatur ulang pengelompokan secara berkala berdasarkan perkembangan siswa, perilaku, tingkat pekerjaan, serta level prestasi siswa, dan siswa juga dapat pindah antar kelompok dengan mudah. Homogeneous grouping memungkinkan pengajar untuk memberikan dukungan lebih kepada siswa yang berprestasi rendah, memberikan bahan yang lebih sulit untuk siswa yang berprestasi tinggi, dan menyesuaikan pembelajaran dengan kebutuhan siswa yang beragam (Slavin, 1990). Homogeneous groups membantu pemenuhan kebutuhan belajar dan kebutuhan sosial siswa (Chorzempa & Graham, 2006).

Homogeneous groups juga memiliki beberapa kekurangan. Bikarian (2009) melaporkan bahwa dalam homogeneous groups siswa merasakan kesulitan yang sama dan tidak dapat saling membantu, sehingga siswa lebih mudah frustasi dan cenderung kehilangan fokus. Kemudian, dengan adanya homogeneous group, bisa ada kemungkinan bagi pengajar untuk tidak berekspektasi tinggi terhadap siswa dengan kemampuan rendah (Fritsche, 2021). Homogeneous groups juga menutup kesempatan bagi siswa untuk berinteraksi dengan temannya (Bikarian, 2009).

Ukuran kelompok

Menurut Galton & Williamson (1992, dalam Baines et al., 2003), ada empat tipe grouping di kelas yaitu seluruh kelas, kelompok besar dan kecil, pasangan, dan perorangan. Seluruh kelas merujuk kepada kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam satu kelas secara bersama-sama. Menurut Blatchford et al. (2001) dalam kelas yang siswanya kurang dari 25 siswa, kelompok besar dapat terdiri dari 11 atau lebih siswa, sementara dalam kelas yang siswanya 25, kelompok besar dapat terdiri dari 7-10 siswa. Contoh aktivitas pembelajaran yang menggunakan pengelompokan seluruh kelas dan kelompok besar adalah drama, diskusi kelas atau kelompok besar, permainan, pengajaran langsung, dll. Sementara menurut Lou et al. (1996), kelompok yang dianggap kecil adalah kelompok yang terdiri dari 3-4 siswa. Contoh aktivitas pembelajaran  untuk kelompok kecil adalah diskusi, permainan, brainstorming, dll. Pengelompokan secara berpasangan berarti siswa bekerja sama dengan satu tema lainnya. Contoh aktivitas pembelajaran yang berpasangan adalah bermain peran, brainstorming, permainan, dll. Terakhir,  grouping perorangan berarti siswa mengerjakan aktivitas sendiri. Contoh akivitas pembelajaran yang perorangan adalah Pekerjaan Rumah (PR), menghafal, pengajaran one-on-one, dan masih banyak lagi.

 

Kesimpulan

Grouping adalah metode pengelompokan siswa untuk aktivitas pembelajaran di kelas yang dapat digunakan untuk penerapan differentiated instruction. Grouping termasuk dalam penyusunan strategi pengajaran. Bila grouping siswa tepat, maka interaksi yang terjadi dalam kelompok akan mendorong motivasi siswa dan juga memperluas wawasan siswa. Menurut De Groot (n.d.), grouping dapat dipisah menjadi dua yaitu berdasarkan perbedaan atau persamaan kelompok dan berdasarkan ukuran kelompok. Ada dua jenis grouping yang dilakukan berdasarkan perbedaan atau persamaan kelompok yaitu heterogeneous groups dan homogeneous groups. Heterogeneous groups adalah kelompok yang terdiri dari siswa-siswa dengan karakteristik berbeda-beda. Beberapa kelebihan dari heterogeneous groups adalah meningkatkan hubungan tolong-menolong antara teman sebaya, siswa dengan kemampuan rendah dapat dibantu oleh siswa dengan kemampuan tinggi, mempertajam pengetahuan yang dimiliki oleh siswa dengan kemampuan tinggi, dan mendorong penyelesaian tugas. Kekurangan dari heterogeneous groups adalah siswa dengan kemampuan rendah dapat merasa tidak percaya diri, pembelajaran lebih berpihak kepada siswa dengan kemampuan rendah, dan munculnya perselisihan antar anggota. Homogeneous groups adalah kelompok yang terdiri dari siswa yang memiliki karakteristik yang mirip. Kelebihan pengelompokan ini adalah siswa dapat menentukan lajunya sendiri, pengelompokan fleksibel, dan pengajar dapat mengaplikasikan diferensiasi untuk tiap kelompok. Kekurangan dari homogeneous groups adalah siswa dapat frustasi karena tidak dapat saling membantu, pengajar dapat memiliki ekspektasi rendah terhadap kelompok siswa dengan kemampuan rendah, dan interaksi antara siswa juga terbatas.

Grouping berdasarkan ukuran kelompok terdiri dari empat tipe kelompok yaitu seluruh kelas, kelompok besar atau kelompok kecil, berpasangan, dan perorangan. Seluruh kelas berarti aktivitas pembelajaran dilakukan oleh semua siswa dalam satu kelas. Kelompok besar biasanya terdiri dari sekitar 7-10 siswa atau lebih. Kelompok kecil terdiri dari 4-5 orang.  Berpasangan berarti aktivitas pembelajaran dilakukan oleh dua siswa, dan perorangan berarti siswa melakukan aktivitas pembelajaran sendiri. Aktivitas pembelajaran yang sesuai untuk tiap kelompok juga berbeda-beda.

Referensi

Baines, E., Blatchford, P., & Kutnick, P. (2003). Changes in grouping practices over primary and secondary school. International Journal of Educational Research, 39(1-2), 9-34.

Bikarian, S. (2009). The effects of heterogeneous or homogeneous grouping on reading achievement. Sierra Nevada College.

Blatchford, P., Baines, E., Kutnick, P., & Martin, C. (2001). Classroom contexts: Connections between class size and within class grouping. British Journal of Educational Psychology, 71(2), 283-302.

Chan, K. W. (2006). Issues of heterogeneous grouping for engaged learning. In APERA Conference (Vol. 2006).

Chorzempa, B. F., & Graham, S. (2006). Primary-grade teachers’ use of within-class ability grouping in reading. Journal of Educational Psychology, 98(3), 529

De Groot, M., Rombot, O., Delanghe, J., & Suprayogi, M. N. (2019). A guideline for the implementation of differentiation in the classroom.

Ediger, M. (2001). Homogeneous Grouping and Heterogeneous Grouping. (ERIC Document Reproduction Service No. ED455536)

Fritsche, M. (2021). Homogeneous and heterogeneous ability grouping in the EFL classroom: A study of teachers’ experience and views regarding homogeneous and heterogeneous ability groups..

Lou, Y., Abrami, P. C., Spence, J. C., Poulsen, C., Chambers, B., & d’Apollonia, S. (1996). Within-class grouping: A meta-analysis. Review of educational research, 66(4), 423-458.

Nhan, H., & Nhan, T. A. (2019). Different grouping strategies for cooperative learning in English majored seniors and juniors at Can Tho University, Vietnam. Education Sciences, 9(1), 59.

Wang, Z. (2013). Effects of heterogeneous and homogeneous grouping on student learning.

Slavin, R. E. (1990). Achievement effects of ability grouping in secondary schools: A best-evidence synthesis. Review of educational research, 60(3), 471-499.

Ward, B. A. (1987). Instructional grouping in the classroom. School Improvement Research Series, 24.