Artikel ini ditulis oleh Riqa Alvarsa Gandasoebrata – 2201773525

 

Kelas Multicultural

         Salah satu sekolah yang terletak di Bali merupakan sebuah sekolah yang menerima murid dari berbagai macam negara, biasa disebut sebagai sekolah internasional mau pun multicultural. Multicultural education sendiri dapat diartikan sebagai pendidikan yang menyarankan bebrapa bentuk pengajaran yang berkaitan dengan semua kelompok budaya dalam suatu masyarakat (Banks, 1974). Dalam sekolah yang mengaplikasikan multicultural education, pastinya pada setiap kelasnya terdiri dari siswa-siswa yang memiliki perbedaan mulai dari kultur, latar belakang, etnis, ras, gaya belajar, tingkat intelegensi dan lain-lain. Menurut Hoosein (2014), multicultural classroom adalah suatu lingkungan dimana dari pihak pengajar mau pun pihak siswa berasal dari latar belakang etnis yang berbeda mulai dari ras, kultur, hingga agama (Partami, 2019).

         Salah satu perbedaan signifikan yang dapat terlihat dalam multicultural classroom ialah perbedaan dalam bahasa yang digunakan oleh siswa mau pun pengajar. Biasanya pada sekolah berbasis multicultural education digunakan bahasa Inggris sebagai sarana komunikasi sehari-hari antar semua anggota sekolah. Meski pun bahasa Inggris merupakan bahasan internasional, namun pastinya siswa-siswa mau pun pengajar yang berasal dari negara yang tidak menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa utamanya, mengalami kesulitan dalam menggunakannya sebagai sarana komunikasi. Bahkan sering kali siswa-siswa yang tidak fasih berbahasa Inggris mengalami penurunan pada nilai mereka padahal belum tentu mereka tidak paham dengan materi yang disampaikan oleh pengajarnya. Begitu pula dengan pengajarnya, karena faktor bahasa maka hal tersebut juga dapat menghambat jalannya pengajaran dan pertukaran informasi antara pengajar dengan siswa-siswanya.

           Mulai dari kelas satu hingga kelas lima SD memiliki 9 orang pengajar kelas yang masing-masing mengajar bahasa Inggris untuk para siswanya, 2 dari 9 tersebut merupakan orang asli Indonesia sedangkan sisanya merupakan pengajar yang berasal dari India, selain itu juga terdapat guru pendamping pada setiap kelasnya yang seluruhnya merupakan orang asli Indonesia.

          Dalam proses pembelajarannya, setiap pengajar melakukan beberapa step terlebih dahulu seperti pembuatan silabus, pemetaan kurikulum, dan juga pedoman materi seperti teks dan sumber-sumber yang akan diberikan. Pengajar juga merancang kegiatan-kegiatan berbeda yang akan dilakukan kemudian oleh siswa-siswa diajar olehnya.

          Dengan kegiatan-kegiatan yang berbeda tersebut, maka setiap siswanya dapat melakukan hal yang sesuai dengan minat dan bakatnya namun dalam waktu yang bersamaan tetap dapat mempelajari bahasa Inggris dengan efektif. Tidak lupa kelas juga dilengkapi dengan properti-properti pendukung seperti perpustakaan mini, pojok baca, inquiry table, dan reward chart.

          Selain itu, pengajar juga melakukan assessment untuk dapat melihat dan kemudian mengelompokkan siswa-siswanya berdasarkan dengan kemampuan bahasa Inggris mereka. Assessment yang dilakukan adalah formative assessment sebanyak tiga kali dan summative assessment sebanyak satu kali. Formative assessment dalam kelas seringkali dilakukan dalam bentuk pertanyaan kepada siswa mengenai pemahaman mereka mengenai materi yang disampaikan sehingga pengajar bisa mendapatkan ide mengenai pemberian instruksi yang lebih lanjut (Levy, 2008), sedangkan summative assessment merupakan penilaian yang dilakukan pengajar untuk mengetahui apa kah siswa yang diajarnya telah memahami materi yang disampaikan olehnya, biasanya penilaian ini berbentuk tes dan kuis (Levy, 2008). Hasil dari penilaian-penilaian yang dilakukan tersebut kemudian dijadikan acuan dalam pembagian kelompok berdasarkan kemampuan bahasa Inggris yang akan diterapkan pada semester atau kelas selanjutnya.

 

Differentiated Instruction

         Setelah menganalisis kasus di paragraph sebelumnya, maka dapat dikatakan para pengajar, terutama para pengajar kelas yang sekaligus pengajar bahasa Inggris, telah menerapkan differentiated instruction bagi siswa-siswanya yang memiliki banyak perbedaan. Differentiated instruction pada sekolah ini telah diterapkan tentunya dengan memperhatikan aspek-aspek penting yang ada dalam melakukannya, yaitu: konten, proses, produk, dan lingkungan belajar.

       Dari aspek konten, dapat dilihat, pihak sekolah dan pengajar menerapkannya dengan mempersiapkan dan membuat secara seksama pemetaan-pemetaan kurikulum serta silabus-silabus yang akan dipakai sebagai pedoman bagi pengajar dalam menyampaikan materi dan kegiatan bagi siswa-siswanya. Persiapan sumber yang digunakan dan tugas-tugas yang akan diberikan nantinya kepada siswa dapat membantu agar pembelajaran berjalan secara efektif.

          Dari aspek proses, pengajar menyiapkan dan menyampaikan program-program yang dapat membantu siswa seperti adanya program teman membaca, pembuatan portfolio untuk mendokumentasikan karya-karya yang telah siswa buat, sekaligus membantu siswa untuk dapat melatih kemampuan pemecahan masalah mereka secara kreatif.

        Dari aspek produk, setelah seluruh siswa mendapatkan materi secara menyeluruh maka selanjutnya mereka dapat menciptakan produk-produk yang tentunya dilakukan sesuai minat dan bakat masing-masing siswa, tentunya masih dengan tujuan yang sama pada setiap kegiatannya. Masing-masing siswa membuat karya dengan bentuk yang berbeda-beda seperti brosur, poster, komik, power point, dan juga presentasi secara lisan.

           Dari aspek lingkungan belajar, pengajar juga telah menyiapkan peralatan-peralatn yang mampu mendukung kegiatan dan juga motivasi para siswa untuk belajar, seperti tersedianya perpustakaan mini, pojok baca, inquiry table, hingga reward chart dalam masing-masing kelas.

         Pengguanaan assessment pada siswa juga merupakan salah satu penerapan differentiated instruction. Dari penilaian-penilaian yang telah dilakukan menggunakan formative assessment dan summative assessment tersebut kemudian dijadikan acuan oleh pengajar sebagai pengelompokkan bagi siswa-siswa di semester atau kelas selanjutnya.

            Masih bersambung dengan penggunaan assessment yang telah dijelaskan di paragraph sebelumnya, dari hasil penilaian yang telah dilakukan tersebut, pengajar dapat mengetahui pada tingkat mana seorang anak mampu memahami materi bahasa Inggris yang diberikan. Dari kemampian tersebut kemudian dibuatlah grup-grup yang berbeda untuk semester selanjutnya agar siswa dapat belajar secara maksimal dikelilingi dengan siswa-siswa lain dengan kemampuan yang setara. Hal yang telah dilakukan tersebut termasuk ke dalam salah satu bentuk differentiated instruction yang lain yaitu grouping atau pengelompokkan. Karena pengelompokkan tersebut dilakukan berdasarkan kemampuam, maka pengelompokkan tersebut dapat disebut sebagai grouping for student needs, dimana pengelompokkan didasari oleh tingkat kemampuan yang dimiliki oleh siswa (Levy, 2008).

         Selain melakukan pengelompokkan dengan cara grouping for student needs, pengajar juga menerapkan grouping for student interests, dimana pengelompokkan didasari sesuai dengan minat berbeda yang dipilih oleh masing-masing siswa (Levy, 2008). Penerapan pengelompokkan ini terlihat pada produk yang dihasilkan oleh para siswa. Masing-masing siswa menyampaikan pemahaman materi yang sama dengan menggunakan media atau cara yang berbeda-beda seperti pembuatan brosur, poster, power point, dan presentasi lisan yang sudah dijelaskan sebelumnya.

 

Differensiasi dalam pendidikan multicultural

            Differentiated instruction memang merupakan strategi yang perlu dipertimbangkan dalam sekolah multicultural. Karena multicultural yang berarti beberapa budaya dalam suatu masyarakat, maka pasti banyak perbedaan yang akan muncul. Perbedaan-perbedaan tersebut tentunya tidak dapat dipukul rata. Semuanya memiliki pendekatan yang berbeda tentunya dengan tujuan yang sama pada akhirnya. Karena pendidikan yang setara dan dapat disebut ideal pada dasarnya bukanlah dengan memberikan treatment yang sama pada setiap siswanya, namun untuk memberikan apa yang dibutuhkan oleh masing-masing siswa agar nantinya mereka dapat mencapai tujuan yang sama.

 

 

 

Referensi

Banks, J. A. (1974). Multicultural Education: In Search of Definitions and Goals.

Levy, H. M. (2008). Meeting the needs of all students through differentiated instruction:Helping every child reach and exceed standards. The Clearing House: A Journal of Educational Strategies, Issues and Ideas81(4), 161-164.

Partami, I. (2019). Differentiated Instruction in Multicultural Classroom of Primary Years Program in Gandhi Memorial Intercontinental School-Bali. Jurnal Pendidikan Bahasa Inggris Indonesia7(1).