Artikel ini ditulis oleh Riqa Alvarsa Gandasoebrata- 2201773525

Introduction

Manusia merupakan mahluk yang memiliki keberagaman dalam segala aspeknya. Begitu pula dalam setting edukasi, pastinya masing-masing siswa yang memiliki keberagamannya masing-masing, mulai dari latar belakang, bahasa, ketertarikan, hingga kemampuan dan tingkat intelegensi. Didasari dari informasi tersebut, maka dalam sebuah bentuk pengajaran, differentiated instruction dapat diaplikasikan dalam menerapkan pendekatan belajar mengajar sehingga siswa memiliki banyak variasi dalam mengambil informasi dan juga memahami suatu pelajaran (Hall, 2002).

 

Apa itu differentiated Instruction?

Menurut Tomlinson (2005), differentiated instruction sendiri dapat didefinisikan sebagai sebuah filosofi pengajaran yang didasarkan pada premis bahwa siswa dapat mendapatkan pembelajaran paling baik ketika guru yang mengajarkan mampu mengakomodasikan perbedaan dalam tingkat kesiapan, minat, dan juga profil belajar mereka (Subban, 2006). Tomlinson juga mengatakan bahwa tujuan utama dari penerapan differentiated instruction itu sendiri ialah untuk mengambil keuntungan penuh dari kemampuan setiap siswa untuk belajar (Subban, 2006).

Differentiated instruction merupakan strategi yang didasari oleh teori socio-cultural dari Vygotsky, dimana prinsip utamanya terletak pada hubungan sosial dan interaksional antara guru dan siswa (Subban, 2006). Dalam teori pembelajaran Vygotsky, terdapat sebuah konsep yang dinamakan ZPD (Zone of Proximal Development). Menurut Vygotsky, ZPD merupakan jarak antara tingkat perkembangan aktual yang diselesaikan siswa dengan pemecahan masalah secara mandiri dengan tingkat perkembangan potensial yang diselesaikan melalui pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau koloborasi dengan teman sebaya yang lebih mampu (Shabani, Khatib, & Ebadi, 2010). Dengan pengertian sebagai berikut, dapat dikatakan bahwa setiap siswa memiliki ZPD yang berbeda-beda, maka dari itu bimbingan dan instruksi dengan kadar yang sesuai sangat dibutuhkan untuk dapat mengembangkan potensi masing-masing siswa.

 

Penerapan Differentiated Instruction

Differentiated instruction dapat diterapkan dengan berbagai cara, contohnya:

 

Melakukan Assessment Melakukan Grouping Tiered Lessons
Pengajar dapat memberikan assessment untuk dapat melihat dan menentukan pada level mana masing-masing siswa berada. Dalam melakukan pembelajaran, siswa dapat belajar dalam grup-grup yang dibedakan berdasarkan kebutuhan, model belajar, ketertarikan Pengajar dapat melakukan pembelajaran berjenjang dengan mengurutkan pelajaran untuk content, process, atau product.

(Levy, 2008).

 

  • Assessment

Selain digunakan sebagai alat untuk tes, assessment juga dapat dilakukan sebagai penerapan differentiated instruction dalam sebuah kelas. Assessement untuk differentiated instruction dapat dibagi kembali menjadi tiga jenis, yaitu:

  1. Preassessment

Setiap siswa memiliki tingkat kemampuan dan pengalaman yang bervariasi, maka dari itu dilakukan preassessment. Preassessment sendiri dilakukan untuk dapat melihat ada di tahap mana masing-masing siswa berada. Dengan melakukan preassessment sebelum setiap pembelajaran dimulai dapat membantu pengajar mendapatkan ide mengenai level pengetahuan siswa dan dapat membantu perencanaan belajar bagi siswa tersebut kedepannya. Penggunaan preassessment dapat membantu pengajar menjadi lebih objektif dan efektif (Levy, 2008).

 

  1. Formative Assessment

Ditengah-tengah proses pembelajaran, tentunya sebagai seorang pengajar yang baik harus secara berkala memeriksa siswa yang diajarkan. Formative assessment dapat dilakukan dengan banyak cara, salah satunya dengan menanyakan apakah para siswa memiliki pertanyaan mengenai materi yang sedang diajarkan saat itu. Dengan melakukan formative assessment, maka pengajar akan mendapatkan arahan untuk pemberian instruksi yang lebih lanjut (Levy, 2008).

 

  1. Summative Assessment

Penilaian sumatif dilakukan agar pengajar mengetahui apakah siswa telah berhasil mempelajari dengan baik apa yang telah diajarkan. Summative assessment meliputi standardized tests, teacher-made tests, quizzes, projects, performance assesements, dan penilaian lainnya yang dapat dinilai secara objektif dan didasarkan pada kurikulum (Levy, 2008).

 

  • Grouping

Grouping atau pengelompokkan terhadap siswa harus dilakukan dengan didasari oleh kriteria yang berbeda-beda mengenai kebutuhan siswa dan tujuan jangka pendek guru dalam upaya memenuhi standard (Levy, 2008). Grouping dapat dibagi menjadi empat kategori, yaitu:

  1. Grouping for Student Needs

Pengelompokkan ini didasari oleh tingkat kemampuan yang dimiliki oleh siswa. Saat guru mengajarkan suatu materi, tidak dipungkiri terkadang teradapat beberapa anak yang masih membutuhkan instruksi lebih lanjut. Anak-anak ini selanjutnya dapat dikelompokkan dan diberikan dukungan tambahan. Begitu pula sebaliknya, anak-anak yang telah mengetahui materi jauh lebih baik juga dapat dikelompokkan dan dibawa ke tingkat pelajaran assessment yang berkelanjutan (Levy, 2008).

 

  1. Grouping for Learning Styles

Setiap siswa dikelas pastinya memiliki caranya masing-masing dalam memperhatikan dan mempelajari materi yang disampaikan oleh pengajarnya. Gaya belajar dapat dilihat dan ditentukan berdasarkan teori-teori yang ada seperti, Gardner’s multiple intelligence, Myers-Briggs Type Indicator, Dunn and Dunn learning styles model, dan lain-lain (Levy, 2008). Selain itu, dalam menangkap pelajaran, siswa juga dapat dibagi-bagi lagi. Ada siswa dengan model auditori dimana mereka menangkap materi hanya dengan mendengarkan kata-kata dari pengajarnya. Kemudian ada anak dengan tipe visual dimana siswa tersebut lebih memperhatikan apa yang ditulis atau digambar oleh gurunya di papan tulis. Ada pula siswa dengan tipe kinestetik, yang dapat menyerap materi dengan cara melakukannya. Terakhir, ada pula tipe siswa verbal yang dapat memahami materi dengan cara mendiskusikannya hingga benar-benar paham (Levy, 2008).

 

  1. Grouping for Student Interests

Saat sedang mempelajari suatu materi, pengelompokkan siswa juga dapat didasari dengan minat yang menjadi pilihan masing-masing siswa. Siswa dari semua tingkatan yang memiliki minat yang sama dapat dikelompokkan menjadi satu dan saling mendukung pengetahuan satu sama lain (Levy, 2008). Dengan cara ini siswa dapat menambah pengetahuan mengenai minatnya tersebut.

 

  1. Heterogenous Grouping

Dalam heterogenous grouping, pengajar memberikan pelajaran pada tingkat yang memenuhi kebutuhan semua siswa di kelas tersebut. Setelah pembelajaran selesai, maka selanjutnya siswa akan melanjutkan dengan memulai pekerjaan mandiri mereka. Di saat itu lah pengajar dapat menarik kelompok-kelompok yang lebih kecil lagi berdasarkan dengan kebutuhan dan ketertarikan masing-masing siswa. Seperti yang disebutkan sebelumnya, formative assessment dan summative assessment merupakan kunci untuk menetapkan kebutuhan masing-masing siswa (Levy, 2008).

 

  • Tiered Lesssons

Salah satu cara bagaimana seorang pengajar dapat membedakan seluruh gaya pengajaran dan kebutuhan siswanya adalah dengan melakukan tiered lessons atau pembelajaran yang berjenjang. Dengan melakukan tiered lessons, pembelejaran akan tetap fokus dengan standar dan kurikulum yang ada dan juga tetap menjaga fleksibilitas content, process, dan product. Contohnya saat menyampaikan suatu materi pembelajaran, akan dimulai dengan melakukan pembelajaran heterogenous secara keseluruhan. Kemudian kelompok-kelompok yang lebih kecil akan dibentuk berdasarkan minat-minat yang ada. Unit juga dapat dilakukan secara berjenjang melalui tugas, pekerjaan rumah, bacaan, materi, atau penilaian yang mampu mencerminkan tingkat kemampuan, gaya belajar, atau minat yang dimiliki siswa (Levy, 2008).

 

Penggunaan standar pada pembelajaran siswa merupakan hal yang baik, namun jika seorang pengajar hanya mengandalkan standar maka akan rentan jika suatu saat pengajar akan lebih fokus terhadap standar yang harus dipenuhi dibandingkan dengan potensi dari masing-masing siswa yang berbeda. Maka dari itu penggunaan differentiated instruction dapat menjaga fokus seorang pengajar terhadap usaha memaksimalkan potensi setiap siswa yang ada (Levy, 2008).

 

 

REFERENSI

Hall, T. (2002). Differentiated instruction.

Levy, H. M. (2008). Meeting the needs of all students through differentiated instruction: Helping every child reach and exceed standards. The Clearing House: A Journal of Educational Strategies, Issues and Ideas81(4), 161-164.

Shabani, K., Khatib, M., & Ebadi, S. (2010). Vygotsky’s zone of proximal development: Instructional implications and teachers’ professional development. English language teaching3(4), 237-248.

Subban, P. (2006). Differentiated instruction: A research basis. International education journal7(7), 935-947.