Kampus Kijang Binus University telah menjadi semacam basecamp untuk Fakultas Humaniora meskipun di Kampus Kijang juga ada kantor untuk Language Center (LC) dan Character Building Development Center (CBDC). Kalau ditelesik dari ‘sejarah’-nya, Fakultas Humaniora ternyata bukanlah nama yang sejak awal ada.

         Sebelum Kampus Kijang dikenal sebagai basecamp dari Fakultas Humaniora, ternyata yang ada sejak awal justru Fakultas Sastra. Fakultas Sastra Binus University telah mulai ada sejak tahun 1996. Dekan Fakultas Sastra Binus University waktu itu adalah Ibu Dr. Dra. Ienneke Indra Dewi, S.Th., M.Hum. yang akrab dipanggil Bu Ien. Bu Ien menjabat sebagai Dekan Fakultas Sastra Binus University sampai tahun 2008. Di Fakultas Sastra Binus University ini tergabung Jurusan Sastra Inggris, Jurusan Sastra Jepang dan Sastra China. Informasi ini saya dapatkan berdasarkan chat via WA dengan Bu Ien.

 

 

 

 

6 Oktober 2008 sampai 15 Agustus 2009, berdasarkan perbincangan via email bersama dengan Bapak Drs. Andreas Chang MBA., Fakultas Sastra berubah menjadi Fakultas Sastra dan Budaya. Sebagai Dekan dari Fakultas Sastra dan Budaya Binus University adalah Pak Chang. Tidak sampai setahun memimpin Fakultas Sastra dan Budaya Binus University, Pak Chang diangkat menjadi Wakil Rektor.

 

 

 

Dr. Johannes Adriaan Arnoldus Rumeser M.Psi., Psikolog biasa disingkat dengan Johannes A.A. Rumeser dan dipanggil dengan sebutan akrab Pak Jo, hadir di Kampus Kijang sebagai Dekan Fakultas Psikologi yang baru dibentuk pada tahun 2007 dengan Sekretaris Jurusan Antonina Pantja Juni Wulandari, S.Sos., M.Si. Pada saat Pak Chang diangkat menjadi Rektor kemudian Fakultas Sastra dan Budaya Binus University dan Fakultas Psikologi digabung menjadi Fakultas Humaniora dengan Dekan Pak Jo. Saat ini Fakultas Humaniora membawahi 7 jurusan: Sastra Inggris, Sastra Jepang,   Sastra China,   Psikologi,    Hubungan Internasional,Hukum Bisnis dan Pendidikan Guru Sekolah Dasar serta ditambah dengan Language Center.

Tentu masih ada banyak kisah yang mesti digali dan dapat disajikan selaku para pelaku sejarahnya masih dapat dimintai informasi. Mengapa pilihan namanya HUMANIORA? Tentu menjadi hal menarik pula untuk menguliknya.