Reporter: Juneman Abraham, Sri Tiatri

Pada 10 Januari 2020, Himpsi menyelenggarakan Forum Leadership Asosiasi dan Ikatan Minat di Lingkungan Himpsi bertemakan “Peluang dan Tantangan Asosiasi dan Ikatan Minat di Lingkungan Himpsi dalam rangka Merespon Program Pemerintah tentang Pengembangan SDM Unggul Indonesia”, bertempat di Dinas Psikologi Angkatan Udara, Halim Perdana Kusumah.

Repro: HIMPSI dan Manajemen Talenta Nasional

 

Pengantar

Dalam Pembukaannya, Ketua Panitia yang juga Ketua I Himpsi, Bapak Dr. Arief Budiarto, DESS, Psikolog menyampaikan bahwa kegiatan ini penting karena merupakan bagian dari pengembangan Himpsi. Kegiatan ini merupakan kelanjutan pertemuan dengan Bapak Moeldoko, Kepala Staf Kepresidenan. Pemerintah melalui Kantor Staf Presiden Republik Indonesia (KSP) ingin mengembangkan talent management. Dalam kegiatan ini ada pemaparan untuk menangani SDM dari lima Asosiasi/Ikatan Minat. Output yang diharapkan adalah Rekomendasi Pengembangan Gagasan Talent Management, sebagai kontribusi Himpsi untuk mengembangkan SDM yang unggul.

Bapak Dr. Henndy Ginting, M.Si., Psikolog sebagai Moderator kegiatan ini, yang juga merupakan Ketua Kompartemen 2 Himpsi bidang Pengembangan Asosiasi/Ikatan, menyampaikan bahwa Panitia telah menetapkan 6 (enam) kluster yang akan didiskusikan, yakni (1) Kesehatan; (2) Pendidikan; (3) Industri dan Organisasi; (4) Olahraga dan seni; (5) Sosial budaya; dan (6) Hukum dan keamanan. Bapak Henndy menekankan bahwa fokus kegiatan ini adalah “idea generation, exploration”, menggali gagasan-gagasan yang dapat disampaikan kepada Pemerintah sekaligus yang dapat dilakukan oleh Himpsi.

Turut hadir dalam kegiatan ini, Ketua Umum Himpsi Periode 2004-2007, Dr. Rahmat Ismail, serta Direktur Lembaga Sertifikasi Psikologi Indonesia, Prof. Dr. Fendy Suhariadi, M.T., Psikolog, Kepala Dinas Psikologi TNI Angkatan Darat, serta Perwakilan Kepala Dinas Psikologi TNI Angkatan Udara. Doa untuk acara ini dipimpin oleh Bapak Dr. Agus Abdurrahman dari Asosiasi Psikologi Islam, dan dipandu (MC) oleh Dr. Ayu Dwi Nindyati, Psikolog yang juga merupakan Sekjen Himpsi.

 

Penyerahan BuletinĀ Psikologi Indonesia kepada Ibu Avanti Fontana, Ph.D.
oleh Ketua Umum Himpunan Psikologi Indonesia, Bapak Dr. Seger Handoyo, Psikolog
didampingi oleh Anggota Tim Penyunting Buletin, Dr. Juneman Abraham, S.Psi.

Diskusi Awalan dari Asosiasi/Ikatan Minat

Bapak Apin Aviyan dari Asosiasi Psikologi Industri dan Organisasi (APIO) menyampaikan bahwa dalam bidang PIO, banyak inisiatif gerakan nasional ingin memberikan kontribusi terhadap SDM Unggul yang sangat lekat dengan profesi psikologi, dan bahwa kita perlu berkolaborasi dengan inisiatif-inisiatif yang sudah ada (existing) sehingga kontribusi Himpsi lebih terintegrasi. Pak Apin menyampaikan bahwa Himpsi harus all out, tidak hanya dengan Kantor Staf Presiden, tetapi juga ke lembaga-lembaga terkait, seperti Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Himpsi perlu memiliki program yang sangat terarah. Profesi psikologi perlu melakukan kategorisasi SDM Indonesia dalam beberapa tingkat (grade), misalnya diberi warna: Merah, Kuning, Biru, Hijau sehingga bisa fokus pengembangan grade yang belum hijau agar menjadi hijau. Satu hal yang juga penting adalah jangan sampai SDM Indonesia tertinggal karena lemahnya kemampuan berbahasa asing, padahal secara kompetensi bagus.

Menanggapi Bapak Apin, Ibu Dr. Indria Laksmi Gamayanti, M.Si, Psikolog (Ibu Gama), dari Ikatan Psikolog Klinis Indonesia (IPK Indonesia) menyampaikan bahwa Himpsi dapat membantu dalam menumbuhkembangkan Karakter Nusantara. Akan tetapi, dasar pembentukan karakter ini justru bukan bahasa asing, melainkan bahasa daerah/bahasa ibu, dan bahasa nasional. Pengembangan karakter berbasis bahasa ini memiliki dasar neurologis (gene linkage), bukan hanya di area Broca, melainkan juga di Prefrontal Cortex. Dalam menghadapi perkembangan teknologi, kita perlu membangun fondasi karakter yang bersumber dari akar budaya kita sendiri; selain dengan berbahasa, juga dengan permainan-permainan stimulatif. Ibu Gama menekankan agar kita tidak terbuai dengan pengembangan talenta pada “usia-usia atas”, melainkan kita justru perlu menaruh perhatian pada pembentukan karakter dasar dari talenta. Ibu Gama menyampaikan,There is no achievement without health; there is no health without mental health, and there is no mental health without good personality.” Pembentukangood personality perlu dimulai sejak dini, sejak pembentukan manusia itu sendiri.

Ibu Dra. Reni Kusumowardhani, M.Psi, Psikolog, Ketua Asosiasi Psikologi Forensik (APSIFOR) menyoroti tentang faktor jiwa dalam Manajemen Talenta. SDM tidak berkembang menjadi unggul dan berdaya saing mungkin karena tidak memiliki integritas, karakter, sehingga integritas dan karakter perlu dipetakan dan dikembangkan. Sedangkan, Bapak Jahja Umar dari Asosiasi Psikometrika Indonesia (Apsimetri) menyoroti tentang bagaimana melakukan perbandingan talenta yang banyak dan tidak kelihatan, serta prioritas MTN supaya Asosiasi/Ikatan Minat dapat membantu.

Arahan Ketua Umum Himpsi

 

Ketua Umum Himpsi, Dr. Seger Handoyo, Psikolog menyampaikan bahwa dalam kegiatan ini, sebanyak 17 dari 18 Asosiasi/Ikatan Minat Himpsi hadir; yang tidak hadir (dan sedang dalam proses revitalisasi) adalah Ikatan Psikoterapis Indonesia. Pak Seger juga mengharapkan lahirnya Asosiasi Psikologi Kebencanaan, sehingga Himpsi dapat menghimpun dan menggerakkan ahli dan praktisi di bidang psikologi kebencanaan untuk berkarya lebih intensif.

Secara khusus, dalam pengembangan ilmu, Pak Seger mengharapkan agar setiap Asosiasi/Ikatan Minat mengembangkan jurnal ilmiah spesifiknya, bekerjasama dengan pengelola jurnal di Perguruan Tinggi. Yang sudah berjalan, misalnya saja, adalah Jurnal Psikologi Sosial hasil kerjasama Ikatan Psikologi Sosial (IPS) dengan Universitas Indonesia, serta Jurnal Psikologi Klinis hasil kerjasama IPK Indonesia dengan Universitas Gadjah Mada. Di samping itu, Ketua Umum mengharapkan bahwa ada penambahan Skema-skema Kompetensi baru, khususnya yang dibutuhkan secara nasional (seperti Psikologi Olahraga), untuk diintegrasikan ke LSP Psikologi. Sedangkan, Asosiasi yang sudah memiliki skema-skema kompetensi diharapkan untuk segera membuat pelatihan dan menyertifikasi anggota-anggotanya sebagai bukti keahlian yang sah dan terstandar dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Jaminan kompetensi ini sangat dibutuhkan dalam rangka layanan praktik yang lebih baik, untuk menjawab kebutuhan bangsa Indonesia, sehingga masyarakat Indonesia tidak kecewa dengan layanan psikologi. Masih dalam kaitan dengan kompetensi, Ketua Umum berpesan agar Asosiasi/Ikatan Minat jangan membuat SKP (Satuan Kredit Profesi) sendiri-sendiri, karena pembuatan SKP ada di Pengurus Pusat Himpsi (saat ini diketuai oleh Ketua III, Prof. Dr. Yusti Probowati, Psikolog), sedangkan Asosiasi/Ikatan Minat berfokus melaksanakan program Continuing Professional Education/Pengembangan Diri bagi anggota-anggotanya.

Di samping jaminan melalui sertifikasi kompetensi, profesi psikologi juga perlu dijaga dengan mengusahakan pengakuan legal terhadap profesi. Dalam konteks ini, RUU Profesi Psikologi sudah digagas oleh Bapak Rahmat sejak tahun 2000. Bapak Rahmat Ismail disebut Pak Seger, “mendahului zamannya”. Saat ini, RUU Profesi Psikologi sudah masuk Prioritas Legislasi Nasional (Prolegnas) di DPR RI. Dengan adanya UU Profesi Psikologi, diharapkan Psikologi menjadi Profesi yang Utuh, atau tidak terpecah-pecah di UU yang berbeda. Profesi psikologi berbeda dari profesi dokter. Profesi psikologi memungkinkan lebih dari satu spesialisasi, misalnya PIO dan Psikologi Olahraga sekaligus, sehingga keutuhan dalam regulasi/pengaturan menjadi penting. Adapun Rancangan Undang Undang Profesi Psikologi dan Naskah Akademiknya akan dibicarakan dalam waktu dekat pertama-tama di lingkungan internal Himpsi. Keprihatinan: Sarjana Psikologi dan Psikolog lebih dari 100.000, tetapi profesi belum dilindungi dengan UU.

Bapak Seger menyampaikan bahwa pertemuan dengan KSP bukan yang pertama kali. Kerjasama dengan KSP juga bukan kerjasama nasional satu-satunya. Dengan KSP, Himpsi hendak berkolaborasi dalam pengembangan Manajemen Talenta Nasional. Di usianya ke-60, Himpsi telah memiliki organ Himpsi Wilayah lengkap di 34 propinsi. Peran Himpsi Wilayah sangat bermakna sebagai wadah pengembangan ilmu & terapan bidang seminar melalui riset, publikasi, pertemuan ilmiah, dan pelatihan. Terkait dengan Manajemen Talenta Nasional, jika ada program yang dapat dibuat bersama dan membutuhkan seluruh propinsi, Himpsi sudah siap. Di samping itu, Himpsi juga memiliki kerjasama internasional, antara lain dengan IUPSYS (International Union of Psychological Science) dan ARUPS (ASEAN Regional Union of Psychological Societies). Kerjasama-kerjasama ini harap diletakkan dalam konteks kontribusi Himpsi bagi negara.

Fokus kegiatan kali ini, menurut Pak Seger adalah, pada Quick Wins: merumuskan program-program yang tahun ini dapat dikerjakan dalam rangka Manajemen Talenta Nasional. Yang diminta adalah program sederhana, tetapi hasilnya dapat langsung diperoleh dan memiliki dampak.

Paparan Pembicara Kunci

Pembicara Kunci, Ibu Avanti Fontana, Ph.D., Ketua Tim Gugus Tugas Manajemen Talenta Nasional (MTN) pada KSP, menyampaikan bahwa KSP justru ingin mendengar hal-hal yang hendak digagas atau diinisiasi oleh Himpsi. Yang dikontribusikan hari ini akan diolah oleh KSP, dan dimanfaatkan untuk kepentingan orkestrasi berbagai inisiatif MTN. Tim Gugus Tugas MTN bekerja efektif sejak Oktober 2018. Latar belakang MTN adalah arahan dan perintah Presiden 18 Juli 2018, yang menyatakan bahwa Strategi MTN sedang digodok di KSP.

KSP secara intensif melakukan (1) Diskusi Kelompok Terpumpun/FGD, (2) Wawancara Awal dan Mendalam dengan berbagai pihak terkait di Kementerian/Lembaga, dengan didukung dengan kajian dari studi dokumen. Pada tahun 2018 (namun terbitnya secara resmi tahun 2019) sudah beredar buku Manajemen Talenta Makro (Macro Talent Management: A Global Perspective on Managing Talent in Developed Markets) yang disunting oleh Vlad Vaiman, Paul Sparrow, Randall Schuler, David G. Collings). Dalam buku ini, Vaiman, dkk. menulis tentang manajemen talenta makro untuk negara maju dan negara berkembang . Buku ini menerangkan proses manajemen talenta yang dilakukan di setiap Pemerintahan pada masing-masing negara. Buku ini menunjukkan bahwa ternyata manajemen talenta tidak melulu urusan Pemerintah. Inisiatif memang datang dari Pemerintah, namun prosesnya merupakan kerjasama antara Pemerintah dan Non-Pemerintah.

Ibu Avanti juga menekankan bahwa Manajemen Talenta yang dimaksudnya adalah MTN (Manajemen Talenta Nasional). MTN perlu dibedakan dari MT (Manajemen Talenta). Unit analisis MT adalah organisasi, sedangkan unit analisis MTN adalah negara. Di samping itu, yang juga perlu dipahami adalah 2 macam perspektif mengenai talenta, yakni (1)Eksklusif: Talenta unggul (kita perlu memetakan siapa mereka, di mana mereka, bagaimana mereka), dan(2)Inklusif: Talenta potensial (yang perlu direkrut, perlu dikembangkan, sehingga bisa menjadi talenta unggul).

Istilah MTN sebenarnya pengganti istilah Manajemen Talenta Makro (lihat Vaiman, dkk. di atas). Dalam hal analisis makro ini, maka fungsi dari proses MTN, mulai dari perencanaan, akuisisi, rekrutmen, pengembangan, dan retensi tidaklah steril, melainkan wajib melihat faktor-faktor masukan (input)-nya, yakni lingkungan kontekstual makro (“Ipoleksosbudhankam”), bukan hanya pada tingkat nasional tetapi juga tingkat global. Pengembangan talenta unggul semakin urgen di negara-negara di mana penduduk berusia produktif semakin menurun. Tantangannya, termasuk untuk Indonesia, adalah bagaimana agar negara memiliki daya pikat untuk para talentanya, sehingga talenta merasa nyaman dan merasakan nilai tambah dari diri, serta tidak memilih tempat/negara lain. Ekosistem perlu dibuat kondusif, bahkan untuk meraih talenta dari luar negara sendiri. Sejumlah negara membuat kebijakan imigrasi untuk “menangkap” talenta-talenta unggul. Misalnya: Visa Khusus Talenta Unggul.

Pada Juli 2019, Prsiden menekankan pembangunan SDM dan menggarisbawahi pentingnya Lembaga MTN. Pada tahun 2045 Indonesia ingin masuk dalam Lima Besar Perekonomian Dunia. Kendati demikian, dalam Peta Daya Saing Global, yang tercermin dalam berbagai indikator, seperti GDP, GTCI (Global Talent Competitiveness Index), prognosis untuk tercapainya Lima Besar di 2045 berdasarkan laju perkembangan saat ini belum tampak terang-benderang. Sebaiknya, Indonesia tidak defensif, misalnya Swiss mencapai skor 90/100, sedangkan Indonesia 40/100, lalu mengatakan bahwa Swiss adalah negara kecil.

Oleh karena itu, Indonesia perlu mempelajari indikator-indikator dimaksud dan membuat strategi terobosan. Ternyata yang diukur dari MTN adalah (1) Input/Ekosistem (Enabler, Acquisition, Growth, Pembinaan), (2) Output (Vocational/technical skill, Global knowledge skill, Talent Entreprenuerial Skill). Indeks Inovasi Global juga hanya mengukur Input dan Output, karena hanya Input dan Output yang bisa di-survei, bukan Proses.

  • Mengenai INPUT: Sistem Pendidikan wajib unggul, sehingga menjadi Input yang bagus. Di samping itu, Sehat Jiwa (Kesehatan Kejiwaan Talenta) merupakan kondisi yang mesti ada, walau MTN tidak mengurusnya secara eksplisit. Sehat Jiwa (termasuk budi pekerti, karakter, integritas) tergolong Input. MTN memberi pesan bahwa sektor-sektor terkait, khususnya sisi Input harus begerak. Saat talenta masuk ke rekrutmen, retensi, dsb., jiwa sudah sehat, bukan memilih mana yang sehat dan mana yang tidak. Di samping itu, grand design MTN memastikan input-nya juga, mencakup proses pembentukan kejiwaan dalam konteks budaya lokal, budaya nasional. Bahkan sejak ibu merencanakan kehamilannya, semua merupakan input manajemen talenta nasional, sebab bagaimana mungkin dapat melakukan proses jika bayi-bayi Indonesia tidak mencapai tumbuh kembang yang optimal.
  • Mengenai OUTPUT: Dalam hal Vocational skill, Indonesia cukup tinggi, tetapi masih sangat rendah untuk Global Knowledge Skill. Entreprenurial skill dibutuhkan untuk berbagai bidang, bahkan profesi guru, pelayan toko, dan sebagainya. AdapunProfil Manusia Indonesia yang hendak ditampilkan menurut RPJMN Indonesia adalah manusia yang (1) Berkarakter, (2) Sehat, (3) Cerdas, dan (4) Inovatif (menciptakan nilai yang bermanfaat secara sosial dan ekonimi).
  • Mengenai PROSES: Indonesia perlu mendongkrak kualitas Output, dan untuk itu, Input juga perlu didongkrak. Namun yang bisa dilakukan (yang bisa dikendalikan oleh negara, termasuk KSP) adalah selain pada Input, MTN berfokus juga di Proses. Potensi Indonesia luar biasa, tetapi Proses MTN belum optimal. MTN harus dipandang sebagai sebuah Instrumen Pembangunan SDM Unggul. Kita tidak bisa menunggu sistem pendidikan optimal 100%! Dalam kaitan ini, Himpsi dapat memberikan masukan bagaimana agar Proses MTN bisa berjalan. Yang perlu diintervensi adalah Input dan Proses. Indonesia yang Maju dan Berdayasaing (Outcome) hanya merupakan konsekuensi logis dari Input yang bagus dan Proses yang unggul.

Langkah yang diambil KSP adalah: (1) Memahami masalah, (2) Merumuskan hal yang perlu dilakukan, (3) Quick Win.

  • Langkah Pertama: Masalah saat ini dari MTN adalah: (1) Talenta Indonesia terserak, belum terdata baik; (2) Ekosistem MTN belum berkembang secara berkelanjutan; (3) Upaya MTN dari berbagai pihak belum berjalan menyeluruh dan sistematis. Kondisi yang diharapkan (Indonesia produktif dan berdayasaing) tertuang dalam Arah Kebijakan Pembangunan Manusia. Turunan program sampai dengan Indonesia Maju Tahun 2045 berasal dari arah kebijakan ini.
  • Langkah Kedua: Menyusun konsepsi, kebijakan, strategi. Berdasarkan hasil analisis, perlu prioritas dalam 4 bidang, yakni: (1) Ristekin (Riset, teknologi, dan inovasi), (2) Industri, (3) Olahraga, dan (4) Seni-budaya. Hal ini melibatkan Pemerintah dan Non-Pemerintah. MTN sudah masuk RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2020-2024. Bab 4 RPJMN menyebutkan bahwa Strategi Kelima adalah mendukung manusia Indonesia produktif dan berdayasaing. Talenta dari luar Indonesia bisa masuk untuk mendukung pertumbuhan berkualitas dari negara.

Dalam hal ini, langkah awal adalah Orkestrasi Kelembagaan, pengelolaan talenta lintas sektor, yang terdiri atas (a) Identifikasi, (b) Pengembangan talenta, (3) Kapitalisasi. Dalam proses identifikasi, dilakukan pengembangan basis data kependudukan-pendidikan-ketenagakerjaan, sehingga data-data ini dapat digunakan lintas sektor. Namanya adalah BDTN (Basis Data Talenta Nasional). Dalam proses pengembangan talenta, diadakan Skema Talenta Jalur Inti/STJI (Talent Framework). Dalam hal inilah, Asosiasi/Ikatan Minat Himpsi dapat memainkan peran. Sebagai perbandingan, di Singapura, Skill Framework disusun berdasarkan Peta jalan transformasi industri (sisi kebutuhan hilir).

Kerangka Kerja Manajemen Talenta Nasional

Asosiasi/Ikatan Minat Himpsi diminta untuk memetakan kontribusinya sesuai dengan Kerangka Kerja Manajemen Talenta Nasional.

 

Quick Wins Hasil FGD Asosiasi/Ikatan Minat

Ibu Avanti mendatangi kelompok poster dari setiap kluster sebagaimana tampak di bawah ini. Menurut Ibu Avanti:

1. Semuanya sejalan dengan Manajemen Talenta Nasional.

2. Ada 4 Kluster kuat di Input (Pendidikan, Sosial Budaya, Kesehatan dan Hukum), sedangkan 2 Kluster lainnya (Industri dan Organisasi, serta Olahraga dan Seni) kuat di Proses dan Output.

3. Asosiasi/Ikatan Minat perlu berpikir sampai ke hilir.

4. Untuk perbaikan masukan ke KSP, gunakan kerangka K-S-U (Kebijakan – Strategi – Upaya)

Contoh di atas diambil dari https://slideplayer.info/slide/2328330/8/images/24/Institusi+yang+Bertanggungjawab.jpg

5. Untuk perbaikan masukan ke KSP, gunakan juga Business Canvas Sembilan Dimensi, termasuk ulasan tentang Stakeholder (Pengguna)

Kluster Kesehatan

Kluster Pendidikan

Kluster Industri dan Organisasi

Kluster Sosial Budaya

Kluster Olahraga dan Seni

Paparan Program Asosiasi/Ikatan Minat

Kegiatan Forum Leadership ini diakhiri dengan paparan dari 5 Asosiasi/Ikatan Minat:

1. Ibu Dr. Indun Lestari Setyono, M.Psi, Psikolog (Asosiasi Psikolog Sekolah Indonesia)

 

2. Ibu Dr. Indria Laksmi Gamayanti, M.Si, Psikolog (Ikatan Psikolog Klinis Indonesia)

 

3. Ibu Dra. Reni Kusumowardhani, M.Psi, Psikolog (Asosiasi Psikologi Forensik)

 

4. Bapak Dr. Sumaryono, M.Si. (Asosiasi Psikologi Industri dan Organisasi)

 

5. Perwakilan Asosiasi Psikologi Positif Indonesia