Selalu ada momen pertama. Termasuk pertama kali menjadi peserta International Conference di luar Indonesia. Bersyukur sekali saya mendapatkan kesempatan untuk mengikuti Mini Conference yang diselenggarakan oleh International Association of Relationship Researcher (IARR) di University of Sussex, Brighton bulan Juli 2019 yang lalu. Topik yang dipresentasikan hampir semua sejalan dengan bidang minat penelitian saya: dinamika Interpersonal (esp. Romantic) Relationship. Pada hari pertama, saya sudah merasa bersemangat dengan berbagai informasi yang disajikan pembicara! Tadinya saya sempat ragu untuk mengirim abstrak ke acara ini. Akan tetapi, berkat dukungan promotor saya dan Dr. Ashley Randall, akhirnya saya beranikan diri mengirimkan abstrak. Syukurlah abstrak saya diterima dan ada jalan untuk mendapatkan dana untuk menghadiri conference tersebut.

Reuni dengan Dr. Ashley Randall, peneliti dyadic coping dan dyadic emotional regulation dari Arizona State University.

 

Acara dimulai dengan pembukaan yang lucu dan santai dari panitia. Panitia memperkenalkan istilah-istilah slang yang digunakan oleh orang Inggris, seperti “coach” yang berarti bus, “quid” yang berarti 1 pound dan “knackered” yang berarti kelelahan. Pembukaan ini membuat suasana jadi santai dan ceria.

blue sky
Suasana di sekitar University of Sussex, tempat berlangsungnya IARR mini conference 2019. Bagus ya langitnya!

 

Lalu, lanjut dengan keynote speech dari Prof. Daniel Perlman tentang loneliness. Mahasiswa, alumni dan dosen psikologi mungkin familiar dengan nama “Pearlman”, saat membaca literatur tentang pengukuran loneliness (Peplau & Pearlman, 1982). Judul kuliah yang dibawakan Prof. Perlman adalah: Loneliness: from Ignored Research Topic to Government Ministry. Beliau menceritakan bagaimana perkembangan riset loneliness dari tahun ke tahun. Kuliah dimulai dengan sejarah penelitian tentang loneliness, permasalahan loneliness di UK, hingga cara-cara yang dalat dilakukan untuk mengurangi loneliness. Terakhir, beliau memaparkan beberapa arah penelitian tentang loneliness untuk masa depan, yaitu: 1) riset kesehatan masyarakat terkait dengan social connectedness, 2) program prevensi loneliness.

Setelah itu, saya masuk ke kelas untuk mendengarkan simposium tentang relationship enhancement intervention. Dalam sesi tersebut terdapat beberapa peneliti yang memaparkan hasil intervensi penguatan relasi pada beberapa populasi, seperti: foster parents (orangtua asuh untuk anak-anak terlantar di Amerika), serta pasangan yang menikah/tidak menikah (orangtua dari anak-anak yang masuk ke sistem kesejahteraan anak). Model relationship enhancement yang dikembangkan oleh National Extension Relationship & Marriage Education Network (NERMEN) ini dapat disingkat menjadi “ELEVATE”. ELEVATE terdiri dari: 1) Empower Yourself, 2) Enlighten, 3) Value, 4) Attach, 5) Tame (problems and conflict), 6) Engage, 7) Lay the foundation. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan coffee break dan satu lagi sesi presentasi. Saat sedang coffee break, peserta conference bisa berkeliling melihat poster-poster hasil penelitian yang juga menarik. Berikut ini beberapa contoh poster di hari pertama:

Poster tentang stres minoritas, kualitas hubungan dan perilaku menampilkan afeksi di depan umum.

 

Poster penelitian yang menarik tentang efek emoji terhadap persepsi tentang kualitas lawan bicara. Topik yang menarik untuk skripsi!

 

Pada hari ke-2 IARR Mini Conference, juga ada 1 sesi presentasi dan 1 sesi keynote speech. Beberapa presentasi yang menarik di hari kedua: 1) tentang “Monogamy Maintainance“, 2) peran emosi dalam komunikasi pasangan Jepang dan Belgia, 3) strategi menghadapi kesenjangan gairah seksual antar pasangan. Sedangkan topik keynote speaker ialah “Good and Bad Relationship at Work”, membahas tentang hasil-hasil penelitian mengenai hubungan atasan-bawahan. Conference hari kedua ini hanya berlangsung setengah hari karena panitia menyediakan waktu untuk vineyard tour! Jadi, setelah makan siang, kami pun bergegas menuju ke bus yang akan membawa rombongan menuju perkebunan anggur, masih di daerah Brighton.

vineyard
Rehat sejenak di perkebunan anggur bersama Dr. Ashley Randall dan dua mahasiswa Magister Counseling dari Arizona State University, USA.

 

Hari ketiga merupakan hari yang istimewa karena hari ini waktunya saya mempresentasi hasil studi awal penelitian saya! Waktu itu saya merasa cukup tegang karena hanya diberi waktu 5 menit dan saya berada serruangan dengan setidaknya 3 orang yang tulisannya saya kutip di riset tersebut! Situasi yang menantang ya.. Meski deg-degan, ternyata presentasi berjalan lancar. Syukurlah! Selesai presentasi, sesi tanya jawab pun dimulai. Saya memanfaatkan kesempatan bertanya ke beberapa peneliti yang menurut saya topiknya menarik.

a person presenting
Presentasi Dr. Peter Hillpert tentang data apa saja yang bisa didapatkan dari observasi pasangan, bagaimana memberi kode serta teknologi penghitungan kode agar mendapatkan gambaran interaksi sekuensial dari pasangan. Beliau adalah seorang peneliti yang juga pernah menulis artikel tentang dyadic coping.

 

Salah satu peneliti yang saya ajak diskusi adalah Cristopher Agnew, salah satu peneliti dan penerus teori Interdependence. Teori yang menjelaskan faktor-faktor prediktor komitmen. Hasil risetnya menarik, tentang bagaimana pendapat teman tentang kesiapan berkomitmen memprediksikan komitmen dalam hubungan romantis. Pesan yang saya tangkap: kalau ingin tahu seberapa siap kalian berkomitmen, coba tanya teman terdekat kalian. Hal ini karena penelitian longitudinal yang dilakukan Agnew memperlihatkan bahwa persepsi teman tentang kesiapan seseorang untuk berkomitmen ternyata memprediksikan komitmen orang tersebut di masa depan. Menarik ya!  Sekalian tanya tips dari beliau, gimana caranya merekrut partisipan agar dapat jumlah yang memadai. Wah, pokoknya, berfaedah sekali percakapan singkat dengan beliau.

Waktunya presentasi hasil penelitian awal tentang hubungan stres, dyadic coping dan kepuasan pernikahan di sample Indonesia.

 

Malam itu malam terakhir conference. Jadi, panitia mengundang untuk gala dinner. Tapi karena harga tiket cukup mahal, saya tidak membeli tiket gala dinner. Malam itu, sama makan malam dengan Dr Ashley Randall dan teman-teman peneliti topik relasi romantis dari Swiss, US, Italia dan Prancis. Selesai makan malam, saya menikmati malam terakhir di Brighton dengan jalan-jalan di tepi pantai dan menanti sunset. Sunset paling malam dalam hidup saya, sekitar jam 10 PM!

Makan malam bersama peneliti di bidang relasi, dari Swiss, Prancis, Italia, dan Amerika. Berhubung masih jam 8 malam, jadi di luar masih terang sekali!

 

Suasana international conference kali ini beda sekali dengan suasana International conference yang pernah saya ikuti di Jakarta. Setidaknya ada tiga berbedaan yang saya rasakan. Pertama, international conference yang saya ikuti di Indonesia memiliki tema yang luas, belum ada yang khusus membahas tentang relasi antar manusia.  Akhirnya, saya mempresentasikan paper tekait relasi suami-istri di international conference seperti “International Conference of Intervention and Appplied Psychology” yang diselenggarakan Universitas Indonesia, atau International Conference on Biospheric Harmony yang diselenggarakan oleh BINUS. Sedangkan, tema mini conference IARR Brighton 2019 ini lebih terfokus ke relationship, baik hubungan romantis, pertemanan atau pun dalam konteks pekerjaan. Jadi, kehausan pengetahuan saya soal topik itu betul-betul terpenuhi!

Perbedaan berikutnya adalah dari gaya berpakaian dan suasana. Kalau di Jakarta, biasanya peserta datang dengan pakaian formal (kemeja, blazer, batik). Tapi, di sana, peserta datang dengan pakaian casual (dress, jeans, bahkan ada yang berkaos!). Suasana conference terkesan santai, tetapi bukan berarti tidak serius ya! Di sela-sela coffee break, biasanya peserta akan berdiskusi tentang riset masing-masing, atau membahas agenda kerjasama riset. Kalau di Indonesia, saya merasa semangat kolaborasi risetnya belum sekental itu. Ketiga, jadwal conference di Jakarta cenderung padat (8-16 atau 8-17) sedangkan conference di University of Sussex ini selesai sekitar jam 3 sore. Sehingga ada cukup waktu untuk istirahat, bersosialisasi, juga menikmati keindahan kota Brighton. Perbedaan-perbedaan tersebut berkesan sekali buat saya. Jadi semangat untuk mengikuti IARR conference berikutnya tahun 2020 di London. Semoga ada jalan (dan dana) ya.. 🙂