Pada hari Senin, 23 September 2019 yang lalu, penulis yang masih berstatus sebagai mahasiswa S3 Fakultas psikologi Universitas Indonesia (UI), menghadiri acara Lokakarya Penulisan Ilmiah untuk Jurnal Internasional: Writing as New Culture and Behavior. Istimewa karena pembicara acara tersebut adalah alumni S3 Fakultas Psikologi UI dan dosen Jurusan Psikologi Universitas Bina Nusantara (BINUS): Dr. Juneman Abraham, S.Psi., M.Si.. Sebagai sesama dosen BINUS, tentu penulis merasa bangga, karena berasal dari institusi yang sama dengan pembicara yang dibanggakan oleh penyelenggara acara.

Kali ini, penulis akan membagikan poin-poin pembelajaran yang didapat dari sesi tersebut. Menurut penulis, poin-poin ini berguna bagi mahasiswa, khususnya jenjang magister dan doktor, serta bagi dosen sekaligus peneliti.

Pertama, penulis belajar, bahwa keberhasilan Dr. Juneman dalam mempublikasikan berbagai artikel ilmiah di jurnal-jurnal terakreditasi, ternyata dimulai dengan kesukaannya pada kegiatan menulis. Beliau tidak hanya menyukai menulis artikel ilmiah. Di samping penulisan ilmiah, beliau juga aktif menulis di beberapa blog (blog binusian.org, kompasiana, blog pribadi) termasuk di blog Jurusan Psikologi. Pengalaman berhasil tersebut turut mendorong penulis untuk menggiatkan kembali kegiatan menulis, baik di blog psychology.binus.ac.id, maupun di blog pribadi, yang sudah beberapa bulan terlantar.

 

Kedua, ternyata ide penelitian untuk artikel ilmiah bisa berasal dari berbagai sumber. Salah satu sumber ide penelitian yang menurut saya paling memotivasi adalah: keresahan peneliti dalam isu yang ia pedulikan. Misalnya, dalam pengalaman Dr. Juneman, beliau peduli tentang performa peneliti di Indonesia. Dari kepedulian tersebut, timbul keresahan dan pertanyaan seperti: apa faktor yang berhubungan dengan performa seorang peneliti? Dari pertanyaan ini, beliau pun menelusuri literatur dan menemukan apa saja yang sudah diketahui oleh peneliti sebelumnya. Beliau juga menemukan bahwa faktor budaya belum banyak diteliti terkait performa peneliti. Setelah membaca dan memikirkan isu ini siang-malam, maka lahirlah ide untuk meneliti mengenai kaitan antara budaya nasional dan performa peneliti. Hasil dari ide ini sudah terbit di jurnal terindeks SCOPUS: F1000Research.

 

Ketiga, dalam menulis artikel ilmiah, peneliti perlu memiliki KLAIM. Berdasarkan website KBBI, berarti pernyataan tentang suatu fakta atau kebenaran. Klaim inilah yang diajukan oleh peneliti dan dipertahankan dalam penulisan dari introduction sampai discussion. Tentu saja, klaim ini perlu ditulis dengan cara yang meyakinkan. Meyakinkan siapa? Setidaknya meyakinkan pembimbing/promotor. Kalau mau sampai diterbitkan di jurnal, maka klaim yang ditulis perlu meyakinkan untuk editor dan reviewer jurnal. Jadi, untuk mempertahankan klaim ini memang butuh substansi, data, metode yang sistematis, serta keterampilan merangkai kata untuk mendukung klaim.

 

Keempat, agar suatu artikel ilmiah bisa diterima, maka diperlukan suatu kebaruan (novelty). Seringkali, mahasiswa (termasuk saya sendiri), terbentur di kebaruan. Ada pertanyaan: sejauhmana kontribusi penelitian bisa dikatakan sebagai ‘kebaruan’? Dr. Juneman menjelaskan bahwa kebaruan bisa didapatkan dari beberapa sudut pandang. Beliau memberi contoh teori hierarki kebutuhan Maslow. Terdapat beberapa cara mengembangkan kebaruan dari teori ini. Pertama dengan menambahkan sesuatu yang baru. Nah, sebelum menambahkan variabel baru, sebaiknya teori yang sudah ada diuji kembali. Praktek ini sering dikenal dengan “replikasi plus”. Kedua, peneliti bisa melakukan penelitian deskriptif untuk mengelaborasi masing-masing komponen dari teori, misalnya: mendeskripsikan needs pada generasi milenial. Ketiga, peneliti bisa saja mengelompokkan kebutuhan Maslow jadi beberapa kelompok yang lebih besar. Keempat, peneliti juga bisa memodifikasi relasi antar variabel. Kelima, peneliti dapat memasukkan variabel konteks, misalnya: waktu atau populasi tertentu. Keenam, peneliti bisa juga mengukur variabel “lama” dengan cara pengukuran yang baru. Misalnya, membuat versi singkat dari alat ukur yang terdiri dari 100 items. Selanjutnya, kebaruan juga bisa didapatkan dengan perancangan dan pengujian suatu intervensi pada kelompok tertentu. Biasanya, ini dilakukan oleh mahasiswa magister profesi. Terakhir, kebaruan juga bisa didapatkan dengan ‘meminjam’ konsep teori dari disiplin lain untuk menjelaskan perilaku manusia tertentu. Ternyata, banyak juga ya, cara menciptakan tulisan yang baru. Tinggal bagaimana si peneliti rajin membaca jurnal untuk melihat celah kebaruan, membangun klaim dan merangkai kata untuk mendukung klaim tersebut.

 

Kelima, Dr. Juneman memberikan tips bahwa untuk bisa menulis dan publikasi di jurnal internasional, ada baiknya bangun dulu efficacy dalam menulis. Jadi, bisa mulai dari jurnal-jurnal nasional berbahasa Indonesia. Beliau berbagi pengalaman pribadi yaitu: ia menulis bukan untuk prove (membuktikan pada dunia, pemenuhan KPI, kenaikan jabatan) melainkan untuk improve (menjadi lebih baik dari sebelumnya). Tips ini berkesan bagi saya yang seringkali terpaku pada KPI atau pun syarat kelulusan. Memang, perlu membangun locus of control internal, agar semakin termotivasi meningkatkan kualitas penulisan ilmiah.

Selain lima hal di atas, penulis juga dingatkan untuk terus mengikut perkembangan ilmu pengetahuan. Misalnya, menyadari adanya trend open science dan open peer review. Peneliti juga perlu kritis dalam mencari jurnal apa yang akan disasar untuk menerbitkan artikel ilmiah. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain adalah kredibilitas jurnal dan kecocokan artikel dengan aim & scope jurnal.

Lokakarya “Writing as a New Culture and Behavior” ini sesuai dengan kebutuhan penulis yang sedang dalam proses menulis artikel ilmiah. Sehingga, turut semangat setelah mendengarkan pemaparan dari Dr. Juneman. Penulis jadi ingat kata mutiara dari seorang peneliti kelas dunia: tulisan yang baik ialah tulisan yang selesai. Jadi, sampai disini dulu catatan penulis. Sekarang saatnya kembali menuliskan artikel ilmiah. Sampai jumpa di tulisan berikutnya!

 

Penulis: Pingkan C. B. Rumondor, M.Psi., Psikolog, dosen psikologi klinis di Universitas Bina Nusantara, mahasiswa S3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Praktek di Lab & Psychological Services, Universitas Bina Nusantara.