Bayangkan jika Anda diminta untuk menjelaskan sebuah konsep oleh orang yang tidak mengerti, atau anak kecil misalnya. Contohnya, apa itu buah? Anda mungkin akan menjawab sebagai berikut: buah itu sesuatu yang bisa dimakan, dimakan secara mentah, asalnya dari tumbuhan, mengandung banyak vitamin, dan sebagainya. Jawaban Anda itulah yang disebut sebagai karakteristik atau fitur dari sebuah konsep, dalam hal ini konsep buah.

Biasanya jika kita mengajukan pertanyaan yang sama ini kepada sejumlah orang, kita akan mendapatkan jawaban yang kurang lebih serupa. Artinya banyak orang yang akan setuju bahwa buah itu adalah sesuatu yang bisa dimakan secara mentah dan mengandung vitamin. Sehingga ketika kita memutuskan apakah suatu benda itu adalah buah, kita akan memperhatikan karakteristik yang dimiliki benda tersebut: Apakah bisa di makan? Apakah harus dimasak terlebih dahulu? Apakah berasal dari tumbuhan? Apakah mengandung vitamin? Lumayan repot memang hidup ini.

Walaupun secara umum, orang memiliki pengertian yang sama tentang suatu konsep (bayangkan kalau tidak ada kesepakatan umum, “buah menurut saya” dan “buah menurut kamu” belum tentu sama, komunikasi akan kacau! Aku nggak ngerti kamu lagi!), tapi secara spesifik ada beberapa hal yang membedakan satu orang dengan yang lainnya. Misalnya salah satu penelitian tentang proses kategorisasi yang dilakukan Verheyen dan Storms (2013) menemukan bahwa pengertian orang mengenai konsep olah raga ternyata terpecah. Ketika ditanyai apa itu olah raga, bagi beberapa orang menganggap bahwa karakteristik penting agar suatu kegiatan dianggap sebagai olah raga adalah kegiatan yang menyangkut aktivitas fisik, oleh karena itu mereka menganggap kegiatan seperti mendaki, berlari, dan bersepeda adalah contoh pasti dari kegiatan olah raga. Sedangkan, ada kelompok lain yang menganggap karakteristik dari olah raga adalah kegiatan yang membutuhkan keahlian, sehingga mereka menganggap dart, biliar, dan catur sebagai contoh kegiatan olah raga.

Memang pada dasarnya tidak ada aturan baku yang memetakan konsep secara pasti. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh bermacam-macam faktor, seperti budaya dan bahasa (Ameel, Malt, Storms, 2008; Djalal, Voorspoels, Storms, & Heyman, 2018), tingkat pendidikan (Verheyen & Storms, 2018), jenis kelamin (Stukken, Verheyen, & Storms, 2013), bahkan yang menarik adalah faktor usia (White, Storms, Malt, & Verheyen, 2018).

Salah satu penelitian terbaru yang menemukan bahwa usia adalah salah satu faktor yang membedakan orang dalam mengkategorisasikan konsep adalah penelitian dari White, Storms, Malt, dan Verheyen (2018), dimana mereka menemukan perbedaan antara generasi muda dan generasi tua dalam mendeskripsikan konsep botol. White dan koleganya meminta partisipan dari berbagai usia untuk mendeskripsikan karakteristik botol, misalnya “fitur apa saja yang secara umum dimiliki oleh sebuah botol?” Kemudian dengan menggunakan analisis yang cukup kompleks, mereka menemukan suatu hal yang menarik. Disamping karekteristik-karekteristik umum mengenai botol yang tentunya disetujui oleh semua orang dari berbagai usia (e.g., untuk menampung benda cair, memiliki leher, ada lubang di bagian atas, dll.), uniknya, mereka menemukan bahwa generasi muda menekankan bahwa salah satu karekteristik penting untuk sebuah botol adalah terbuat dari plastik, sedangkan bagi generasi yang lebih tua, botol itu adalah benda yang terbuat dari gelas!

 

Ilustrasi bentuk botol gelas dan botol plastik

 

Nah, mengapa perbedaan ini bisa muncul? Hal ini dapat dijelaskan oleh faktor lingkungan. Ketika kita belajar mengenai benda-benda, kita juga mengamati apa saja yang dimiliki oleh benda tersebut (bentuk, warna, bahan, kegunaan, dsb.). Hal ini kemudian dipelajari dan disimpan oleh memori kita. Bagi generasi orang tua kita, jaman dahulu kala, kebanyakan botol terbuat dari bahan gelas atau beling, jarang mereka menemukan botol minuman yang terbuat dari plastik. Berbeda dengan keadaan sekarang, berbagai minuman tersedia dalam bentuk botol plastik yang dengan mudahnya setelah habis bisa kita buang (ke tempat sampah tentunya!). Oleh karena itu, ketika para generasi tua diminta untuk menjelaskan, “apa sih botol bagi dirimu?”, salah satu karakteristik penting yang harus dimiliki oleh para botol adalah terbuat dari gelas! Sedangkan bagi generasi muda belia, botol itu adalah benda yang pada umumnya terbuat dari plastik!

Nah, sekarang kamu adalah tim bubur diaduk atau tidak diaduk?!

References

Ameel, E., Malt, B. C., & Storms, G. (2008). Object naming and later lexical development: From baby bottle to beer bottle. Journal of Memory and Language, 58(2), 262-285. doi: 10.1016/j.jml.2007.01.006

Djalal, F. M., Voorspoels, W., Storms, G., & Heyman, T. (2018). Is jellyfish more of a fish in English than in Dutch? The effect of informative labels. Quarterly Journal of Experimental Psychology. Advance online publication. doi: 10.1177/1747021818777094

Stukken, L., Verheyen, S., & Storms., G. (2013). Representation and criterion differences between men and women in semantic categorization. In M. Knauff, M. Pauen, N. Sebanz, & I. Wachsmuth (Eds.) Proceedings of the 35th annual conference of the cognitive science society (pp.3474-3479). Austin, TX, USA: cognitive science society

Verheyen, S., & Storms, G. (2013). A mixture approach to vagueness and ambiguity. PLoS ONE, 8(5), e63507. doi: 10.1371/journal.pone.0063507

Verheyen, S., & Storms, G. (2018). Education as a source of vagueness in criteria and degree. In The Semantics of Gradability, Vagueness, and Scale Structure (pp. 149-167). Springer, Cham.

White, A., Storms, G., Malt., B.C., & Verheyen, S. (2018). Mind the generation gap: Differences between young and old in everyday lexical categories. Journal of Memory and Language, 98, 12-25. doi: 10.1016/j.jml.2017.09.001