Menurut Susan Fowler, penulis buku Why Motivating People Doesn’t Work…And What Does, pada dasarnya ada 3 kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi, terlepas dari apa gendernya, berapa usianya, dan apapun itu (Fowler, 2014). Ketiga hal tersebut adalah ARC: Autonomy, Relatedness, Competence.

Autonomy adalah kebutuhan untuk tidak dikekang. Pada dasarnya, semua manusia memiliki kehendak untuk bebas memilih dan melakukan apa yang dia mau. Kalaupun dia nurut, itu karena dia memilih untuk menurut. Jika tidak, itu namanya terpaksa dan tidak ada seorangpun yang suka dipaksa. Relatedness, adalah kebutuhan bahwa kita terhubung dengan yang lain. Bahwa kita, dibutuhkan dan membutuhkan orang lain, dan bahwa kita, memiliki manfaat bagi orang lain. Nah, makanya, tidak ada orang yang suka diacuhkan, bukan? Kadang kala perselihan terjadi hanya karena ada yang merasa tidak dianggap. Kebutuhan ketiga, yakni Competence, adalah kebutuhan untuk merasa bahwa seseorang mampu (dan dianggap mampu) menghadapi kesulitan dan segala tantangan yang dihadapi. Rasa bahwa seorang saya dihargai dan dihormati.

Dari ketiga kebutuhan dasar tersebut, kita bisa belajar bagaimana agar kita menjadi the winning people,  yakni dengan memperhatikan ketiga kebutuhan tersebut supaya dapat kita penuhi, atau setidaknya tidak kita kesampingkan. Namun, menang tanpa ngasorake  menang tanpa menjatuhkan tentu ada seninya. Apa sajakah itu?

  1. ACCEPTANCE. Pertama, kita harus menyadari bahwa setiap orang itu unik. Artinya, perbedaan itu pasti ada. Yang tidak sama dengan kita belum tentu lebih buruk, dan yang sama dengan kita, belum tentu jadi baik. Di satu poin ini membantu kita menjaga otonomi setiap orang.
  1. RESPECT. Ketika kita dapat menerima perbadaan dan juga berbagai hal yang tidak sama dengan kita atau apapun yang kita pikirkan, tentu ini akan menimbulkan sebuah penghargaan bagi yang lain. Dengan kata lain, jika acceptance itu sifatnya abstrak, maka respect adalah bentuk impelementasi dari acceptance: bagaimana kita menyikapi dan memperlakukan perbedaan, yakni dengan menghargainya. Dengan respect, kita sudah menjaga otonomi dan juga menjaga rasa bahwa kita terhubung dan juga dihargai.
  1. TRUST. Menerima perbedaan dan kemudian menghormatinya, tentu akan menimbulkan rasa percaya terhadap kebaikan. Artinya, kita percaya bahwa dalam setiap peristiwa selalu dilandasi niat baik. Memang niat baik ini sifatnya masih general atau tidak spesifik ,misalnya saja kebaikan untuk siapa? Namun, dengan terus membangun trust, melalui acceptance dan respect, kita tidak hanya percaya  terhadap kebaikan dari setiap peristwa namun kita pun bisa menjadi orang yang dipercaya. So people can rely to us.  

Nah, bagaimana, sudah siap untuk menang tanpa ngasorake?