Berikut adalah tiga buah FAQ (frequently asked question) seputar dunia jurnal ilmiah yang saya susun berdasarkan pengalaman:

1) Apakah sitasi (citation) menandakan bahwa artikel yang dikutip adalah artikel yang baik?

Tidak selalu demikian. Sebuah kajian menyampaikan bahwa paper yang tidak baik, bahkan ekstrim tidak baik, juga punya kesempatan untuk disitasi, sebagai sampel studi yang tidak baik oleh artikel yang lain.

“Studi yang tidak baik” jangan dikacaukan pengertiannya dengan “riset negatif”. Riset negatif lebih ke arah pengertian: riset yang hasilnya tidak mendukung hipotesis, atau didesain sebagai studi kasus negatif. Riset negatif sering “masuk laci” padahal sangat dicari guna melaksanakan meta-analisis yang fair.

Istilah normatif untuk “studi yang tidak baik” adalah “bad research“, misalnya karena metodologi yang tidak adekuat atau yang oleh para ahli disebut flawed methodology. A bad research tidak kebal terhadap sitasi. Sitasi bisa berasal dari artikel yang melihat bahwa a bad research bisa dijadikan sebagai bahan belajar komunitas ilmiah.

Sedangkan, a negative research bisa saja berasal dari a good research. Hanya karena salah paham, sering terjadi atribusi terbalik. Disangka a negative research pasti merupakan a bad research dan mengundang rasa malu bagi penelitinya. Padahal belum tentu begitu.

2) Apakah Editor sebuah jurnal ilmiah dapat menulis artikel di jurnalnya sendiri?

Posisi editor lebih permanen daripada reviewer. Jika editor menulis di jurnalnya sendiri, tidak mungkin juga ‘mencabut’ untuk sementara nama ybs dari edisi tersebut.

Yang penting untuk masa depan adalah prosedur Jurnal untuk menjamin independensi penanganan naskah yang ditulis oleh editornya sendiri. Prosedur tsb dinyatakan secara eksplisit di dalam Guideline atau sejenisnya dalam jurnal. Menurut kriteria Scopus, hal ini tergolong dalam klirens (clearance) dalam editorial policy.

Kutipan berikut ini dapat dijadikan sebagai referensi:

Can editors publish in their own journal?

While you should not be denied the ability to publish in your own journal, you must take extra precautions not to exploit your position or to create an impression of impropriety.

Your journal must have *a procedure for handling submissions from editors or members of the editorial board* that will ensure that the peer review is handled independently of the author/editor.

We also recommend that you describe the process in a commentary or similar note once the paper is published (see: http://publicationethics.org/case/editor-
author-own-journal).

3) Apakah bentuk terbaik untuk review (penelaahan)? Apakah formulir ataukah komentar langsung di artikel?

Hemat saya, keduanya dapat digunakan, baik secara sendirian maupun secara kombinatif. Penilaian dengan 1) formulir/kuesioner atau 2) komen di artikel adalah pluralitas metode/bentuk penilaian. Tidak ada masalah untuk menggunakan salah satu.

Yang menjadi kunci, sesuai Pedoman Akreditasi, adalah keterlibatan yang nyata dari mitra bestari dalam penyuntingan substantif.

Penilaian dengan isian/form kuesioner tidak hanya kuantitatif/skoring; tetapi juga kualitatif.

Mitra dapat & sebaiknya menuliskan hasil telaahnya secara kualitatif pada form/kuesioner, bahkan dapat menunjuk lokasi persis kata/kalimat/paragraf.

Pada beberapa Penerbit, sebelum direview naskah wajib disertakan dengan nomor halaman dan nomor baris.

Terkadang dua mata (Editor & Mitra) akan lebih baik daripada satu mata (Editor saja); sehingga keterlibatan Mitra dalam penyuntingan format tidak apa-apa juga; hanya jangan komentar tentang format saja yang diberikan Mitra.