“Dirgahayu Republik Indonesia” Bukan Sebuah Kesalahan
Pada 17 Agustus 2017, beredar sebuah video yang bersumber dari Youtube yang berjudul “Keliru!!Sebut dirgahayu republik Indonesia seharusnya “Dirgahayu Bangsa Indonesia” begini penjelasan“. Dalam video tersebut, disebutkan setidaknya empat alasan, yang dikutip sebagai berikut:
“Pertama, penjajahan itu terjadi pada bangsa Indonesia. Bukan pada Republik Indonesia. Kedua, saat proklamasi, Republik Indonesia belum berdiri. Republik Indonesia lahir dari Bangsa Indonesia yng telah merdeka, yaitu 18 Agustus 1945. Ketiga, teks proklamasi menyebutkan ‘Bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan’ Bukan ‘Republik Indonesia menyatakan Kemerdekaan’. Keempat, di dalam teks proklamasi Soekarno-Hatta menyebutkan ‘Atas nama Bangsa Indonesia’ Bukan ‘Atas nama Republik Indonesia'”.
Terhadap video tersebut, dapat diberikan tanggapan ringkas, sebagai berikut:
Video tersebut melupakan sebuah hal yang fundamental.
Indonesia merupakan negara-bangsa. Artinya, di Indonesia, bukan hanya (suku-)bangsa tertentu yang dapat hidup dan diayomi di Indonesia, melainkan semua yang bersepakat hidup bersama. Dan kapanpun pihak-pihak menyepakati itu, mereka dapat menjadi bagian dari negara-bangsa Indonesia, bukan hanya mereka yang memiliki kesamaan tanah kelahiran, kesamaan kesukuan, atau kesamaan agama dengan para warga yang menjadi bagian ataupun bagian terbesar dari negara-bangsa Indonesia.
Pengertian negara-bangsa dekat dengan pengertian bentuk pemerintahan Republik setidaknya dari aspek fundamentalnya yaitu: mengedepankan kepentingan umum (res publica). Bukan kepentingan orang atau kelompok atau klaim origin tertentu.
Dari perspektif ini, dan juga loose meaning dari Republik, yakni a group with a certain equality between its members (Oxford Dictionary), yang sangat bersesuaian dengan Sila Kelima Pancasila, maka ungkapan Dirgahayu Republik Indonesia bukan kesalahan (apalagi kesalahan besar).
Referensi sejarah mampu menerangkan mengapa founding fathers menghendaki sebuah nation-state. Baca juga artikel “Semakin Kental Identitas Religius Semakin Lunturkah Identitas Nasional? Peran Keberpancasilaan Pada Remaja Indonesia” (Juneman & Meinarno, 2013; dalam editor: Jaafar, Mahamood, & Ishak, 2013, “Menongkah Arus Globalisasi: Isu-isu Psikologi di Malaysia dan Indoensia”).
Comments :