Oleh: Rahmanto Kusendi Pratomo

Latar Belakang

Kawasan cagar sejarah budaya betawi Setu Babakan berlokasi di bagian selatan Jakarta dan masih termasuk wilayah Provinsi DKI Jakarta. Terletak di Kelurahan Srengseng Sawah (6.747) Hektar, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan, Indonesia. Kawasan ini masih berfungsi sebagai pusat Perkampungan Budaya Betawi, suatu area yang di peruntukan untuk menjaga warisan budaya Jakarta, yaitu budaya asli Betawi. Total wilayah PBB sekitar 289 hektar,70 hektar adalah milik Pemprov DKI Jakarta, Setu Babakan juga merupakan danau buatan dengan luas area perairan 32 hektar. Air yang mengaliri setu ini berasal dari sungai Ciliwung.

Gambar 1.1 Contoh bangunan permanen di kawasan setu babakan

Sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dan Rencana Bagian Wilayah Kota (RBWK) Tahun 1985-2005, wilayah kecamatan Jagakarsa ditetapkan sebagai wilayah penyangga dan resapan air. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) yang diizinkan tergolong rendah untuk cakupan wilayah Provinsi DKI Jakarta yaitu 20% dari luasan per tapak. Beriklim sejuk antara 25°C s/d 27°C dengan curah hujan rata-rata 2000 m³ dan terletak pada ketinggian 52 m di atas permukaan laut.

Dasar hukum terkait dengan kawasan ini antara lain SK Gubernur No. 92 tahun 2000, Tentang Penataan Lingkungan Perkampungan Budaya Betawi di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa Kotamadya Jakarta Selatan, kawasan perkampungan Setu Babakan ditetapkan sebagai kawasan Cagar Budaya Betawi. Ditunjang juga dengan perda tentang cagar budaya berupa Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030, Pasal 71 menerangkan bahwa Kawasan Perkampungan Budaya Betawi di Situ Babakan merupakan Kawasan Warisan Budaya

Babakan adalah sebuah kawasan perkampungan yang ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai tempat pelestarian dan pengembangan budaya Betawi, secara berkesinambungan. Perkampungan yang terletak disebelah selatan kota Jakarta ini merupakan salah satu objek wisata budaya Betawi asli secara langsung. Di perkampungan ini, penduduk Setu Babakan masih mempertahankan budaya keseharian khas Betawi seperti berorganisasi, berkumpul, berkehidupan sehari hari, berdagang, membuat kerajinan tangan, dan membuat makanan khas Betawi, melalui cara inilah, mereka aktif menjaga lingkungan dan budaya adat kebiasaan keseharian yang mampu meningkatkan kualitas hidupnya,

Gambar 1.2 Gerbang kawasan pemukiman cagar budaya setu babakan

Setu Babakan, pada tahun 2004 sudah ditetapkan sebagai sebuah kawasan Cagar Budaya Betawi, melalui Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Penetapan Perkampungan Budaya Betawi di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan. Penetapan ini menjadikan kawasan Setu Babakan menjadi objek wisata baru, tidak hanya itu saja kawasan ini dapat dijadikan refrensi ilmiah diranah budaya dan sejarah perkembangan Jakarta sebagai perpustakaaan hidup yang dapat dijadikan refrensi. Penetapan perkampungan ini ditujukan untuk mempertahankan dan melestarikan budaya khas Betawi, seperti bangunan, dialek bahasa, seni tari, seni musik dan seni drama, bahkan kehidupan keseharian masyarakat Betawi.

Gambar 1.3  Situ resapan yang merupakan danau utama di kawasan setu babakan

Dalam sejarahnya, penetapan Setu Babakan sebagai kawasan Cagar Budaya Betawi sebenarnya sudah direncanakan sejak tahun 1996. Sebelum itu, Pemerintah DKI Jakarta juga pernah berencana menetapkan kawasan Condet, Jakarta Timur, sebagai kawasan Cagar Budaya Betawi, namun batal dilakukan karena seiring perjalanan waktu perkampungan tersebut semakin luntur dari nuansa budaya Betawi-nya. Berdasarkan pengalaman ini, Pemerintah DKI Jakarta kemudian merencanakan kawasan baru sebagai pengganti kawasan yang sudah direncanakan tersebut.

Gambar 1.4  Gerbang utama kawasan cagar budaya betawi setu babakan

Pada tahun 2004, berdasarkan landasan Perda yang ada, kawasan Budaya dan sejarah Betawi Setu Babakan diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta dan dijadikan sebagai kawasan Cagar Budaya Betawi. Perkampungan Setu Babakan juga dijadikan objek yang dipilih Pacific Asia Travel Association (PATA) sebagai tempat kunjungan wisata tematik budaya bagi peserta konferensi PATA di Jakarta pada bulan Oktober 2002.

Subjek Observasi

Pada kegiatan studi lapangan ini, kami telah melakukan observasi terhadap subjek yang terkait dengan isu atau fenomena yang ada di kawasasn cagar budaya Setu Babakan, topik ini sejalan dengan program dan materi rumpun ilmu sosial, topik yang diambil datanya antara lain terkait dengan:

  1. Bahasa, isu gender dan budaya etnis setempat
  2. Rumpun dan grup keluarga
  3. Agama dan seni
  4. Interaksi sesama dan sosialisasi antar penduduk
  5. Ekonomi, perdagangan dan aturan politik
  6. Pendidikan dan lingkungan

Subjek observasi lapangan ini adalah masyarakat yang ada di lingkungan kawasan Setu babakan, baik itu penduduk yang bertempat tinggal dikawasan Setu Babakan maupun komuter atau pendatang yang beraktifitas di lingkungan Setu Babakan. Subjek Observasi tidak melihat apakah subjek merupakan penduduk asli atau bukan, tidak ada kontrol demografi pada observasi ini. Batasan dari penelitian ini adalah topik yang diberikan oleh koordinator sesuai dengan pembahasan ranah psikologi sosial.

Batasan observasi ini adalah semua wilayah Setu Babakan yang berpenduduk, memiliki kegiatan, beraktivitas dan bermukim di kawasan Setu Babakan, namun sasaran utama observasi adalah wilayah yang kaya akan kegiatan dan aktifitas penduduk. Tidak keseluruhan wilayah ini di observasi oleh peneliti, area observasi telah ditentukan berdasarkan arahan koordnator kelas masing-masing dengan persetujuan koordinator sisi timur situ adalah wilayah yang lebih banyak di lakukan observasi.

Metode Observasi

Pada observasi ini digunakan teknik pengambilan data secara non random sampling, yaitu metode yang memberi kesempatan siapa saja yang berada dilingkungan wilayah Setu Babakan menjadi sampel populasi dan teknik ini mengarah ke teknik non purposive sampling yaitu subjek dipilih berdasarkan kriteria per kelompok yang telah ditentukan oleh koordinator observasi dengan acuan tema sesuai dengan topik terkait.

Waktu pengambilan data dilakukan pada hari sabtu 13 juni 2015, diambilnya hari sabtu karena pada hari sabtu jumlah populasi warga asli maupun pendatang yang beraktifitas diarea perkampungan Setu Babakan lebih banyak dibanding hari kerja lainya. Observasi dilakukan pada jam 10.00 WIB hingga 15.00 WIB, diprediksi waktu tersebut karena berdasarkan faktor temporal kegiatan manusia dan aktifitas warga Setu Babakan lebih banyak dilakukan pada saat saat tersebut.

Pengambilan data pada field trip Setu Babakan menggunakan wawancara terstruktur sebagai teknik pengambilan data, hasil dari wawancara tersebut digunakan sebagai pendukung dari kerangka topik yang diberikan sebelumnya. Wawancara juga berguna untuk pertukaran informasi subjek dan peneliti.

Area pengambilan sampel adalah wilayah Setu Babakan yang memiliki kumpulan populasi dan kegiatan paling banyak diantara wilayah terebut, batasan wilayah observasi adalah lingkar sekitar Setu hingga area yang memiliki langgam atau bangunan modern disekitar area Setu Babakan. Terlampir sebaran area pengambilan data, area pengambilan data pada observasi kali ini lebih banyak dilakukan disisi barat Setu, karena daerah sisi barat tersebut dekat dengan kantor pusat pengurus setu babakan, hal ini jelas akan mempermudah bagi pengumpul data untuk menggali selengkap lengkapnya semua informasi yang diperlukan. Di sisi barat juga lebih mudah didapatkan keterangan yang berkaitan dengan budaya dan kegiatan budaya betawi karena pintu masuk utama ada disisi ini, dengan sendirinya kegiatan ekonomi akan lebih banyak berada disisi barat karena masalah akses utama dan pencapaian dari luar area setu babakan, gambar dibawah berikut adalah peta sebaran daerah pengambilan data lapangan :

Gambar 1.5 Area yang diarsir warna kuning adalah area pengambilan data

Perlengkapan Observasi

Pada obeservasi kali ini, observer field trip Setu Babakan mempergunakan kerangka teori dari Schaffer dan Kotakk sebagai acuan dalam membuat frame pertanyaan yang akan diajukan ke responden. Pertanyaan tersebut telah didiskusikan dalam bentuk FGD antara peneliti dengan anggita peneliti sebelum waktu observasi dan telah melakukan expert judgement dengan masing-masing koordiator. Dengan metode ini diharapkan pertanyaan yang diajukan kepada responden akan lebih efisien dan tepat sasaran sesuai dengan objektif penelitian.

Alat bantu teknis yang dipergunakan pada observasi ini menggunakan alat tulis seperti pulpen, kertas, alat bantu berupa perekam suara, alat bantu fotografi dan juga selalu membawa catatan kecil yang sudah berisikan dasar-dasar pertanyaan terstruktur yang akan diajukan ke responden.

Pengolahan data Observasi

Setelah data observasi diperoleh, selanjutnya peneliti mengumpulkan data tersebut kepada koordinator kelas maasing-masing, selanjutnya koordinator kelas akan memberikan hasil tersebut ke ketua peneliti dan diteruskan ke koordinator utama. Data yang sudah didapatkan, kemudian dipilah berdasarkan topik tiap pembahasan yang telah ditentukan.

Tahap berikutnya adalah memilah data dengan topik yang sama pada satu topik pengambilan data, pada tahapan ini dari tiap data yang telah dirangkum oleh peneliti akan dipilih mana yang paling lengkap datanya. Laporan yang paling lengkap datanya akan dijadikan referensi pelaporan akhir, adapun data lain dipakai untuk melengkapi dari tiap topik yang diperlukan.

Bersambung ke Bagian 2….

Daftar Pusataka

http://www.jakarta-tourism.go.id/node/483?language=id

http://www.wisatamelayu.com

https://setubabakan.wordpress.com/about/

Koentjaraningrat.(1990). Sejarah teori antropologi Jilid II. Jakarta: UI Press.

Kottak, C. P. (2008). Cultural antropology. New York: Mc graw Hill.

Schaefer, R. T. (2008). Sociology: A brief introduction . New York: Mc graw Hill.

Taylor, S. E., Peplau, L. A., Sears, O. S. (2006). Social psychology. New Jersey : Pearson Education, Inc.

Zaltman, G., Kotler, P., Kaufman, P. (1971). Creating social change. New York : Holt, Rinehart and Winston, Inc.