Sebelum membahas suatu topik, biasanya saya diberikan serangkaian pertanyaan untuk dijawab. Terkadang, tidak semua informasi yang telah disiapkan bisa dibagikan dalam waktu yang disediakan. Oleh karena itulah, saya berniat untuk menuliskan kembali bahan yang saya siapkan dan mempublikasikannya di blog ini. Pada 13 Juni 2017 yang lalu, saya berkesempatan menjadi narasumber di Talk show Love Line, Indonesia Morning Show. Topik yang diangkat menarik dan penting untuk diketahui, yaitu tentang kekerasan dalam pacaran (KDP). Sebagai psikolog dan dosen, saya mengamati bahwa KDP banyak terjadi di kalangan dewasa muda (18-25 tahun). Seringkali sang dewasa muda tidak menyadari bahwa mereka sebetulnya berada dalam hubungan yang penuh kekerasan. Berikut ini pertanyaan dari tim IMS dan jawaban saya. Semoga berguna juga buat kamu ya 🙂

 

Apakah definisi kekerasan dalam pacaran?

Kekerasan dalam pacaran ialah perilaku atau ancaman kekerasan pada pasangan dalam hubungan pacaran, ditujukan untuk mengontrol atau menyakiti pasangan.

Apa saja bentuk-bentuk kekerasan dalam pacaran?

Kekerasan dalam pacaran bisa terjadi dalam bentuk 1) teramati, dan 2) tersamar.

Bentuk kekerasan yang teramati antara lain: a) Kekerasan fisik, seperti memukul, menjambak, mendorong; b) Pemanfaatan (ekonomi): mengambil uang atau fasiltas milik pasangan secara paksa.

Bentuk kekerasan yang tersamar antara lain: a) Kekerasan psikologis, seperti mengancam, ,mempermalukan, memaksakan kehendak, memberi banyak aturan tanpa memikirkan perasaan pasangan, mengejek, mengecilkan, membatasi ruang gerak (posesif berlebihan). Contoh lainnya ialah mengancam akan menyebarkan rahasia pasangan; b) Kekerasan seksual, seperti memaksakan kehendak untuk berhubungan seksual dan tidak memperhatikan perasaan pasangan saat berhubungan seks.

 

Bagaimana mengenali potensi kekerasan pada pasangan?

Ada baiknya mengamati potensi kekerasan pada pasangan, agar bisa ditangani sejak awal. Berikut ini beberapa ciri orang yang cenderung melakukan kekerasan:

  • Suka menyalahkan orang lain. Di awal pacaran, mungkin ia sering menyalahkan mantannya, saat sudah pacaran, kemungkinan ia akan menyalahkan pasangannya jika terjadi hal-hal yang tidak disukai.
  • Menuntut dimengerti, tapi sulit mengerti pasangan.
  • Merasa diri lebih dari pasangan.
  • Memperbesar hal kecil: contoh: terlambat beberapa menit, membuatnya sangat marah dan cenderung berteriak atau memukul.
  • Cemburu tanpa dasar.
  • Cenderung kasar pada orang lain. Coba perhatikan bagaimana ia memperhatikan orangtua, saudara, teman, pembantu, dan pelayan restoran yang melayani kalian waktu kencan.

 

Apa saja faktor penyebab kekerasan dalam pacaran?

Terdapat beberapa faktor resiko terjadinya kekerasan dalam pacaran, antara lain:

  • Pelaku memiliki “role model” pelaku kekerasan dan kemungkinan adalah korban kekerasan dalam keluarga di masa kecilnya.
  • Menganggap kekerasan sebagai hal yang biasa.
  • Pelaku dan korban kurang memiliki keterampilan komunikasi untuk mengatasi konflik.
  • Pelaku kurang bisa mengelola emosi dan korban terlalu bergantung pada pelaku sehingga enggan mengatakan tidak.
  • Batasan-batasan dalam hubungan tidak didefinisikan secra jelas.
  • Pelaku memiliki gejala gangguan kepribadian seperti borderline atau antisocial.

 

Bagaimana membedakan kekerasan dalam pacaran dengan pertengkaran yang umum terjadi?

Konflik, perbedaan pendapat, dan pertengkaran merupakan hal yang wajar terjadi, bahkan dalam hubungan yang sehat. Bedanya, pada hubungan yang sehat, seseorang akan menghargai pasangannya dan berusaha memperhatikan perasaan pasangan. Sehingga, ada dorongan untuk meminta maaf dan memaafkan dari kedua belah pihak. Tidak hanya mempersalahkan satu pihak saja. Pada hubungan yang sehat, ada kesetaraan dalam pengambilan keputusan yang memperhatikan pendapat kedua belah pihak. Jadi, jika kesepakatan tidak terjadi, maka pria dan wanita bergantian mengambil keputusan. Bahkan terkadang mereka sudah memiliki semacam peraturan tersendiri, misalnya: soal makan dimana akan diputuskan oleh pria, soal nonton apa akan diputuskan oleh wanita. Perbedaan lainnya ialah, pada hubungan yang sehat tidak ada aksi saling menyakiti, baik dalam bentuk fisik, psikologis, ekonomi, maupun seksual.

 

Apa saja dampak kekerasan dalam pacaran bagi korban?

Dampak kekerasan pacaran bervariasi sesuai bentuk kekerasan yang dialami. Dalam kekerasan fisik, maka korban bisa mengalami memar atau luka. Selain dampak fisik, juga ada dampak psikis, seperti perasaan cemas, ekspresi murung, gejala depresi, gejala trauma, penurunan rasa percaya diri, berkembangnya pikiran negatif yang tidak rasional seperti “Ini salah saya“. Dampak lainnya ialah    , misalnya meningkatnya konsumsi alkohol atau obat terlarang, menurunnya produktivitas dalam bekerja atau belajar, serta menarik diri dari teman atau keluarga. Di samping dampak psikis, jika korban mengalami kekerasan seksual, maka dampak yang bisa terjadi antara lain: terjangkit infeksi seksual menular, kehamilan yang tidak diinginkan, hingga aborsi.

 

Apa yang membuat seseorang masih mau bertahan dalam hubungan pacaran yang dipenuhi kekerasan?

Mungkin kita bertanya-tanya saat melihat teman yang masih bertahan dengan pacarnya, padahal sering mendapatkan perlakuan kekerasan. Ada baiknya kita memahami alasan mengapa mereka masih bertahan. Pertama, mereka memiliki “investasi” dalam hubungan. Sehingga akan berusaha mempertahankan hubungan meskipun mengalami kekerasan. Investasi dalam hubungan ialah pengorbanan baik waktu, tenaga, maupun perasaan yang sudah dicurahkan untuk pasangan. Contoh investasi misalnya: sudah merencanakan untuk menikah, sudah diperkenalkan kepada keluarga besar, dan sudah pernah berhubungan intim. Kedua, ada kemungkinan mereka takut dengan ancaman dari pacar. Misalnya, saat pacar mengancam akan menyebarkan rahasia ke muka umum, jika berani minta putus. Ketiga, biasanya, saat seseorang sudah bergantung baik secara emosional maupun ekonomi, maka akan sulit mengakhiri hubungan. Biasanya, orang yang tergantung menjadi tidak percaya diri untuk menjadi lajang dan mengurus dirinya sendiri. Keempat, ia merasa takut dengan status single atau lajang. Rasa takut ini biasanya dilandasi pikiran bahwa dirinya tidak layak dicintai, setelah apa yang dialami dengan pacarnya.

 

Bagaimana pencegahan dan penanganan agar kekerasan dalam pacaran tidak terus menerus terjadi?

Terdapat beberapa usaha yang dapat dilakukan baik oeh korban maupun sahabat atau keluarga korban. Bagi korban: sadari tanda-tanda kekerasan dalam hubungan.  Jika sering merasa tertekan karena pacar dan mengalami lebih banyak perubahan negatif, maka ada indikasi kekerasan, meski bukan fisik. Oleh karena itu, penting sekali membuat batasan bagi diri sendiri, misalnya: batasan dalam perilaku seksual. Setelah itu, hargai diri sendiri. Beranilah untuk bicara pada pasangan jika batasan kita dilanggar. Ceritakan juga ke orang terdekat dan cari bantuan. Jika memerlukan bantuan psikologis, bisa menghubungi Yayasan Pulih. pada jam kerja.

Sementara itu, sahabat aatau keluarga korban dapat melakukan: berusaha menjadi pendengar yang baik dan hindari menghakimi korban, memberikan dukungan moril, dan membantu menghubungi pihak berwajib jika kekerasan bertambah parah.

 

Apa saja Tips menghindari tindak kekerasan dalam pacaran di awal hubungan?

Berikut ini tips menghindari tindak kekerasan dalam pacaran di awal hubungan:

  • Perhatikan perilaku pacar ke orang lain: apakah ia kasar, sering mengejek, merasa diri lebih dari orang lain? Jika Ya, maka hati-hati, besar kemungkinan ia akan memperlakukan Anda seperti itu.
  • Hargai diri dan pendapat Anda.Cinta memang terkadang memerlukan pengorbanan, tapi tidak selalu dan tidak dari kedua belah pihak. Jika pasangan tidak mempedulikan perasaan dan keadaan Anda, besar kemungkinan sebetulnya ia tidak mencintai Anda, sehingga tidak perlu diperjuangkan.
  • Buat batasan.Sejak awal hubungan, tetapkan harapan tentang hubungan, termasuk batasan tentang hubungan intim dan kekerasan. Katakan tidak jika ada perlakukan yang menyakiti. Sekali melakukan kekerasan, biasanya intensitas dan frekuensi kekerasan akan meningkat, jadi buat batasan bahwa jika bibit kekerasan. Segera cerita ke sahabat atau keluarga. Hindari memaksakan diri melakukan tindakan yang diminta pasangan jika melanggar batasan nilai pribadi atau norma sosial.
  • Tetap habiskan waktu dengan diri sendiri, teman dan keluarga.Ada baiknya saat pacaran tidak dihabiskan 100% dengan pacar, karena akan membuat semakin tergantung dan semakin makin banyak investasi yang diberikan kepada pacar. Tetap jadi diri sendiri, punya rencana sendiri, habiskan waktu dengan teman dan keluarga.

 

Demikian beberapa informasi dan tips terkait kekerasan dalam pacaran. Kalau tertarik mendalami topik ini, cek referensi ya :). Kamu sendiri, pernah tidak mengalami kekerasan dalam pacaran? Kalau pernah, bagaimana cara keluar dari hubungan tersebut? Yuk ngobrol di comment. 🙂

“Cinta itu saling membangun, bukan saling menyakiti.”

 @pingkancbr

Referensi:

Katz, J., Kuffel, S. W., & Brown, F. A. (2006). Leaving a sexually coercive dating partner: A prospective application of the investment model. Psychology of Women Quarterly30(3), 267–275. http://doi.org/10.1111/j.1471-6402.2006.00295.x

Lopez-Cepero, Javier; Fabelo, Humberto Eduardo; Rodriguez-Franco, Luis; Rodriguez-Diaz, F. J. (2016). The Dating Violence Questionnaire: Validation of the Cuestionario de Violencia de Novios Using a College Sample From the United States. Violence and Victims31(3), 438–456.

Pranikah.org. (2012). Mengencani si Calon Pelaku Kekerasan?. Diunduh dari: http://pranikah.org/pranikah/mengencani-si-calon-pelaku-kekerasan/

Pranikah.org (2013). Cinta, Yes! Kekerasan, No!. Diunduh dari: http://pranikah.org/pranikah/cinta-yes-kekerasan-no/ 

 

*Repost dari: https://pingkanrumondor.blogspot.co.id/2017/06/love-line-kekerasan-dalam-pacaran.html
gambar di ambil dari sini