Awal tahun (bahkan tahun sebelumnya) pasti kita telah merencanakan apa yang ingin kita kerjakan. Anda yang bekerja akan sibuk mengisi workplan, Anda i yang kuliah akan merencanakan mau ambil mata kuliah apa dan target yang harus dicapai supaya lulus. Selain merancang target, kita perlu merancang strategi bukan? Masalahnya sekarang, rencana atau target kita banyak, tapi kok yang terlaksana hanya sedikit. Tidak jarang akan muncul keluhan seperti:  “Waktunya kurang sedangkan pekerjaannya banyak”, “ Ya mau ga mau saya tunda deh beberapa pekerjaan untuk mengerjakan pekerjaan yang lebih urgent”. Prokrastinasi terjadi! Apa itu prokrastinasi? Prokrastinasi digambarkan sebagai penundaan aktivitas yang tidak perlu dilakukan di mana aktivitas tersebut seharusnya harus diselesaikan, terutama saat merasa tidak nyaman secara emosional (Lay & Schouwenburg dikutip dalam Seo, 2009). Apakah semua yang melakukan prokrastinasi itu karena merasa tidak nyaman secara emosional, malas atau tidak termotivasi? Bagaimana dengan yang merasa memililki motivasi yang cukup? Nah, ternyata ada penelitian yang dilakukan oleh Dewitte dan Schouwenburg. Menurut penelitian ini, para pelaku prokrastinasi yang memiliki motivasi yang tinggi ternyata tidak mampu menolak kesenangan dan interupsi sejenak (dalam Strand, 2009). Sebagai konsekuensinya, waktu yang seharusnya digunakan untuk mengerjakan tugas malah digunakan untuk hal lain yang tidak begitu mendesak. Dapat disimpulkan bahwa pelaku prokrastinasi  tidak dapat menyelesaikan tugas dan mengaku sering kewalahan ketika deadline hampir dekat dikarenakan mereka gagal mengalokasikan dan menentukan waktu mereka dengan baik.

Dengan demikian, yang perlu digaris bawahi adalah masalah waktu bukan? Bagaimana kita mempersepsikan waktu kita, seberapa jauh atau dekat rencana masa depan sehingga ketika sedang merancang rencana-rencana pada masa kini, kita dapat  mengetahui kemungkinan yang bisa saja terjadi pada masa depan. Ini disebut sebagai future time perspective. Individu yang memiliki future time perspective yang tinggi memiliki banyak tujuan dan rencana untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut (Husman, McCann, & Crowson dikutip dalam Strand, 2009). Sebaliknya individu yang memiliki future time perspective yang rendah akan melihat masa depan masih jauh dan kurang mampu mempersepsikan atau melihat jauh ke masa depan. Mereka yang memiliki future time perspective rendah juga memiliki kesulitan dalam merumuskan konsekuensi yang akan dihadapi secara jangka panjang kemudian memengaruhi proses mengambil keputusan mereka, pada akhirnya mereka kurang mampu merencanakan (Strand, 2009).

Apakah future time perspective turut berperan dalam kecenderungan individu melakukan prokrastinasi? Berikut beberapa penelitian yang dapat menjelaskan dugaan ini.

Menurut Chou dan Choi, individu yang melakukan prokrastinasi tidak memiliki strategi dalam melakukan time-framing untuk menyelesaikan tugasnya, sehingga ia lebih memilih menghabiskan banyak waktu untuk berpikir bagaimana cara menyelesaikan tugas tersebut daripada mulai bergerak untuk menyelesaikannya (dalam Strand, 2009).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lay dan Schouwenburg menjelaskan bahwa mereka yang berhasil tidak melakukan prokrastinasi adalah mereka yang dapat mengestimasi waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas, memiliki strategi perencanaan yang lebih baik, merasa memiliki kontrol yang kuat atas waktunya sendiri, dan mengantisipasi gangguan atau interupsi yang mungkin saja datang (dalam Strand, 2009).

Fritch, Nagasaka dan Pope menegaskan dan menyimpulkan bahwa para pelaku prokrastinasi terutama dalam setting pendidikan tinggi memiliki future time perspective yang cenderung rendah. Ini disebabkan karena mereka memiliki fokus atau pandangan pada masa depan yang cenderung rendah maka hasilnya mereka tidak dapat mengantisipasi dan merancang rencana masa depan dengan baik (dalam Strand, 2009). Specter dan Ferrari turut mendukung dan menemukan bahwa para pelaku prokrastinasi  memang cenderung memiliki fokus dan berorientasi pada perspektif masa lalu dan masa kini, mereka kurang berorientasi terhadap masa depan atau merancang beberapa kegiatan yang akan datang (dalam Strand, 2009).

 

Referensi

Seo, E. H. (2009). The relationship of procrastination with a mastery goal versus

an avoidance goal. Social Behavior and Personality, 37(7), 911-919. Retrieved from http://search.proquest.com/docview/209932255?accountid=25704

Strand, K. H. (2009). Behavioral effects of consideration of future consequences

and time perspective on self-regulation and procrastination in mastery and

performance-oriented college students. (Order No. 3448065, University of

Kentucky).ProQuest Dissertations and Theses, , 169. Retrieved from

http://search.proquest.com/docview/859251341?accountid=25704. (859251341).

 

 

Tentang Penulis

Febriani Priskila, seorang ilmuwan psikologi khususnya psikologi pendidikan. Berpengalaman sebagai akademisi baik pada pendidikan dasar maupun pendidikan tinggi.  Tertarik mempelajari dan pernah  meneliti topik-topik terkait pendidikan anak berkebutuhan khusus dan academic engagement.