Jurusan Psikologi BINUS University memiliki program pengabdian kepada masyarakat dalam sejumlah komunitas. Berikut ini adalah cuplikan pengalaman tim konselor ketika melaksanakan sebuah “Konseling Cita-cita” siswa di sebuah sekolah. Secara akademik, pengalaman ini berpotensi sebagai pengayaan mata kuliah Konseling dan Psikoterapi kode mata kuliah L0984 pada Topik “Working in a Counseling Relationship” (Sesi 6).

 

Sumber: http://www.mefa.org/wp-content/uploads/2015/03/counselor.jpg
Sumber: http://www.mefa.org/wp-content/uploads/2015/03/counselor.jpg

 

Mr. X adalah seorang siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Konseling selama 2 sesi terhadap Mr. X bertujuan untuk memfasilitasi ia sebagai siswa agar dapat merumuskan tujuan/goal masa depannya disertai dengan tindakan-tindakan praktis yang perlu dilakukannya agar tujuan tersebut tercapai. Pada sesi 1, target dari konseling adalah mengenal siswa dan setidaknya mendapatkan gambaran mengenai cita-cita atau tujuan besar yang ingin dicapai di masa depan. Pada sesi 2, target dari konseling adalah perumusan tujuan masa depan yang spesifik, terukur, realistis untuk dicapai, serta memiliki kurun waktu yang jelas. Kemudian dirumuskan tindakan-tindakan praktis (strategi) plus antisipasi apabila ada masalah dalam pencapaian tujuan tersebut.

Mr. X awalnya ditanyai mengenai diri dan keluarganya setelah mengisikan formulir Lingkungan Kehidupan. Mr. X mengaku berasal dari keluarga yang kurang mampu secara keuangan, dan karenanya di samping bersekolah, ia juga bekerja sebagai penonton bayaran, dan uang yang dikumpulkannya kemudian ditabung. Ia mengaku tidak banyak memperoleh perhatian dari keluarganya di rumah. Ketika ditanyai mengenai hendak menjadi apa di masa depan, dengan mantap ia mengatakan ingin menjadi pemain sepak bola. Ketika ditanya mengapa, ia mengatakan bahwa karena terinspirasi oleh guru olahraganya, dan semua siswa laki-laki di sekolahnya ingin menjadi pemain sepak bola. Sepakbola dijalani sebagai hobi, dan untuk bersenang-senang. Saat konselor bertanya, hal-hal apa saja yang dibutuhkan untuk menjadi pemain sepak bola, Mr. X menjawab bahwa yang dibutuhkan, pertama, teknik (menendang, mengumpan, mengoper, mengambil bola lawan, menyundul). Kedua, sehat. Ketiga, semangat.

Konselor bertanya lebih lanjut, selain menjadi pemain sepak bola, apakah ia memiliki cita-cita yang lain. Konselor menanyai juga, apa alasannya. Mr. X menyebutkan bahwa cita-cita yang lain adalah menjadi pemain musik. Mr. X beberapa kali belajar musik bersama dengan teman-temannya. Ada sebuah alat musik yang bisa dipakai secara bergantian.

Ketika konselor bertanya, selain pemain sepak bola, pekerjaan apa lagi yang juga mempunyai ciri-ciri sebagai profesi yang menjadi cita-cita Mr. X, dan apakah alasannya. Mr. X menjawab: (1) polisi, karena bisa menjaga lampu lalu lintas; (2) dokter, karena bisa membantu menyembuhkan orang; (3) suster, karena mengasisteni dokter; (4) guru, karena bisa mengajar murid. Tampak bahwa jawaban-jawaban yang diberikan Mr. X masih di seputar gambaran peran atau tugas dari profesi yang disebutkan.

Lebih lanjut, konselor bertanya, “Untuk dapat menjadi pemain sepakbola, dan juga polisi, dokter, suster, guru harus melakukan apa saja?” Mr. X menjawab kurang tahu. Konselor kemudian mencoba untuk menghubungkannya dengan istilah yang mudah dimengerti oleh Mr. X, yakni IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) dan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial). Mr. X kemudian bisa mengaitkan dokter dengan IPA, dan pemain sepak bola serta polisi dengan IPS. Dikatakannya bahwa pemain sepak bola berhubungan dengan IPS karena ada interaksi sosial namun ada hubungan dengan IPA (tetapi ia mengatakan tidak tahu persis apa hubungannya).

Konselor mengambil kesempatan untuk menjelaskan apa ciri-ciri pekerjaan atau profesi, seperti: memperoleh bayaran/gaji atas pekerjaannya, membutuhkan keterampilan tertentu, tidak bisa dikerjakan oleh orang yang bukan menjalani profesi/pekerjaan tersebut, dan membutuhkan pendidikan formal. Konselor menjelaskan, gaji digunakan untuk menafkahi hidup. Ternyata Mr. X baru menyadari bahwa pekerjaan bukan sekadar hobi saja. Selesailah sesi pertama dari konseling.

Pada sesi kedua konseling, awalnya Mr. X diajak untuk menrenungkan kembali cita-citanya sebagai pemain bola. Ia masih mengingat bahwa untuk menjadi pemain sepakbola, dibutuhkan fisik yang sehat dan kuat. Di samping itu, dibutuhkan juga teknik bermain agar lebih mudah bermain sepak bola, serta semangat sebagai pemain dan sebagai tim, dan keseriusan/ketekunan untuk berlatih. Melalui konseling, juga disadari bahwa pengetahuan tentang bola dibutuhkan, misalnya dengan membaca koran khusus ‘Bola’.

Melalui dialog-dialog yang berlangsung, konselor mencoba menyampaikan bahwa bayangan mengenai cita-cita bisa berubah dari waktu ke waktu, namun yang penting adalah Mr. X menggali ketiga hal berikut ini. Ketiga hal berikut ini dapat dijadikan pedoman, dan jika kekurangan informasi, Mr. X dapat mencari tahu lebih lanjut melalui guru, atau orang dewasa lainnya.

Sebagai kesimpulan, melalui konseling ini, konselor memandang bahwa hal yang sangat berguna untuk memancing insight atau pemahaman siswa mengenai cita-citanya adalah (1) Pengetahuan umum tentang ciri-ciri sebuah pekerjaan atau profesi; (2) Kriteria khusus pekerjaan/profesi tertentu (seperti pemain sepak bola); (3) Hubungan antara cita-citanya dengan bidang IPA dan/atau IPS. Apabila ketiga hal tersebut dieksplorasi, maka siswa akan menjadi semakin paham dengan konsekuensi dari cita-cita pekerjaan yang dipilihnya. Konselor berikutnya juga dapat memanfaatkan Kesimpulan ini sebagai pedoman konselingnya. Saran: Guru-guru menyampaikan mengenai alasan pemilihan siswa sebagai klien konseling serta profil siswa, sebagai data yang berharga untuk dikombinasikan dengan hasil observasi dan hasil konseling.