Halo Psytroopers! pada awal bulan Juni (3 Juni 2016), Lab psikologi secara perdana menyelenggarakan sebuah case discussion event yang berjudul “bincang-bincang humaniora” dengan bertema mengenai kekerasan seksual di Indonesia.

IMG-20160606-WA0021

Nah pernah ngga sih kalian merasa ada banyak hal-hal yang sebetulnya menyentuh hati nurani kita, tapi kita menikmati berita tersebut sambil makan atau melakukan sesuatu yang tidak terlalu memperhatikan berita tersebut, apa yang akan terjadi ? dan berpikir bahwa bagaimana bisa kekerasan seksual itu terjadi ?

Seperti yang kita semua sudah ketahui bahwa terdapat kasus yang belakangan ini terjadi “enog cangkul”, 3 orang yang tidak saling mengenal itu melakukan perbuatan yang sangat tercela kepada seorang gadis tidak bersalah, Lalu apa yang harus kita lakukan ? bagaimana kita harus menjaga saudara dan ponakan-ponakan kita ?  apa benar di jakarta sekarang ini jika WA (WhatsApp) tidak di balas itu dapat memancing kejahatan ? dari kasus-kasus yang ada ini, pernah gak si kita membicarakan tentang kepedulian pada mereka ? atau mungkin bisa jadi dia cukup merasa puas ketika sudah membicarakan, dan merasa eksis ketika dia yang pertama kali yang membicarakan ?

Kekerasan seksual yang terjadi itu bagaikan tubuh perempuan yang menjadi simbol dan seharusnya tubuh perempuan itu butuh pejagaan. Banyak kelompok yang melakukan aksi STOP KEKERASAN SEKSUAL, tetapi lebih banyak orang lagi yang memilih diam dan hanya menyimak berita saja. Berapa lama sih maksimal hukuman untuk pemerkosaan ini Jawabannya adalah : minimal 3 tahun!!!

Berapa banyak orang yang berani menuntut dari alur orang-orang pidana ?

Penegakan hukumnya itu lemah dan ingin kepersidangan itu butuh pengorbanan yang tinggi. Proses hukuman yang rumit dan memakan biaya yang tinggi sehingga korban lebih memilih diam. Attachment orang tua dan anak itu perlu dijaga dan ditingkatkan, dan nutrisi fisik hormon yang terkandung dalam makanan masa kini semakin membuat individu anak matang sebelum waktunya. Sehingga yang sudah matang menjadi lebih tinggi dorongan seksualnya. Masalah utama yang memang harus kita berantas adalah tayagan kekerasan, seks, dan pornografi melalui berbagai media telah mencuci otak masyarakat Indonesia. Selain itu, perkembangan IT(Internet) dan kemudian perangkat gadget yang memungkinkan transfer dan transmisi meteri pornografi secara cepat dan langsung ke telapak tangan.

Ibu Elly Risman, Psikolog Senior serta pakar pengasuhan sudah banyak menjelaskan mengenai topik ini. Terutama dengan hasil penelitiannya selama beberapa tahun bahwa anak dan remaja Indonesia telah megalami adiksi pornografi. Adiksi pornografi dan dampaknya terhadap otak anak dan remaja yang kapasitas luhurnya belum berkembang baik menghancurkan segalanya. Jika salah satu orang (perempuan) mengalami kekerasan seksual, bukan hanya dirinya yang hancur, tetapi juga dapat menghancurkan keluarganya, persahabatannya, dan masa depannya. Tidak hal tersebut, tetapi juga akan rela menjadi perbincangan di kalangan sosial, dilingkungan keluarganya. Lack of Safety dan Security System yang tidak benar-benar melindungi anak dan perempuan bersamaan dengan memudarnya pendidikan nilai-nilai pekerti dan karakter anak indonesia. Pendidikan hanya menjadi hapalan teoritis semata, termasuk pendidikan agama,norma hukumdan norma sosial. Gaya hidup dan kesulitan ekonomi yang menintut kesibukan orang tua yang luar biasa, misalnya, double income mendorong ayah ibu banyak di luar rumah, anak menjadi kehilangan kesempatan belajar bagaimana cara melindungi diri sendiri.

Persepsi masyarakat tentang pendidikan kesehatan reproduksi dan upaya perlindungan diri cenderung di tolak, di terjemahkan sederhana sebagai pedidikan seks dan bahkan di abaikan yang pada akhirnya justru menghambat proses persiapan perlindungan anak. Batas usia awal untuk dimulai memberikan pendidikan ini kepada anak juga menjadi kontroversi. Persepsi yang berkembang di masyarakat membuat korban tidak berani melapor, predator lepas. Sudah melaporpun tidak di tangani dengan baik, bahkan ada yang mengalami kekerasan baru, baik fisik, verbal maupun kekerasan seksual tambahan.

Fakta bahwa perilaku kekerasan seksual TIDAK HANYA PEDOFIL LAKI-LAKI, tetapi juga ada PEDOFIL PEREMPUAN, ada yang BUKAN PEDOFIL, bahkan sudah mulai ada PELAKU ANAK DAN REMAJA sebagai akibat dari pembiaran selama ini.

Nah, Psytroopers, dengan berakhirnya acara ini, ditutup dengan sedikit hiburan musik akustik dari lab psikologi yang berkolaborasi dengan mahasiswa.

1465206505585

bagaimana? seru bukan acaranya?!

looking forward untuk event berikutnya, dan pastikan anda tidak ketinggalan acara ini!

Sampai Jumpa!